Part 6 Mendung

141 17 0
                                    


Hari makin pekat, Senja masih menerobos jalanan yang makin sunyi saat adzan magrib sayup berkumandang. Hatinya mendung, rasa bersalah pada Awan semakin membesar saja.

Lentera telah menyinari halaman rumahnya.

" Assalamualaikum."

" Waalaikumsalam, sudah pulang? Dari mana saja senja?" Tanya ibu senja

" Stasiun kota bu, aku..."

" Bohong, kamu bohong kan? Kenapa kamu melakukan ini pada ibu Senja..." Ibu mulai terisak, dan aku mulai bingung.

" Maksud ibu apa? Ibu kenapa?"

" Apa ini Senja?"

Sebuah foto dari handphone ayah, membuat aku tertegun. Foto saat aku sedang bersama Fajar.
Tapi...bagaimana bisa? Foto ini bisa ada pada Ayah?
Siapa ? Apakah Fajar yang mengirim ini?

Tidak...tidak mungkin.
Ayah murka, ibu menangis.
Apa ini semua salahku?

" Bahkan Ayah selalu percaya saat kamu kuliah jauh ke kota. Ayah mempercayaimu lebih dari apapun senja. "

Aku terdiam. Mataku mulai panas.

" Tapi ayah tidak menyangka, kamu berani menemui lelaki itu dirumahnya?, bahkan maling saja jauh lebih terhormat karena masih meletakkan sepeda motornya depan rumah orang yang akan dicuri, sementara kamu? Kamu meletakkan di belakang rumah anak itu? "

" Kamu sudah membuat ibu malu senja, bagaimana jika keluarga Awan tahu semua ini? Kamu tidak memikirkan perasaan ibu? Salah apa ibumu ini Senja? ya Allah apakah saya yang salah mendidik anak hamba? "

Pecah tangis ibu, membuat airmata senja semakin mengalir deras.

" Apa yang kamu lakukan gak lebih baik dari seorang bajingan kamu tahu? Apa yang kamu lakukan seperti melempar kotoran ke wajah Ayah. Kurang apa heh? Kurang apa selama ini Ayah sama kamu, semua yang kamu mau selalu Ayah berikan senja. Semuanya ayah usahakan untuk kebaikan kamu...! "

Naik pitam, suara ayah menggelegar.
Membuat badanku gemetar. Rasanya luruh. Runtuh. Aku hancur sebelum lebur.

" Senja...minta maaf bu, Senja tidak ada niat sedikitpun membuat ibu malu."

Senja bersujud depan sang ibu. Menangis dan meraung.

" Jangan ulangi lagi Nak, jangan temui lelaki itu demi ibu."

Aku mengangguk, aku tidak perna melihat ibu semarah ini seumur hidupku. Tak pernah melihat Ayah marah semurka ini sejak aku dilahirkan.

" Apa kurangnya Awan Senja?, dia santri dengan ilmu agama yang bagus. Dia akan mampu membimbing senja. Tolong jangan sia-siakan Awan. Kamu bisakan?"

Pinta ayah ini semakin membuatku tertegun. Mengangguk.
Pasrah hanya itu saja yang bisa aku lakukan.

" Assalamualaikum,"

Suara itu. Mas Fajar?

" Berani kamu datang kesini?" Suara Ayah kembali menggelegar.

" Saya mencintai anak bapak, dan itu tidak berubah dari dulu dan sampai kapanpun."

Apa - apaan ini, mas Fajar? Dia...

" Saya tahu, saya seharusnya datang dari dulu, tapi saya belum bisa karena saya ingin sukses dulu pak, saya ingin senja bahagia bersama saya. Jadi malam ini, saya datang untuk meminang Senja Pak."

" Apa kamu masih waras? Setelah pertunangan Senja dan Awan artinya pintu sudah tertutup. Kamu tahu itu Fajar."

" Tolong saya Pak, saya ingin Senja memilih sendiri siapa yang akan bersamanya. Saya yakin bapak ingin anak bapak bahagia? Dia harus memilih siapa lelaki yang akan membuat dia bahagia."

SENJA SANG FAJAR (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang