7. Midnight Mail

80 13 0
                                    

"Kau merasa puas dengan semua yang kau lakukan ini?"

Wanita itu tersenyum. Ia memutar gelas kaca yang berada di tangannya. Puas ? Tentu saja. Jangan tanya lagi seberapa bahagianya wanita itu.

"Kau tau apa yang menyenangkan didunia ini?
Melihat orang yang dulu menyakitimu, sama menderitanya dengan dirimu dulu " balasnya.

Pria itu memandang wanita yang ada didepannya dengan tatapan sinisnya.

"Kini aku tau alasan kau menghilang selama bertahun tahun, Irene"

Pria itu mengusap kepalanya pelan sambil membungkukkan badannya. Menumpukkan badannya di kedua lutut.

"Aku tak menyangka semua bisa seperti ini. Dimana dirimu yang dulu Irene??"

Wanita bernama Irene itu tertawa pelan.
"Orang jahat berawal dari orang baik yang disakiti. Kau pasti tau itu kan? Aku hanya ingin bermain dengan gadis kecil yang menyedihkan itu" wanita itu menatap pria di depannya dengan tatapan mengejek

Pria itu menggelengkan kepalanya. Kemudian ia berdiri dan menghampiri Irene.

"Apa rencanamu? Kau tidak berusaha mencelakai gadis itu kan? Jangan pernah menyentuhnya dengan tangan kotormu itu!!" Ucapnya.

Irene hanya tertawa. Kemudian ia meletakkan gelas itu diatas meja.

"Jangan bersikap seolah kau orang paling suci. Kita sama sama berada dalam satu lubang hitam. Kita hanya memilih jalan yang berbeda dengan tujuan yang sama." Ucap Irene sebelum akhirnya meninggalkan pria itu dengan senyuman bangganya.

"Aarghhhh"

Pria itu melempar sebotol soju yang ada didepannya. Pikirannya kalut. Kekhawatirannya akan gadis yang dibicarakan Irene menghantui pikirannya. Ia melempar tubuhnya diatas sofa, kemudian meremas rambutnya dengan kedua tangan bertumpu di kakinya.

"Tidak tidak..
Ini tidak boleh terjadi. Apa yang wanita licik itu rencanakan untuk Yuna??"

****

Yuna menggeliat. Matanya terasa sangat berat. Namun cahaya itu seakan menusuk dan membuatnya langsung membuka matanya secara paksa.

"Bangunlah. Aku sudah menyiapkan sarapan"

Yuna mendudukkan tubuhnya. Ia menatap seorang pria dengan setelan kemeja putih lengkap dengan dasi dan sepatunya yang mengkilat tengah membuka gorden.

Pria itu tampak pergi dari sana. Meninggalkan Yuna yang masih memikirkan kejadian semalam. Kepalanya terasa pening. Ia menyibak selimutnya dan segera memasuki kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, Yuna memasuki ruang makan dengan memakai baju kebesaran milik Jungkook, sehingga menutupi separuh pahanya. Ia berjalan mendekati Jungkook yang tengah membuat susu coklat dan secangkir kopi.

Jungkook menatapnya sebelum akhirnya kembali fokus ke kegiatannya. Bukankah seharusnya Yuna yang melakukan itu? Tidak didalam kisah pasutri ini. Karena Yuna sama sekali tidak pernah memasuki dapur rumahnya. Ia hanya bisa memasak beberapa makanan, dan itupun Jungkook yang mengajarinya.

Pria yang sangat tampan. Dengan baju kemeja yang ditekuk dibagian lengan, menampilkan otot otot dan dada bidangnya, ia tampak keren dengan setelan itu. Itulah yang dipikirkan Yuna.

Gadis itu mendudukkan dirinya diatas kursi. Jungkook memberikan segelas susu didepan Yuna. Namun, gadis itu tampak menginginkan hal lain. Ia menatap ke arah meja dapur. Menyadari gelagat istrinya, Jungkook mengarahkan pandangannya ke meja dapur.

"Apa yang kau cari?"

Yuna hanya menatap Jungkook. Membuat pria itu mengernyit. Sedikit tak suka dengan sikap Yuna.

ECCEDENTESIASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang