Our First Date

5.2K 582 25
                                    

Aku pulang kerja sekitar pukul enam sore.
Dari jam sebelas lewat tadi, ketika Pak Aldo memanggilku beserta Riani, Firman dan Ardiya untuk segera naik kembali ke lobby, para tamu grup yang berasal dari dua perusahaan yang berbeda datang secara serentak untuk check in staggered*. Untungnya, malam kemarin occupancy hotel tidak begitu penuh, banyak kamar kosong yang sudah bersih dan hanya perlu di touch up sedikit oleh tim housekeeping sehingga para tamu tidak harus menunggu sampai pukul dua siang, waktu idealnya untuk check in time.

Suasana lobby saat tadi sangat gaduh seperti pasar tumpah. Gerombolan orang yang terus berdatangan tidak ada hentinya. Wajar saja, hampir seluruhnya kamar hotel yang ditempati saat ini berasal dari tamu grup meeting.

Tenggorokanku terasa sangat kering karena terus menerus mengulang perkataan yang sama di depan para tamu yang berbeda. Namun, untungnya tamu grup seperti ini tidak terlalu banyak meminta hal - hal yang rumit jika dibandingkan dengan tamu keluarga.

Ketika waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, suasana di lobby mendadak sunyi senyap seketika. Situasi pasar kini berganti menjadi selayaknya lobby hotel bintang lima. Semua tamu grup sudah masuk ke dalam kamar mereka masing - masing. Bahkan, sebagian dari mereka ada yang sudah memulai acara meeting di ballroom.

Saat ini aku baru terbangun dari tidurku, ketika kulirik jam weker sudah menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Kuraih ponselku yang daritadi tergeletak di atas meja di samping kasurku.

Sial!
Aku baru ingat!

Aku lupa menghubungi Pak Arkana, laki - laki yang saat ini sudah berstatus menjadi pacarku, karena tadi suasana di hotel cukup hectic. Setelah selesai mengurus grup check in, aku membantu Firman untuk memeriksa ulang closing cashnya. Setelah itu, Kaluna, Sales Manager hotelku, tiba - tiba menyuruhku untuk datang ke ruangan sales yang berada satu lantai di bawah lobby untuk berdiskusi mengenai hal - hal penting dari grup pegangannya yang sudah datang hari ini. Aku berada cukup lama di sana. Tidak hanya Kaluna, sales yang lain juga membutuhkan bantuanku mengenai room arrangement untuk grup yang akan datang. Setelah itu, aku kembali ke back office untuk melakukan hand over kepada Bu Tere dan staf yang incharge afternoon shift mengenai beberapa hal penting dari sales yang harus diperhatikan oleh departemen Front Office.

Saat ini aku merasa sangat terkejut, ketika kulihat ada 15 panggilan tak terjawab di layar ponselku.
Panggilan tersebut dimulai dari siang tadi, saat dimana aku menjanjikan akan menghubungi Pak Arkana kembali, namun tak sempat kulakukan. Panggilan terakhir dilakukan sekitar pukul tujuh malam ini. Jujur, aku tidak menyadari hal itu karena aku tidak sempat memeriksa ponselku. Ditambah lagi, sejak sore tadi aku tidak sempat mengganti silent mode ponselku karena kondisinya sudah lowbat. Ketika sampai di kosan, aku langsung mengisi baterai ponselku yang sudah dalan keadaan mati total. Lalu aku tertidur lelap tanpa mempedulikan apapun lagi.

Aku langsung menekan tombol telepon untuk melakukan panggilan pada Pak Arkana saat ini juga. Hanya terdengar nada sambung yang cukup lama.

"Hallo, Pak! Maaf banget ya, aku ketiduran. Tadi Aku sibuk banget banyak kerjaan, jadi belum sempet call back," kataku dengan nada menyesal setelah memastikan panggilanku sudah diangkat oleh si pemilik nomor.

"Naya, kamu dimana sekarang?" tanya Pak Arkana dari seberang. Suaranya agak terburu - buru.

"Dikosan, Pak. Aku baru bangun tidur banget ini," jawabku datar.

"Kamarmu di sebelah mana, ya? Saya di bawah sekarang." Aku tertegun sejenak.

"Hah? di bawah? bawah mana maksudnya?" tanyaku kebingungan.
Wajar saja karena pikiranku saat ini masih agak linglung.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang