Part 3 Pantai

203 12 0
                                    

Deburannya masih sama, irama ombak beriringan mengantarkan setiap tapak kaki ini menuju ke tepian, meski pelan waktu membuatku sadar, hatiku masih tetawan oleh orang yang sama

Sun rise perlahan muncul, inilah fajar. Hangatnya mengantarkan aku pada kenangan itu, masa itu.

Satu tahun yang lalu...

"Ibu tidak akan memaksa kalian menikah saat ini, Ibu hanya ingin kamu meminang anak ibu Nak Fajar. Jadi kalau ada orang lain yang mau melamar senja, ibu bisa bilang, sudah ada kamu yang memilikinya. " sayup sayup suara ibu terdengar dari luar, aku yang masih di kamar berdebar menanti jawaban mas Fajar.

" Maaf bu, untuk saat ini, saya masih ingin menggapai cita-cita saya, saya ingin di masadepan nanti, anak ibu bahagia bersama saya, kalau saya sudah mapan." ujar mas fajar

" Tapi sampai kapan anak ibu senja, harus menunggu tanpa kepastian. Anak ibu perempuan, apa kata orang kalau kamu menggantung nasibnya tanpa kepastian." Ucapan ibu kali ini membuat nafasku sesak sesaat.

" Kalau ada orang yang mau melamar senja, ibu bilang saja kalau senja sudah menjadi milik saya, tunangan saya. "

" Kamu pikir Ibu Gila? Mengakui sesuatu yang belum terjadi? " Ibu mulai meninggikan suaranya.

" Silahkan kamu pulang nak Fajar, Senja butuh lelaki yang bisa memberi kepastian bukan janji." Ayah akhirnya menimpali.

" Saya serius dengan senja pak, saya ingin menjadikan dia istri saya kelak, tapi beri saya waktu. " Mas Fajar Kembali meyakinkan Ayah.

" Pergi, saya akan menunggu kesiapan nak Fajar, tapi saya tidak menutup pintu bagi siapapun yang ingin meminang anak saya."

Final

Kata - kata ayah kali ini membuatku tertegun, air mata terus mengalir. Sesak rasanya. Melihat mas Fajar meninggal kan rumah dengan gontai.

Flashback off

" Seandainya saja, waktu itu kamu memberi kepastian Mas, semua tidak akan begini." lirihku pada angin yang berdesir.

Suaraku terbang bersama ombak dihantam angin melesat.

" Masih suka menikmati ombak Senja?"
Suara itu menyadarkan lamunanku

" Mbak Sita? Kapan datang?" tanyaku sambil memeluk kakak sepupu ku

" Kemarin, masih suka menikmati fajar?"

" Iya Mbak, hangat." Ucapku

" Dapat salam dari Fajar di Malang." ucapan bak sita ini membuatku bingung.

" Fajar sama hancurnya dengan kamu, masih suka ke pantai. Masih suka menikmati senja. Dan masih suka menceritakan kamu."

" Masak sih Mbak?"

" Iya, beri dia waktu untuk sembuh senja. Jangan menawan hatinya, kalau kamu memang tidak bisa bersamanya lagi."

Bagai petir, ucapan mbak sita sungguh membuatku terpukul.

" Adikku Fajar, berhak menemukan wanita lain, kamu sudah memilih Awan, tunanganmu. Lepaskan Fajar saja."

" Aku juga terluka mbak, bukan cuma mas Fajar. " lirihku

" Tapi Fajar Jauh terluka. Dia seperti mayat hidup. Kamu adalah penyebabnya. Apa kamu tidak bisa, menunggu sebentar saja Senja?"

" Ada apa ini?"

Awan. Suara Awan. Yah...suara Awan.

" Kamu tanyakan pada tunanganmu." mbak Sita pergi meninggalkan aku berdua dengan Awan.

Awan menatapku tajam tapi sorotnya penuh kasih. Aku tahu, Aku merasakannya.

" Tidak Usah dijelaskan senja. Aku tau kamu, kamu tak perlu menjelaskan apapun."

" Bagaimana jika, aku bukan jodoh mu mas? Tanyaku pelan.

" Aku meminangmu, bukan karena aku hanya sekedar memilihmu. Tapi karena Allah memilihmu."

Terperangah dan kaget.
Aku membeku.

" Aku melihat mu di setiap tahajudku. Disepertiga malamku ada kamu. Jawaban dari doa ku selama ini. Aku memilihmu Senja, karena kamu pilihan Allah." Mas Awan menggengam tanganku. Tersenyum.

Manis. Pikirku. Aku selalu suka orang ini, gaya bajunya, cara berpikiran, saat ia tersenyum, bicara dan sorotan matanya. Aku suka wanginya. Suka segala. Tapi hati ini masih milik mas Fajar. Ya tuhan...

" Sudah terik, matahari sudah meninggi, kamu gak mau hitam kan?" Kelakarnya. Menarik tanganku ke tepi pantai. Membawaku melangkah bersama dengan tangan terpaut.

Aku diam, mengikutinya.

Semoga kelak, hati ini akan membawa aku padamu Mas Awan. Sepenuhnya.

Yakinkan Aku tuhan.

Sudut kota malang. Terminal bus Arjosasi.

" Senja, ini saatnya aku kembali memenangkan hatimu. "

Seorang laki- laki dengan sorot mata tajam. Menunggu bus yang akan mengantarkannya ke tempat sang kekasih hati yang masih menempati hatinya.

Cukup

Sudah waktunya muncul. Saatnya kembali memperjuangkan cintanya.

SENJA SANG FAJAR (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang