12. Destroyed

66 12 0
                                    

Brakkk..

Lagi lagi terdengar suara barang yang dibanting.
Anak itu menggigil, ia takut. Ia sangat ketakutan.
Ia sendiri, dan kedinginan.

Brakk..

Anak lelaki itu memeluk dirinya. Ia mencoba lebih menunduk untuk menutupi kepalanya yang hampir sepadan dengan meja, menghindari tatapan dari pria dewasa didepannya.

"Cihh, kemarilah bocahh. Sebelum aku menemukanmu" ucap pria itu.

Anak kecil itu menahan tangisannya. Ia sangat ketakutan. Perlahan anak itu bergeser dan mencoba melarikan diri dari tempat itu.

Ia merangkak menuju pintu keluar dengan mengendap endap. Berusaha menjangkau sumber cahaya dari pintu itu. Namun sayang, sebuah tangan kasar mencengkram kakinya dan menariknya.

"Akhh.."

"Kemari kau!!" Teriak pria itu.

Ia menarik anak kecil itu dan melemparkannya diantara tumpukkan kursi lama. Anak itu menangis, pandangannya mengarah ke tongkat golf yang selama ini tak pernah absen meluncur dan menghantam ke tubuhnya.

Lagi lagi ia harus merasakannya sekarang. Ia menatap pria itu. Yang senantiasa tersenyum padanya. Pria itu mendekat dan mencengkeram dagunya, membuatnya meringis pelan.

"Peraturan pertama, jangan biarkan dirimu kalah"

Brakkk..

"Akhhh.."

Anak itu meringis ketika lagi lagi sebuah benda keras menghantam punggungnya. Ia berusaha menatap pria dewasa yang berdiri memutarinya.

"Peraturan nomor dua, lakukan segalanya untuk menghindari kekalahan"

Brakkk..

"Akhhh.. sakitt.. ayahh.."

Lagi, pria itu menghantamkan tongkatnya ditubuh anak berusia 9 tahun itu. Kemudian ia berhenti didepan anak itu, ia majukkan badannya.

"Peraturan nomor tiga, jangan takut dengan apapun dan pada siapapun"

Ucapnya sambil menyentuh kepala anak itu. Ia berdiri, meninggalkan anak itu yang tengah menunduk sambil memegangi punggungnya. Langkahnya keluar dengan ringan.

Sedangkan anak itu mendongak, menatap pintu yang tertutup secara perlahan. Matanya menajam, dan mengeluarkan aura kebencian yang mendalam.

Anak itu berdiri perlahan. Ia memegangi kursi yang membantunya untuk berdiri. Sebisa mungkin ia berdiri tegap dan menatap kedepan dengan tatapan tajamnya.

"Jangan takut dengan apapun dan pada siapapun"

Anak itu memejamkan matanya, hingga kepalanya terasa berat. Ia mengusap matanya yang terasa sulit terbuka. Kamudian ia mendudukkan dirinya.

Ia memandang sekitar, melihat keadaan kamar yang sudah sangat terang karena sinar matahari menerobos jendelanya.

Pikiran Jungkook melayang. Ia ingat sangat jelas wajah ayahnya. Ia ingat setiap kesakitan yang diberikkan ayahnya. Hingga membuat dirinya dan ibunya harus berjuang menghidupi neneknya dahulu.

Naas, neneknya tak bisa diselamatkan dan dia berambisi menghancurkan ayahnya. Yah, ia benar benar menanamkan semuanya.

Jangan takut dengan apapun dan pada siapapun.

"Aku beruntung, karena berhasil merebut Jeon Company menjadi milikku" ucapnya pelan sambil mencoba duduk.

Ia menoleh kala pintu terbuka dan mendapati seorang gadis yang tengah meletakkan secangkir kopi. Gadis itu menoleh.

ECCEDENTESIASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang