Mentari begitu terik siang ini, Senja baru saja selesai dari tugas mengajarnya. Perjalanan pulang seperti biasa, sudah diniatkan akan membeli makanan ringan untuk sang tunangan yang akan berangkat ke jogja sore nanti. Senyum simpul menghias wajahnya. Meski hatinya masih bingung, di satu sisi cinta nya masih milik Fajar, namun tidak siap untuk kehilangan jauh Awan.
Jangan katakan Senja serakah, ia hanya berusaha mengikuti alur sang kuasa. Saat Senja ingin Fajar yang hadir berjuang untuknya. Malah Awan yang Allah kirim untuk meminangnya. Jangan katakan Senja tak berprinsip, karena nyatanya ia sangat berkorban, menjaga hati kedua orang tuanya, masih teringat betul saat Awan datang meminangnya, wajah sang ibu berseri bahagia, dan ia tak sanggup mematikan senyum di wajah sang ibu.
Terkadang dalam hidup, ada banyak hal datang tanpa alasan, tapi cukuplah kita menjalankan dengan penuh keyakinan bahwa tuhan sudah menuliskan jalannya.
Jangan bahas soal jodoh. Kita tak pernah tahu hati kita untuk siapa dan siapa yang akan kita nikahi." Apa kabar Senja?"
Suara bariton itu milik...
Dia... Fajar.
" Mas Fajar?"
" Tidak bertemu, tidak membuatmu melupakan aku kan?" katanya mendekat.
" Kapan datang? "
" Apakah itu penting? "
" Ehm... Aku..."
" Mau ngobrol berdua? Ayolah senja sudah lama gak ngobrol, mau makan siang dulu? Warung pinggir sawah? " Ucapnya seraya tersenyum.
" Aku harus pulang Mas, jadi..."
" Perlu aku minta ijin Awan dulu, untuk sekedar makan bersama tunangannya? "
" Tidak, tidak perlu, aku hanya akan makan dengan teman lama, mas Awan akan ngerti."
" Teman lama yah? " Ada sedikit nyeri di hati Fajar mendengar itu. " Baiklah. Hayo aku bonceng, aku gak bawa sepeda. Tidak masalah kan boncengan dengan teman lama? Kecuali..."
" Kecuali apa Mas? "
" Kecuali kamu takut jatuh cinta pada teman lama mu ini?, atau sebenernya masih cinta ya? " Tanya fajar
" Jadi makan nggak sih? " ujarku kesel
" Jangan ngambek, makin cantik. Nanti aku makin kangen. Terus makin nyesel deh."
" Menyesal kenapa? "
" Harusnya dari dulu, aku rebut kamu. Semoga belum terlambat. " kekehnya.
Hell. Apa-apaan sih ini orang.
Datang, songong dan ngeselin.
Tapi seneng.
Dia datang oh ya tuhan.Berboncengan, Senja dan Fajar seolah bernostalgia, melewati jalan yang seakan sengaja diperlambat oleh Fajar.
Keduanya masih senyum senyum.
Senja masih malu untuk mengungkapkan kebahagiaannya. Tak ada bayangan Awan, tak ada lagi Awan di pikirannya.
Yang ada hanya Fajar dengan kehangatannya.Warung pinggir sawah.
Lesehan pojok dekat dengan sungai buatan yang asri dengan pemandangan sejuk di mata dan sejuk di hati.
Sekali lagi, tak ada lagi Awan. Hilang.
Yang ada Fajar dan Senja yang bercengkrama." Masih ngajar? "
" Begitulah Mas, suka aja."
" Masih suka makan disini?"
" Masihlah, makanannya enak." kata senja menyeruput es teh di depannya. Dingin. Terasa menjalar ke sekujur tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA SANG FAJAR (Complete)
Romance" Bagiku, Fajar itu hangat, menghangatkan semangat pagi, aku suka berlama-lama memandangnya dalam diam." - Senja Dwi Rastanti- " Bagiku, senja hanya fatamorgana, yang mengantarkan langit pada malam, gelap." - Fajar Andrianto Pratama-