Fight The Fear

4.1K 415 23
                                    

Waktu telah bergulir begitu cepat. Rutinitas kerja dan kehidupan yang setiap hari kulalui bersama dengan orang - orang yang sama di sekitarku, masih berjalan normal seperti biasanya. Tidak banyak yang berubah. Walaupun hanya keadaan diriku saja yang nampak sedikit berbeda, dikarenakan sejak tragedi yang terjadi tiga minggu yang lalu.

Keadaan jiwaku masih sama. Namun, beban pikiran dan rasa ketakutanku tidak sekacau sebelumnya. Dampak dari kekalutan yang hanya kupendam sendiri disini, terkadang suatu waktu mendorongku ingin berteriak sekerasnya. Atau mungkin melakukan sesuatu hal yang berbeda sebagai bentuk pengalihan emosi yang masih tersisa.

Satu minggu yang lalu aku dan Arkana bertemu kembali di Bandung. Seperti biasa, dia check in di hotelku, namun tidur di apartemen miliknya. Alasannya sederhana, dia hanya ingin bisa melihatku lebih lama, sekalipun pada saat bekerja. Memang cukup susah jika harus berdebat dengan orang yang kelebihan uang. Biaya menginap seperti itu pun mungkin hanya dianggap sebagai uang recehan logam baginya.

Selama beberapa waktu ini, aku berusaha untuk memulihkan keadaan jiwaku sendiri. Dan seminggu yang lalu, sudah muncul perkembangan yang signifikan, seperti tubuhku saat ini sudah bisa menerima sentuhan darinya. Kami pun sempat berciuman mesra, meskipun hanya dalam durasi beberapa detik saja. Tapi aku merasa sangat lega, bahwa tubuhku masih merasakan dan mau menerima rangsangan oleh sentuhan yang diberikannya. Namun, tetap saja bayang - bayang wajah Revaldo sedikit banyaknya masih menghantui penglihatan kedua mataku.

Seseorang mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk bisa menyembuhkan luka yang dalam dan menghilangkan rasa traumanya. Itu pun tergantung dari tingkatan penderitaan yang telah dialami oleh orang tersebut.

Selama ini aku terus berusaha untuk mengendalikan apa yang kurasakan secara bertahap. Sesungguhnya, berbagai cara dan segala hal apapun akan kulakukan, karena aku tidak ingin terus - terusan memberikan kekecewaan yang lebih lama kepada calon suamiku.

Beberapa hari yang lalu saat aku sedang bekerja, Arkana sempat mengirimi sebuah chat berisikan sesuatu hal yang serius dan malah menjadikan perasaanku semakin bersalah.

Mon Cheri : Hon, seems like I'm going to sell my apartment and will find a new place for us.

Me : Why so suddenly ?

Mon Cheri : There is only a bad memory for you here.

Aku fikir, ketika kamu tinggal di Jakarta nanti, kamu tidak akan pernah sanggup untuk melewatkan hari - harimu di tempat ini.

Me : can we talk about this later ?

I think....it would be better if we discuss it directly

Mon Cheri : Sure. Love you.

Begitulah Arkana Mavendra.
Selalu berusaha untuk memberikan hal yang terbaik untukku, tanpa memikirkan perasaannya sendiri.

Aku tahu, keputusan besar ini pasti sangat sulit untuknya. Mengingat bahwa apartemen yang telah ditempatinya semenjak enam tahun yang lalu itu pasti adalah sebuah tempat yang sangat berarti bagi dirinya. Dia harus melepaskannya begitu saja dan melakukannya semata - mata hanyalah untuk kebaikanku sendiri. Dia rela melakukan apapun untuk selalu membuatku merasa nyaman dan terlindungi ketika berada bersamanya.

Aku masih ingat ketika pertama kali dia menceritakan bahwa apartemen tersebut adalah hasil dari upaya kerja kerasnya dulu. Dan aku bisa melihat pancaran kebahagiaan dan juga kebanggaan besar dari kedua sorot matanya saat itu.

Apartemen yang telah dibeli dan sedang ditempati olehnya tersebut merupakan salah satu miliknya yang sangat berharga. Bukan soal jumlah rupiah yang menjadi permasalahannya, tapi lebih kepada sebagai bentuk salah satu simbol kebanggaannya yang pertama. Simbol dari hasil pencapaian karirnya di masa dulu.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang