Suasana batinnya sekarang sulit dijabarkan. Antara duka, penyesalan, dan rasa takut akan kematian yang begitu menyiksa. Ia telah menerima kenyataan bahwa satu-satunya sosok yang menganggapnya berharga, Vashka, takkan lagi ada dalam kehidupannya.
Ia memang takut akan akhir mengenaskan akibat Svizari, tetapi juga mengkhawatirkan mulai saat ini ia harus belajar hidup tanpa gadis itu.
Keberadaanku adalah kekeliruan.
Dengan satu-satunya senjata, Kleine membelah cabang-cabang yang mencegat selama pelarian. Langkahnya begitu cepat sampai ia tercengang sendiri setelah sampai di jalan buntu.
Tebing tinggi menjulang di hadapannya. Kanan-kirinya adalah pagar pohon pinus yang rapat, sulit ditaklukkan, seolah tengah mengungkungnya. Udara terasa begitu menyesakkan dan mengimpit paru-parunya.
Apa pun yang kulakukan, pada akhirnya ...
Kleine hendak kembali, tetapi ia terlalu kalut. Menoleh ke belakang saja ia tak sanggup. Ia mendongak ke atas. Tebing itu memang tidak terlalu tinggi, hanya sekitar tiga puluh depa. Andai sekarang Kleine membawa tali, ia pasti akan mudah memanjatnya.
Namun malam ini sungguh lain keadaannya. Selain tidak membawa tali dan butiran salju semakin menimbun dirinya, rasa takut yang merambati Kleine sekaligus membuatnya lemah.
Ia memang bisa berlari sampai sejauh ini, tetapi ia tidak yakin bisa memanjat karena segenap rangkanya yang gemetar. Puncak tebing itu pun membuatnya ragu kalau-kalau ada terusannya.
... berubah menjadi kesalahan.
Kleine tidak mau lebih jauh berpikir. Ia berbalik dan kembali berlari. Di hadapannya, terbentang anak sungai yang membeku. Ia tak ingat pernah melewati sungai itu sebelumnya.
Ia mengembuskan napas lega. Itu artinya, ia berhasil menempuh jalur baru dan kecil kemungkinan berpapasan dengan Svizari. Dengan hati-hati, ia menginjak bebatuan es keras.
Hampir ia sampai ke tepian, ketika tiba-tiba saja ia tertegun. Kabut yang begitu tebal pastilah yang membuat pemandangan di depannya kini tersamarkan. Tanpa sadar, ia menginjak lapisan es licin dan tergelincir.
Cepat-cepat Kleine merangkak. Berusaha keras agar tidak menarik perhatian dua iblis di seberang sungai. Agaknya ia terlambat, karena kedua Svizari itu lebih dulu menyadari kehadirannya dan mendapati Kleine yang terhuyung-huyung.
Mereka meraung, seakan sangat gembira.
Kleine berusaha bangkit dan merapal sesuatu, namun terlambat. Tangan-tangan Svizari yang mampu memanjang itu terulur ke arahnya, meraih pergelangan kakinya, dan menyeretnya mendekat. Memecahkan konsentrasi yang diperlukan Kleine untuk melakukan serangan.
Panik, Kleine meraih batuan, mencengkeramnya erat-erat, tetapi sebuah tangan mencakar punggungnya. Tak sampai di situ, tangan yang menyeretnya terangkat, kemudian membanting dan mengempaskannya Kleine begitu saja ke batang pohon besar.
Kleine mengerang keras. Wajahnya babak belur dan tulang-tulangnya serasa patah. Manusia biasa pasti langsung tewas dalam keadaannya seperti saat ini. Namun ketahanan tubuh memperpanjang sejenak penderitaannya.
Perlahan, pandangannya mengabur. Kepala belakangnya terasa basah. Cairan hangat membanjiri kepalanya, dan menetes-netes di belakang lehernya.
Dalam sekaratnya, Kleine teringat sosok itu.
Sahabatnya. Laki-laki Ervei yang ia anggap sebagaimana kakak sekaligus mentornya. Figur masa lalu yang memberinya alasan hidup, dan menunjukkan pada Kleine bahwa masih ada sisi lain dunia yang patut dipertahankan. Bahwa akan ada titik terang bagi segala permusuhan dan pertentangan.
Tapi aku mengkhianatimu. Aku mengkhianati kepercayaanmu.
Kleine pun memaksakan senyum muram. Bila kini saatnya ia mati, maka ia takkan melawan.
Maaf.
Sebelum kesadaran hilang sepenuhnya, ia masih dapat mendengar pekik menggaung yang ditimbulkan para Svizari. Bersamaan dengan itu, samar-samar ia melihat kelebatan gerakan.
Ia mencoba mempertahankan matanya, dan mendapati seseorang melumpuhkan kedua Svizari dengan panah, disusul orang lain yang memenggal iblis itu.
Kleine mencermati si pengguna pedang. Gadis itu berambut pirang, dan terlihat amat kuat. Ujung pedang peraknya mengilat tertimpa cahaya bulan, tetapi bilahnya berlumur darah kehitaman.
Bertahan dengan tatapan lemah, Kleine melayangkan pandang ke samping penyelamatnya itu. Dua Svizari tadi tengah terkapar dengan kepala terpisah dari badan.
Kau itu ....
Kleine hendak berucap terima kasih, namun seketika itu ia tidak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katrisha Asther
FantasySekian ribu tahun lamanya perseteruan antara bangsa Manusia dan Ervei, tibalah masa-masa perdamaian. Takhta Merah, pemerintahan Manusia, membuka kesempatan bagi bangsa Ervei untuk membaur dan berbagi pandangan dengan penduduk. Semua itu dilandasi ha...