Gue melonggarkan sedikit sabuk pengaman yang melilit badan gue biar bisa sedikit lebih ndusel ke Mas suami.
"Ayaang..." gue elus-elus kakinya yang paling dekat untuk diraih.
"Nggak usah nakal. Lagi di jalan ini" peringatan Mas Suami membuat bibir gue mengerucut maju.
"Aku pake rok loh yang. Kan enak kalau mau nylusup-nylusup" gue tarik sedikit ke atas rok gue biar Mas suami bisa lebih jelas menikmati pemandangan putih mulus paha seksi gue.
"Turunin yang" dengan sekali tarik, gaun gue diturunin sampe ke lutut. "Nanti aku kerjain beneran nggak bisa jalan seminggu kamu"
"Aww... mau banget. Yuk, cari sensasi baru. Dempet-dempetan di mobil nggak kalah enak lho yang" tangan gue makin bergerilya di selangkangannya.
Tinggal dikit lagi bisa elus-elus si uwu dari luar, tangan gue ditangkep Mas suami. Kendra terkekeh melihat perubahan ekspresi gue yang mengernyit tidak suka. Tapi buru-buru telapak tangan gue dibawa kebibirnya dan dicium bertubi-tubi, membuat mood gue sedikit lebih baik.
"Kamu mau minta berapa ronde bakalan aku kasih kok. Tapi ya nggak di pinggir jalan juga." ucapnya si sela-sela nyiumin punggung tangan gue. Sengaja banget tangan gue nggak dilepas-lepas, biar nggak grepe-grepe sembarangan. Huh, padahal mau cari sensasi baru yang memicu adrenalin. Tapi nggak papa, nantikan masih bisa waktu gelap-gelapan. Hihi...
"Yang... aku mau ngomong sesuatu" nada bicara Mas ganteng berubah serius. Tangan gue masih dia genggam dengan erat, seolah-olah takut gue meledak sewaktu-waktu.
"Apa?" kok gue jadi was-was gini sih?
Setelah menelan ludah, Mas suami mulai angkat bicara, "Aku mau minta ijin"
Belum selesai ngomong, gue udah memotong ucapannya, "Enggak! Enggak ada" gue membuang muka ke samping. Tiba-tiba aja firasat gue jadi nggak enak.
"Dengerin dulu" si ganteng ngelus-ngelus punggung tangan gue yang masih dia genggam. "Hadap sini dong cantik"
"Nggak mau. Pasti mau pergi lagi. Pasti mau dinas nggak pulang-pulang lagi. Pokoknya nggak boleh" gue bersikeras.
Tebakan gue ternyata benar, Kendra mengutarakan keinginannya untuk ikut serta dalam pasukan batalyon yang sedang ditugaskan untuk meredam masa berkaitan dengan gembar-gembor Papua Merdeka, gerakan militansi sejumlah okmun untuk memisahkan tanah penghasil emas permata itu dari wilayah NKRI.
"Dengerin aku dulu dong.. Aku bener-bener nggak enak sama temen-temen aku. Yang dulu satu tim waktu tugas pengamanan tapal batas di Papua semuanya ikut. Lagi pula tenaga aku emang dibutuhkan karena saking lamanya dulu di Papua, jadi setiap seluk beluk perbatasan di wilayah itu aku udah hapal."
"Jadi ayang lebih milih temen-temen ayang? Ninggalin aku sendirian di sini gitu?" nggak bisa ditahan, air mata gue mulai turun.
"Eh kok nangis?" Kendra berinisiatif memarkirkan mobilnya di tepi jalan. "Cuma sebentar aja. Kalau situasi sudah membaik aku balik lagi ke sisi kamu. Sementara kamu tinggal sama Papa dulu. Kalau mau berangkat kerja, biar aku kirim anak buahku antar jemput kamu tiap hari"
"Ayang itu nggak mikir apa, di sana bahaya. Udah enak-enak ditempatin di sini, wilayahnya aman nggak banyak koflik, e malah mau deketin sumber bahaya. Kalau terjadi sesuatu gimana? Ayang nggak mikirin perasaan aku?" gue tarik lepas tangan gue yang ada di genggamannya.
"Aku juga beban mental yang. Di sisi lain aku merasa harus loyal mengabdi sebagai tentara, mengesampingkan kepentingan pribadi demi urusan negara. Tapi di sisi lain aku juga nggak mau ninggalin kamu. Kamu pikir aku tega pisah sama kamu? Enggak Sasa, kalau aku bisa aku mau kamu terus di samping aku. Tapi aku juga paham, aku nggak boleh egois. Mana mungkin aku ajak kamu ikut ke Papua dengan situasi yang masih kacau balau seperti sekarang ini. Makanya itu, aku minta kamu nunggu aku di sini. Ya sayang ya? Kamu bisa kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/202957250-288-k408515.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon
Hayran KurguKhanza tetaplah Khanza. Wanita mesum dengan segala keabsurbannya kini siap menempuh hidup baru dengan lelaki pujaan hatinya. Bagaimanakah perjalanan cinta tentara seksi dan dokter centil itu? Cerita sequel dari CAKRAWALA