Speechless

3.7K 425 16
                                    

Hari sabtu, tepat pukul delapan pagi aku sudah duduk di sebuah kursi yang terletak persis di depan kamarku sambil menyeruput secangkir teh manis.

Para penghuni kamar kosan yang lain masih terhanyut di dalam mimpi mereka masing - masing. Karena sejujurnya, ketika weekend tiba, aktivitas kehidupan disini biasanya baru akan di mulai dari jam sebelas siang.

Sejujurnya, aku pun merasa aneh dengan diriku sendiri saat ini. Biasanya, ketika hari libur aku akan bermalas - malasan di atas kasur dan tidak mengindahkan kebersihan serta kerapihan diriku sendiri. Aku akan bangun tidur lebih siang dan mengubah breakfast time menjadi brunch time.

Tapi nyatanya, pagi ini aku bangun lebih awal. Dan mataku sulit terpejam kembali. Bahkan, beberapa menit yang lalu aku sudah mengguyur badanku dengan siraman air dingin yang cukup membuat seluruh permukaan kulitku bergidik hebat.

Oh ya, just for your information, biar kalian nggak penasaran setengah mati bahwa ajakan Revaldo yang ingin bertemu denganku tempo hari, sudah langsung kutolak saat itu juga. Walaupun setelahnya, dia berani untuk terus mengirimiku beberapa chat yang tujuannya berusaha untuk mengubah jalan pikiranku agar aku bisa menemuinya. Karena aku merasa risih dengan sikapnya tersebut, kuputuskan untuk memblokir kontaknya di semua media sosialku.

Katakan, semua hal yang sudah kulakukan itu sudah benar, bukan ?

Hari kamis kemarin pun, aku sudah mengajukan surat resign pada Pak Revan. Mau tidak mau beliau dan pihak management harus menyetujuinya, karena aku tidak memiliki banyak waktu dan pilihan lain lagi. Jabatanku sebagai group coordinator akan digantikan oleh staff lain, hanya saja orangnya belum ditentukan.

Mengingat bahwa aku masih memiliki beberapa hari cuti yang masih belum sempat terpakai dan masih belum expire, maka one month notice-ku tidak akan kujalani selama satu bulan penuh. Mungkin sekitar H-12 sebelum pernikahan, aku sudah tidak akan bekerja lagi di hotel. Dan syukurlah, karena diriku bisa berkonsentrasi terhadap serangkaian acara yang akan dilaksanakan sebelum akad pernikahan.

Kali ini, aku memasang earphone dan memilih untuk menikmati alunan musik pop yang kunyalakan dari ponselku. Kupejamkan kedua mataku untuk bisa lebih menghayati makna dari beberapa lagu yang kudengar, dalam kurun waktu yang cukup lama.

Sampai pada akhirnya, sebuah kecupan yang mendarat di keningku beberapa detik yang lalu, telah berhasil menyentakkanku. Kulihat sosok seseorang yang dalam tiga minggu ke belakang ini sudah kumusuhi secara diam.

Dia tersenyum manis sambil membuka earphone yang masih terpasang di kedua telingaku secara perlahan.

"Good morning, honey ! Jangan dibiasain tidur diluar gini dong ! Nanti kalau ada yang nyulik calon istriku gimana coba ?" katanya sambil mengelus puncak kepalaku.

Aku langsung berdiri dari tempatku duduk. Ketika kami sudah saling berhadapan, kupegang kedua pipinya, sambil agak mencubit.

"Aduh ! Sakit tahu !" rintihnya.

"Cuma ngecek, ini nyata apa enggak," kataku sambil melepaskan kedua tanganku dari pipinya. "Sepagi ini udah nyampe Bandung. Mau ngapain ?"

"Mau ketemu calon istrikulah ! Aku kangen banget sama kamu, udah nggak kuat pengen cepet - cepet ketemu dari kemarin - kemarin," jawabnya sambil hendak memelukku, namun aku langsung menghindar dan memilih untuk menyeretnya masuk ke dalam kamar.

"Jangan sembarangan meluk - meluk gitu kalau lagi di luar. Ada cctv !" kataku mengingatkan.

"Gimana ceritanya sama pasangan yang kumpul kebo disini ? Cctv cuma formalitas, kayaknya. Cuma dbutuhin pas ada maling doang," tuturnya dengan enteng. Aku hanya tertawa kecil mendengarnya

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang