We're Hoteliers

14.6K 887 52
                                    

"Longtime ago, people who sacrificed their sleep, family, food, laughter and other joys of life were called Saint. Now, they are called Hoteliers"
Anonymous.

"Bisa dibantu di sebelah sini, Bu, silahkan."
Aku menyapa sambil menghampiri salah satu tamu yang berada dalam barisan antrian sebelah kiri di depan meja reception. Sebelumnya tamu tersebut sibuk memainkan ponsel iphone yang tak kuketahui tipe berapakah itu.
Dia tidak menyadari bahwa sudah tidak ada lagi orang yang berdiri di hadapannya.

"Saya mau check in mbak," katanya agak terburu - buru sambil menyimpan sebuah ktp di atas meja reception yang berada tepat di depanku.

"Baik, Bu, saya bantu proses registrasi dulu ya. Check in time kami idealnya pukul dua siang, tapi jika ada kamar yang sesuai dengan pesanan Ibu sudah bersih lebih cepat pasti akan..."

"Pokoknya diusahain aja ya mbak wajib secepatnya soalnya saya dari subuh berangkat dari Jakarta. Anak saya gak sabar pengen renang. Terus kami juga mau pergi jalan - jalan ke Lembang biar gak terlalu macet. Saya udah bayar lunas ya, dan tolong kasih saya kamar sesuai request yang saya tulis!"

Ya Allah, sabar.
Ini ujian pertamaku di morning shift kali ini.
Aku merasa menyesal, kenapa tadi aku tidak pura - pura masih sibuk saja mengumpulkan jeda waktu agar teman incharge di sebelahku yang duluan menyapa dan menghampirinya.

"Baik, Bu, saya cek dulu. Mohon ditunggu sebentar," jawabku sigap namun masih ku jaga agar tetap tersenyum tulus.

Cara tamu itu memotong pembicaraanku serta segudang penjelasan yang terkesan 'memaksa ingin early check in' merupakan menu paket panas lengkap sarapanku di pagi hari yang cerah ini, karena sejujurnya perut malangku baru ku isi dengan setengah gelas air galon dispenser back office yang nyaris habis.

Ini adalah horor tingkat awal.
Sebagai seorang resepsionis pasti kamu memiliki 'feeling khusus' untuk bisa merasakan tentang suatu hal buruk atau baik yang akan segera menimpamu dalam hitungan detik jika pertama kali tamu datang menghampiri sudah memperlihatkan gelagat ataupun mimik muka yang tidak bersahabat.

"Sial banget! Gara-gara kebablasan ga solat subuh jadi dapet tamu istimewa," gerutuku dalam hati.

Aku berkali-kali memeriksa sistem hotel untuk mencari nama 'Elivia' yang tertera sesuai di ktp, namun belum bisa kutemukan. Segala kemungkinan ejaan nama yang mendekati kuketik ulang, mungkin saja 'double l' menjadi Ellivia, atau salah satu huruf 'i' nya ada yang memakai huruf 'y' menjadi Elivya, tetapi tetap saja namanya tak muncul.

Kenapa reservasi atas namanya tidak ada? Apa mungkin tim reservasi belum menginputnya ke dalam sistem? Atau memang tamunya salah pesan hotel?
Segera ku ambil langkah untuk menelepon salah satu tim reservasi yang sedang incharge. Namun sial, hasilnya nihil. Dia sudah membantuku memeriksa di seluruh sistem pemesanan kamar hotel kami, melalui email ataupun extranet online travel agent, tetapi tidak ada satupun pembookingan kamar kedatangan hari ini atas nama 'Elivia'.

"Maaf bu, saya mau make sure aja untuk reservasinya apa betul menggunakan nama ibu sendiri atau mugkin ada nama lain? Lalu apa boleh saya lihat konfirmasi pemesanan atau voucher nya untuk saya cek terlebih dahulu?"
Akhirnya, kulayangkan pertanyaan yang sebenarnya enggan kuungkapkan karena dari awal gerak-gerik dan tipikal tamu tersebut sudah bisa ku tebak sampai akhir.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang