“Nothing fixes a thing so intensely in memory as the wish to forget it.”
|
•
|
Aku diam. Tidak sanggup bicara atau bahkan sekedar mendongak saat nama itu disebut.
Saat ketukan sepatunya terdengar, aku dapat langsung mengenali bahwa itu adalah langkah Jimin. Langkah sepatu mahal milik Park Jimin.
"Selamat malam semuanya, perkenalkan namaku Park Jimin."
Semua orang bertepuk tangan meriah saat Jimin tersenyum sesuai memperkenalkan dirinya.
Aku menggigit bibir bawah gelisah, takut-takut aku mendongak melihatnya sedang mengedarkan pandangan seperti sedang mencari seseorang.
Dari ujung penglihatan, kulihat Jimin membisikkan sesuatu kepada seseorang yang kutahu adalah MC dalam acara ini.
Sial. Firasatku mengatakan semuanya akan semakin buruk saat melihat MC itu mengangguk mengerti.
"Semuanya, bagaimana jika kita saling berdansa sekarang?" Ucap MC dengan semangat.
Para karyawan segera saja bersorak, jelas menyetujui ajakan tersebut. Namun sebelum dansa dimulai, Sang MC lebih dulu berkata kembali.
"Ada yang dalam satu meja terdiri lebih dari 5 orang disini?"
Kuedarkan pandanganku kesekeliling, seketika mengumpat kesal karena kuhitung dalam satu meja terdapat 7 orang.
Jika saja Jungkook dan Cheonsa beserta teman-teman mereka tidak pindah, kupastikan meja ini akan beranggotakan dibawah 5 orang.
Aku lagi-lagi merutuki diri, memendam emosi terutama untuk kesialanku.
Mengetahui hal itu pula, semua orang dalam meja spontan beradu pandang. Semuanya tentu tidak ingin keluar dan menjadi orang yang harus memisahkan diri.
"Jika ada 3 wanita dalam satu meja, harap salah satunya maju kedepan."
Ucapan Sang MC semakin membuat kekesalanku bergejolak. Ini benar-benar memojokkanku. Aku berani bertaruh, inilah yang diinginkan Jimin. Membuatku maju ke depan karena kulihat pria itu dengan susah payah menyembunyikan senyumnya.
Cheonsa menatapku dan Yoora secara bergantian. Jelas ia tidak ingin maju ke depan, terlihat sekali dari tatapannya.
"Hye, bagaimana jika kau saja yang maju?" Pertanyaan Cheonsa lebih terkesan memerintah daripada bertanya. Belum sempat aku menjawab, bujukan Yoora juga semakin membuatku terpojok. "Aku sebenarnya mau saja, tapi perutku sedang tidak dalam kondisi baik. Mungkin aku harus ke toilet sebentar lagi. Mianhae Hyeri-ya."
Aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan raut kesalku. Baru kali ini aku merasa semarah ini pada Cheonsa.
"Hyeri-ya.. Jebal.."
Kuarahkan pandanganku pada Jungkook yang terlihat tidak yakin. Aku merasa dirinya juga ingin aku yang pergi ke depan agar Cheonsa tetap disampingnya dan berdansa dengannya.
"Aku benci ini." Aku menghela nafas kasar dan pada akhirnya memutuskan untuk berdiri dan pergi ke depan.
Kulihat Jimin tersenyum manis kearahku, sangat puas bahwa rencananya berhasil.
Saat aku sampai di depan, Sang MC berbicara kembali. "Kalau begitu, kita mulai acara dansanya!"
Musik mulai diputar, dan lampu-lampu mulai dipadamkan. Yang tersisa disini hanya aku dan Jimin. Aku menatap lantai dan tidak ingin memulai pembicaraan.
"Hyeri-ya.."
Aku mendongak, mendapati Jimin menyodorkan tangannya. "Mau jadi partner dansaku?"
Aku melihat tangan itu dalam diam. "Apa tangan ini yang memasukkan cincin ke jarinya?"
Jimin menghela nafas dan memutuskan untuk meraih tanganku. "Sudah kubilang berapa kali Hye, ini—"
"Aku tahu." Ucapku menyela. "Tapi entah kenapa hatiku selalu tidak bisa menerimanya."
"Aku minta maaf." Jimin lagi-lagi menghela nafas. "Aku dengannya sudah berakhir, Hyeri-ya."
Aku tersenyum tipis. "Jadi itulah alasan mengapa kau kembali setelah satu tahun menghilang?"
Jimin menatapku bersalah. "Selama satu tahun itulah aku mengurus perceraianku yang beberapa kali ditolak."
"A-apa?" Aku bungkam.
Jimin tersenyum sangat tulus padaku. "Aku selalu mencintaimu Hye, bahkan saat menikah dengannya aku selalu membayangkan dirimu."
"Kau bohong." Susah payah kutahan air mataku agar tidak jatuh keluar.
"Bagaimana jika aku jujur?" Jimin mengecup tanganku lembut. "I always loves you."
Aku menggeleng, masih berusaha menyangkalnya. Bohong sekali jika aku sama sekali tidak terenyuh dengan kalimatnya barusan. "Kau jahat.."
Jimin menarik tanganku dan memeluk tubuhku. Dapat kurasakan aroma tubuhnya yang lembut, yang sama sekali tidak kucium selama setahun kebelakang.
"Pukul aku jika kau masih merasa sakit, atau bahkan bunuh saja aku. Tapi tolong jangan menghindar dariku Hye, kau tahu aku tidak sanggup."
Perlukah aku membuka hati untuknya lagi?
•••
Angin malam menerpa wajahku dan kurasakan dingin di sela-sela tubuh.
"Apa kau tidak kedinginan? Dress mu terbuka sekali."
Kurasakan Jimin mengenakkan jas-nya pada tubuhku. Aku tersenyum tipis. "Gomawo."
"Sudah lama sekali aku merindukan ini semua." Jimin menghela nafasnya dalam-dalam.
"Kau bisa melihat ini di Canada." Ucapku sambil melihat bintang.
"Canada tidak indah Hye." Jimin menghembuskan nafasnya. "Korea adalah yang terbaik."
"Lalu kenapa tidak kembali?" Tanyaku pelan namun tetap bisa didengar oleh Jimin.
"Visa ku ditahan oleh orang tuaku." Jimin tersenyum tipis. "Kau tahu kan mereka seperti apa?"
"Aku tahu." Jawabku singkat. "Dan mereka juga tidak pernah menyukaiku."
[]
Hyeri ma Jimin aja yaa. Jangan sama Jungkook sakit mulu. :(
Next-13:
"Americano? Itu kesukaan Jungkook, apa kau lupa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Hassles ✔
Fanfic[COMPLETE•Follow first] 'Choose one. The Cold CEO, The 'Bad' Guy, or Ex-boyfriend?' Hidupnya sudah rumit disaat Hyeri harus berurusan dengan atasannya yang kelewat misterius, Kim Taehyung di Perusahaan. Semua kerumitan itu seakan bertambah dikala di...