Decision

4.6K 441 35
                                    

Sekitar pukul sepuluh lewat tiga puluh menit, aku berangkat dari kosan menggunakan gocar ke hotelku. Tentu saja aku tidak perlu repot menyetir sendiri selama pacarku bersedia menjadi sopir pribadi.

Sejujurnya, hatiku masih ragu ketika kulangkahkan kaki masuk ke pintu lobby dengan mengenakan baju bebas, bukan uniform yang selalu kupakai untuk bekerja. Tatapan mata dari para staff hotel mulai menyorotiku, terutama security yang bertugas di luar lobby dan para concierge. Kulihat Ayara sedang duduk di meja GRO dan melemparkan senyumannya padaku.

Hal ini kupaksakan, karena sebelumnya Pak Arkana memintaku untuk menunggunya di sofa lobby. Ya, kupikir tidak ada salahnya juga, itung - itung melatih mental tempeku di depan umum. Dan bisa dibilang, ini salah satu kemajuan juga karena hubungan kami akan go public.

"Naya !" Panggil seseorang yang suaranya tak asing lagi di telingaku. Dari seberang sana Firman setengah berlari menghampiriku yang sudah duduk di sofa. Dia membiarkan Ishana sendirian menjaga konter FO.

"Gila....tuan putri ngapain ke hotel di hari cuti yang cerah ini ?" kata Firman mulai menggodaku setelah mendaratkan bokongnya di atas sofa yang sama denganku. Suasana lobby saat ini memang agak sepi, namun aku belum melihat sosok HOD satu orang pun berlalu lalang di sekitar sini.

"Kok sepi ? Grup meeting udah pada mulai masuk ruangan ? Kok gue belum liat si Pak Revan juga ? Biasanya jam segini doi mobile, kan ?" kataku meluncurkan sejumlah pertanyaan, tidak menggubris pertanyaan Firman sebelumnya.

"Hari ini kagak ada grup, punya si Aruna di cancel. Terakhir yang meeting tadi malem aja yang di lantai dua. Kalau para sesepuh sekarang masih pada MB, soalnya tadi mulainya telat," jawab Firman.

Wah, baguslah !
Aku tidak perlu repot - repot merasa canggung jika suasananya sesepi ini.

"Jadi sekarang hubungan kalian udah berani go public ?" tanya Firman kembali menginterogasiku. Aku tidak ingin langsung menjawab. Kuangkat tangan kiriku untuk sengaja menyentuh pipi sambil berdehem. Lirikan mataku diarahkan ke jemari yang kini sudah tidak terlihat polos lagi. Firman langsung menyadari sesuatu.

"Anjir ! Gelo siah maneh*, kagak bilang - bilang ke gue. Ieu asli pan, lain duble* ?" pekik Firman sambil menarik tangan kiriku. Dia memperhatikan dengan seksama benda yang memancarkan kilauan kuat yang tersemat dijari manisku. Ayara sempat menoleh ke arah kami berdua karena kehebohan yang dibuat oleh Firman. Letak meja GRO berada di samping sofa yang kududuki dengan rentang jarak yang tidak terlalu jauh.

"Menurut ngana ? Perlu gue liatin sertifikatnya kalau ini berlian asli ?" kataku sombong.

"Gila ! Gila benerrrrr ! Maenannya udah bukan toko emas ABC* lagi. Congrats ya, beb, gue ikut happy," katanya sambil hendak memelukku. Namun, pergerakan tangannya langsung kutepis, karena kami berada di area kerja. Dia hanya memanyunkan bibirnya karena menerima penolakan dariku.

"Kalau lagi nggak di lobby, gue bakal ijinin elu meluk gue. Oh iya, kapan - kapan gue traktir makan deh, elu sama Bu Tere," kataku berusaha membuatnya kembali senang. Dan itu berhasil.

"Yes !" kata Firman sambil mengacungkan kepalan tangannya.

"Bu Tere masuk apa ?" tanyaku.

"Morning, sama kayak gue. Sekarang doi di back office, lagi balesin email dari tamu member yang komplain. Nggak perlu dipanggil lah, kasian lagi fokus. Sama biar nggak tambah heboh juga kalau sama emak - emak," jawab Firman panjang lebar.

"Yaudah, pokoknya nanti kalau ada timing yang tepat langsung cus ya."

"Siap, tuan putri !" balas Firman sigap. "Jadi sekarang lu sama calon suami mau ngedate kemana ?"

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang