Our Story Will Never End

6.2K 409 46
                                    

"Arkaaaa....dua garis biru !"

Aku memekik hebat sambil berlari dari arah kamar mandi untuk menghampiri suamiku yang tengah berada di living room sambil membawa Test Pack di salah satu tanganku.

"Seriously, hon ?" tanya Arkana dengan kedua sorot mata yang berbinar. Dia langsung memeluk diriku saat aku melonjak kegirangan menuju ke arahnya.

"Selamat jadi calon Ayah," kataku sambil mengecup kilat bibirnya lalu memeluk dirinya dengan sangat erat.

"Kita langsung check up ke dokter ya hon, siang ini. Aku nggak sabar pengen lihat calon bayi kita," katanya sambil menciumi puncak kepalaku. Aku hanya bisa menganggukan kepalaku berkali - kali dengan perasaan yang sudah diliputi oleh kebahagiaan sejak tadi.

Dua bulan lebih satu minggu pasca pernikahan, akhirnya Tuhan pun menjawab doa dan harapan kami berdua. Setelah selesai acara resepsi kedua waktu itu, tiga hari kemudian kami langsung berangkat ke pulau Komodo untuk honeymoon.

Seriously ?
Komodo Island is our first destination for making a baby ?
There is no romantic vibes, only an adventure in wild.

Ya, tapi itu ide kepalang brilianku.
Beberapa tahun lalu, saat masih duduk di bangku kuliah, aku sangat ingin pergi kesana. Namun, tidak ada satu orang teman pun yang bisa kuajak, termasuk Mbak Tasya. Pada akhirnya, kini suamiku sendirilah yang berhasil mewujudkan mimpi dan keinginanku tersebut.

Satu bulan semenjak kepulangan kami dari sana, aku iseng mencoba untuk menggunakan test pack, karena jadwal menstruasiku di bulan april telat satu minggu. Berharap bisa tokcer karena sengaja pergi jauh untuk pergi ke negara Bagian Timur. Namun, hasilnya nihil. Aku harus menelan rasa kecewa saat keesokan harinya darah haidku keluar. Ya, Tuhan masih belum menghendaki keinginan kami.

Sebenarnya, Arkana tidak terlalu memusingkan masalah aku bisa langsung hamil atau tidak. Walaupun, dia merasa sudah agak tua untuk bisa menunda - nunda. Aku tahu, bahwa dia tidak ingin membebaniku dengan hal seperti ini. Apalagi, umur pernikahan kami masih terbilang sangat muda. Tidak perlu terburu - buru, katanya. Namun, tetap saja aku tidak bisa menyembunyikan kegusaranku di setiap harinya. Pada akhirnya, saat pertengahan bulan mei lalu, dia memutuskan untuk mengajakku pergi honeymoon yang kedua kalinya.

Tempat tujuan kami berikutnya adalah suatu tempat yang sangat jauh. Berada di benua yang berbeda serta harus menghabiskan waktu perjalanan selama belasan jam dengan menggunakan pesawat terbang.

PARIS.

Sekitar lima minggu yang lalu, kami berkunjung kesana. Kami berdua tinggal di kota romantis tersebut selama kurang lebih satu minggu lamanya.

Arkana pun tak pernah tanggung - tanggung untuk merogoh kocek yang lebih besar saat memilih hotel yang berharga puluhan juta rupiah per malamnya sebagai tempat penginapan kami selama disana.

Hotel bintang lima yang kami tempati berada tepat di seberang sungai seine dengan pemandangan teras kamar yang menghadap langsung ke arah Menara Eiffel.

Aku sangat lebih menyukai pemandangan ketika malam hari. Menara yang memiliki ketinggian mencapai 324 meter itu memiliki lampu - lampu yang akan berkilau dan berkedip ketika matahari mulai terbenam. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain bisa menyaksikan atraksi lampu Menara Eiffel saat malam hari bersama suami tercinta sambil private dinner di teras kamar dan ditutup dengan tegukan Château des Graviers 2015, serta melakukan kegiatan seks di kamar sebagai acara penutupnya.
For God's sake, we really enjoyed our second honeymoon in there.

Adakalanya, dalam dua hari penuh kegiatan yang kami lakukan hanya berada di dalam hotel saja. Kami melakukan seks, ngemil, seks, makan, seks, mandi, seks, menonton TV, seks, live streaming, seks, renang, spa dan seks.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang