The Trauma

3.9K 393 6
                                    

Arkana masih memandangiku dari arah samping dan belum mampu menutup kedua matanya untuk tidur. Terkadang dia bergerak untuk mengganti posisi tidurannya dan sesekali menghembuskan nafasnya secara kasar. Dia tidak lagi berani menyentuhku saat ini, selain tadi telah sempat memelukku dengan erat. Ya, aku sudah menolaknya secara halus untuk menjaga jarak di antara kami sementara ini.

Aku tahu bahwa dia sedang menunggu.

Menungguku untuk berbicara kepadanya, bagaimana semua ini bisa terjadi ?
Menungguku untuk bersedia membagi penderitaan yang baru kualami beberapa jam lalu kepadanya.
Namun, aku lebih memilih untuk diam membisu, tidak mengeluarkan sepatah katapun sejak tadi.

Pandanganku kini menerawang ke atas langit - langit kamar. Entah apa yang sedang kupikirkan dengan keadaan tubuhku yang terasa begitu lemas untuk kugerakkan.

Untungnya, seluruh badanku kini sudah mulai berhenti gemetar. Meskipun kedua mataku sudah sangat memerah dan terasa perih akibat terlalu lama menangis.

Revaldo. Sudah dua kali laki - laki itu membuatku merasakan trauma yang begitu mendalam. Kali ini pun, dia telah berhasil melancarkan aksinya, meskipun pada akhirnya harus gagal. Tapi, tetap saja perlakuannya tersebut telah menyisakan sebuah luka untukku.

Bersamaan dengan segala kekacauan yang telah terjadi, di sisi lain aku merasa sangat bersyukur. Jika saja Arkana tidak meninggalkan file penting di apartemen yang harus segera diambilnya, tentunya mungkin jalan cerita hidupku pada akhirnya akan sangat memilukan.

Tuhan tidak pernah tidur. Dan Dia masih melindungiku dengan segala belas kasih-Nya.

Dia telah menyelamatkan diriku, beserta kehormatanku melalui Arkana, sosok yang selalu mencintai diriku apa adanya.

Sungguh pun aku tidak bisa membayangkan, jika Revaldo, seseorang dengan tabiat seperti binatang itu sampai berhasil memperkosaku, lalu bagaimana aku bisa menghadapi pria terbaik yang sedang berada bersamaku saat ini ?

"Arka...udah tidur ?" tanyaku ketika menyadari suasana yang mulai begitu hening. Aku sudah tidak merasakan lagi pergerakan dari tubuh Arkana yang dinilai cukup aktif beberapa saat sebelumnya.

"Belum, hon. Kamu kenapa belum tidur ?" jawabnya sambil membalikkan pertanyaanku.

"Aku nggak bisa tidur. Aku masih takut untuk memejamkan kedua mataku. Rasanya, sosok Revaldo masih berada disini sekarang," tuturku sambil mengalihkan pandangan ke seluruh penjuru kamar.

"Aku juga belum ngantuk. Dan mana mungkin aku bisa tidur tenang, sementara kamu masih merasakan ketakutan ini sendirian ?"

Arkana hendak menyentuh puncak kepalaku, namun sepersekian detik kemudian dia seperti menyadari sesuatu hal, dan mengurungkan kembali niatnya.

"Tenang hon, aku ada disini sekarang. Dan aku nggak akan pernah ninggalin kamu lagi."

Kini aku memberanikan diri untuk berhadapan dengannya secara langsung. Mulai menatap kedua bola mata yang berwarna hitam legam itu dengan rasa penuh penyesalan.

"Arka....jangan marah padaku ya. Aku akan mengatakan sesuatu yang mungkin akan membuatmu kecewa....atau bahkan merasa telah dibodohi," kataku setengah memelas.

Dengan dipenuhi segala keraguan, akhirnya aku pun harus mengungkapkan sebuah rahasia yang sudah kusembunyikan selama ini.

Mungkin...tidak ada waktu yang tepat, atau bahkan keadaan yang sesuai untuk membicarakan segalanya. Waktu terus berjalan tanpa henti dan berlalu begitu saja. Sama halnya dengan keadaan di sekitar kita yang bisa berubah kapanpun. Kadang berpihak pada kita, atau malah sebaliknya, menjerumuskan kita pada suatu kenyataan pahit yang tidak terduga.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang