18. Pregnat?

122 12 5
                                    

Hellooo. Pakabar?
Happy reading ❤️🌹





Sudah seminggu semenjak Yuna menemui Jimin. Terus bungkam tanpa disadari oleh Jungkook jika istrinya itu sudah tau semuanya. Tak mudah bagi Yuna untuk terus bersikap seolah baik baik saja. Iapun cukup memahami kenapa Jungkook begitu kasar padanya. Semua karena ulah ayahnya. Tuan Jeon.

Seminggu itu pula dirinya cukup menghindari suaminya. Bahkan ia sering beralasan istirahat kala makan bersama. Jungkook terkadang marah padanya karena merasa tidak dihargai sebagai seorang suami. Namun, apa boleh buat? Kebenaran itu seakan membuat dirinya mual saat melihat Jungkook. Entah kenapa tapi Yuna benar benar sering sekali merasa lelah, ingin marah marah, bahkan tidak mau dekat dekat dengan Jungkook. Ia selalu mengatakan jika aroma Jungkook itu sangat tidak enak. Dan syukurlah suaminya itu sudah mulai membuang semua koleksi parfum mahalnya. Jungkook tipe suami yang pengertian, dan Yuna sangat bersyukur akan hal itu. Jungkook mampu bersikap dewasa sehingga tidak memancing perkelahian diantara mereka.

Yura menatap wanita yang sudah melahirkannya. Wanita itu duduk didepannya dengan senyuman manis seperti biasanya.

Sedetik kemudian, nyonya Shin terbatuk hingga membuat Yuna langsung melompat ke arahnya. Jemari lentiknya langsung menopang bahu sang ibu.

"Eomma baik baik saja? Apa yang sakit eomma?" Tanya Yuna. Wanita itu hanya menggeleng sambil mengelus rambut Yuna.

"Sayang, bagaimana kabar suamimu? Kalian baik baik saja kan?" Tanyanya pelan

Yuna mendadak bungkam. Raut khawatir Yang sebelumnya ia rasakan mendadak hilang tergantikan raut datar.

"Kami baik baik saja." Balas Yuna.

Nyonya Shin tersenyum kala menyadari semua baik baik saja. Tubuhnya yang semakin lama semakin ringkih membuatnya merasa seolah tak rela jika mengetahui anak semata wayangnya tidak merasa bahagia. Ia ingin suatu saat nanti kala Tuhan sudah memanggilnya, cepat atau lambat, anaknya sudah menemukan sosok orang yang bisa melindunginya, menjaganya, dan membahagiakannya. Mungkin, Jungkook lah orangnya.

Dilain sisi, Yuna merasa bersalah kala melihat wajah teduh dari ibunya. Pikirannya melayang memikirkan kakaknya. Kakaknya sudah kembali, namun mereka belum bisa mengungkapkan semua itu pada ibunya. Situasinya sangat sangat belum memungkinkan. Namun, dilain sisi Yuna benar benar ingin menghapus semua rasa pedih di mata ibunya dengan cara mempertemukan mereka. Namun, lagi lagi waktunya belum tepat.

"Na, Yuna??"

Yuna mengerjab. Ia menatap ibunya kala merasakan guncangan di bahunya.

"Kenapa malah melamun?" Tanya wanita itu.

"Aku-" gadis itu mendadak menutup mulutnya. Rasa pahit dan mual mendadak menyeruak ke tenggorokannya. Maka, memilih langkah seribu ke wastafel adalah hal yang tepat.

Ia dapat mendengar suara nyonya Shin berlari ke arahnya. Yuna memuntahkan semua isi perutnya. Rasanya benar benar sakit di bagian tenggorokan. Gadis itu mengingat seharian ini belum makan karena setiap makanan yang masuk ke mulutnya, tubuhnya seakan memberikan penolakan berupa muntahan. Bahkan gadis itu menjadi pemilih makanan. Maunya makan sesuatu yang sulit didapat. Dan akibatnya sekarang ia kembali muntah,  Dan hanya cairan kuning yang keluar. Sekarang ia merasa bersalah.

"Astaga sayang, bagaimana perasaanmu? Apa kau tidak makan seharian? jangan jangan kau keracunan makanan? Atau kau makan udang ? Iya kan? Kau makan udang?" Nyonya Shin tampak tak bisa membendung raut khawatirnya. Tangannya menekan nekan tengkuk Yuna sambil mengusap bahunya.

Yuna mendongak mengelap bibirnya dengan usapan terakhir dan mencuci tangannya. Ia menoleh ke arah ibunya.

"Aduhh eomma jangan khawatir. Aku baik baik saja dan tidak makan udang, hanya kelelahan" ucapnya mengingat Jungkook benar benar menggaris bawahi Yang satu itu.

ECCEDENTESIASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang