The Past

4.1K 448 17
                                    

Arkana terus membuntuti kemana pun kakiku melangkah saat ini.

What ? Just call him, Arkana ? Without 'Pak' or 'Bapak' ?

To be honest, aku masih sangat merasa kesal !
Di mulai dari saat ini, sampai ke depannya, SELAMANYA, embel - embel 'Bapak' atau 'Pak' yang merupakan tanda penghormatan dariku untuk dirinya, akan kutanggalkan !

Kini dia sedang menuntut penjelasan atas pertanyaan sederhananya beberapa menit yang lalu. Namun, aku masih belum meresponnya. Ya, memang sengaja.

Seriously ? Dengan tingkat amarah yang sedang menyelubungi diriku saat ini, kami harus membahas masalah, bagaimana aku bisa memiliki kemampuan bahasa Prancis yang katakanlah selevel dengan calon Sarjana yang akan segera sidang skripsi ?

Jika harus membahas sebuah perbandingan, tentu saja rasa ingin tahuku, serta beberapa penjelasan yang aku tunggu - tunggu seharian ini, dan tak kunjung keluar dari mulutnya, tidak akan pernah bisa sebanding dengan pertanyaannya tadi yang agak menuntut. Bahkan jika ku pikir - pikir, pertanyaan itu tidak layak untuk dijawab dalam situasi kami yang seperti ini.

"Hon, please. Don't be angry with me. I'm so sorry," katanya saat aku sedang sibuk mengambil baju ganti dari dalam tas.

"Aku mau pake baju, boleh keluar dulu ?" kataku dengan jutek.

Arkana langsung meraih kedua tanganku dengan wajah yang memelas.

"Maafin, ya. Aku bisa jelasin semuanya sekarang."
Tatapan matanya mengunci pandanganku saat ini.

"Kamu mau aku masuk angin, karena kelamaan pake handuk doang ? Ya udah, aku ke kamar mandi aja," balasku tidak terpengaruh, seraya hendak melangkahkan kaki untuk pergi, tapi tubuhku langsung ditahan olehnya.

"Nggak perlu, Aku aja yang kesana," katanya menyerah.

"Kamu bisa nunggu di living room kali ! Ngapain juga musti ke kamar mandi ?," komentarku kesal.

Memang iya, kan ? Kenapa dia harus repot - repot masuk kesana, jika living room adalah pilihan yang lebih baik ?

"Aku sekalian mandi. Tampilanmu sejak keluar kamar tadi udah bikin libidoku naik," tuturnya dengan lancar, sambil melangkahkan kaki menuju arah kamar mandi.

"Oh ya, selesai aku mandi, kita perlu bicara serius," katanya kembali, sesaat sebelum menutup pintu.

***

Kedua tanganku dilipatkan ke depan dada sambil masih memasang muka sinis. Bahkan ketika duduk di sofa yang sama pun, aku sengaja menyisakan jarak di antara kami. Membangun sekat diantara kami dengan dua tumpukan bantal kecil yang ditempatkan di tengah - tengah kami berdua.

Arkana sangat memakluminya, karena aku masih diliputi perasaan emosi saat ini. Dia tidak banyak bicara ataupun protes setelah selesai mandi tadi.

"Aku dan Aretha bertemu di Paris, sewaktu sedang menyelesaikan studi masterku. Dia sedang mengunjungi Ibunya yang sudah menikah dengan orang Prancis dan menetap disana. Disitulah, awal mula pertemuan kami berdua. Dia juga adalah mantan tunanganku lima tahun yang lalu, kami hampir menikah. Dua minggu sebelum hari H, aku memergokinya tengah berselingkuh dengan laki - laki yang selama disana telah menjadi teman kami berdua. Sejak kejadian itu, kami tidak pernah bertemu atau menjalin komunikasi lagi. Sampai akhirnya, tadi malam sewaktu aku baru kembali ke hotel dan untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, kami bertemu kembali di dalam lift. Dia memaksaku untuk mengobrol dengannya....."

"Mengobrol di lantai dua yang suasananya sudah sepi untuk ngajak balikan lagi ?" tukasku tanpa jeda.

"Hei....bagaimana kamu bisa tahu sedetail itu ? Apa sebelum kesini kamu memeriksa cctv hotel dulu ?" tanyanya heran.

Hotelier's Life (Completed) [SUDAH TERBIT E-BOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang