Seminggu berlalu sejak perburuan Svizari yang sangat sial itu. Beruntung, Klarena tidak terlalu "meledak". Posisi Katrisha pun belum terancam. Satu peringkat di bawahnya mendapat cakaran di punggung, menghambatnya menaikkan reputasi.
Klarena telah memberi Katrisha libur selama dua minggu, dan itu dimanfaatkan baik-baik olehnya untuk berlatih pedang serta sihir seorang diri. Belakangan ini kemampuannya memang meningkat.
Katrisha harus melangkah sehati-hati mungkin agar tidak terlalu banyak menginjak rumput. Saat itulah, terdengar suara nyanyian dari sampingnya.
Suaranya begitu merdu. Lagunya berirama indah, tetapi Katrisha tidak mengenalinya. Ia menikmatinya sepintas. Namun tatkala menoleh ke asalnya, ia tertegun.
Kleine duduk di kursi taman. Matanya terpejam sementara ia melantunkan suara. Tangannya mengelus seekor kucing abu-abu yang tengah tertidur. Nyanyiannya berbaur dengan desau angin musim beku.
"Kleine?" Katrisha mengerjapkan mata tak yakin, sambil mendekat. Untuk sesaat mengira orang itu Frato-nya.
Pemuda itu membuka matanya. "Ya?"
Katrisha mengernyit. "Aku baru tahu kau bisa bernyanyi dalam bahasa Ervei."
Kleine tampak terkesiap. Ia berjengit, sampai-sampai kucing di dekatnya terlonjak bangun dan lompat dari bangku taman.
"Ba-bahasa Ervei?" Kleine kelihatan panik. Bibirnya bergetar saat berucap, dan mendadak wajahnya pucat pasi. "Apa maksudmu? Aku bahkan belum pernah mendengar bahasa itu sama sekali!"
"Maaf mengagetkan, tapi memang begitulah sepengetahuanku," kata Katrisha hati-hati. "Aku belum fasih berbahasa Ervei, tetapi Manusia pada umumnya punya lidah yang terbatas. Jadi aku langsung mengetahuinya."
"Be-benarkah itu?" tanya Kleine. "Kalau begitu, apa artinya kau juga paham bahasa Ervei? Tapi, aku sendiri tidak tahu apa yang kulantunkan. Aku hanya mengekspresikan apa yang kupikirkan saja."
"Frato-ku adalah seorang biarawan, ia yang mengajariku bahasa Ervei," Katrisha menerangkan. Sontak ia terkenang pada mimpinya lagi, tapi buru-buru dihapusnya. "Tapi, bagaimana mungkin kaubisa tidak paham sama sekali? Apa kau menyimpan sesuatu dariku?"
Kleine menggeleng gugup. "Entahlah."
Katrisha tahu pemuda itu tidak sepenuhnya benar. Ada kekhawatiran dalam air mukanya, dan Katrisha tidak ingin mendebat apa pun yang jelas akan membuat Kleine diserang pening.
Ferei memberitahunya pemuda itu belum sembuh benar. Perburuan pertamanya beberapa hari lalu tidak terlalu sesuai harapan karena mendadak ia sakit kepala.
"Kulihat, kau mengalami gangguan tidur."
"Kau juga," sambar Kleine.
Katrisha memutar matanya. "Baik, kita sama. Jadi sekarang, kau menghendaki aku pergi?"
"Tidak." Kleine berdiri dan berjalan ke arahnya. "Justru, aku ingin menanyakan beberapa hal."
"Seperti?"
Kleine kembali ke bangku taman dan menyarankan Katrisha duduk di sebelahnya. Lalu ia meneruskan keinginannya, "Fiode bilang, kalian membasmi seluruh Svizari di Selva Gotthia. Aku yakin kau mengenal Vashka. Apa kautemukan dia di sana?"
"Ini tidak begitu pasti, tapi rasanya tidak ada," Katrisha meyakinkan. "Setiap orang punya jejak kehadiran yang khas. Aku bisa membedakannya. Dan yah, kurasa nihil. Memangnya dia bersamamu?"
Kleine tertunduk memegangi keningnya, lantas mengelap wajahnya yang basah. "Semoga itu menandakan dia selamat."
"Ooh, sekarang aku mengerti duduk perkaranya," Katrisha menggerak-gerakkan kakinya yang menggantung. "Biar kuberitahu kau satu hal, Kleine. Tapi sebelumnya, pernah dengar praktik 'gugurkan anggota'?"
"Itu pasti, namun kukira itu tak lebih kabar burung belaka."
Katrisha mendesah sedih. "Itu menunjukkan kau belum dipercaya. Asal kautahu saja, Serikat Pencuri mana pun, selalu mendambakan keberhasilan. Kelompok Ioga jelas termasuk. Mereka fokus pada tujuan, tak peduli sebesar apa pun kesetiaan dan tenaga yang kaukorbankan."
"Ha?"
"Ya. Aku bersungguh-sungguh," Katrisha meyakinkan. "Gagal sedikit, bunuh. Sekali saja tampak mencurigakan, sikat. Dan praktik populer saat ini bukan lagi memberikan racun atau membekapmu saat tidur, tapi membiarkan sasaran menderita lebih dulu sebelum mati. Misalnya dengan memancing mereka ke sarang iblis."
Kleine membenamkan kepalan tangannya ke tangan satunya. "Aku sadar pernah gagal, aku memang payah," katanya. "Tapi Vashka dan Audasha? Aku tidak habis pikir mengapa mereka ...." Kalimat lanjutannya dibiarkan pergi bersama angin.
Katrisha sedikit merasa bersalah karena mengucapkan pernyataan barusan. Ia terlalu bersemangat menghina Ioga dan komplotannya. "Aku hanya bisa menduga-duga," balasnya. "Namun yang bisa kutekankan, kau orang yang beruntung. Beruntung karena kami sempat menyelamatkanmu, dan kau pun dilindungi di kelompok ini."
"Aku berutang segalanya pada kalian."
Katrisha mendadak canggung, namun ia berdeham dan lekas menguasai dirinya. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan, menyusuri kota besar ini? Aku tahu tempat-tempat menarik."
Kleine mengangguk setuju. Barulah setelah itu, mereka mulai melintasi kota.
Malam buta begini, keadaan kota tidak jauh berbeda daripada di hari terang. Turis dari benua Tara melalui kota ini sebelum ke wilayah barat, pusat Keratuan Avratika. Kereta-kereta yang diangkut rusa besar berbulu keperakan dan bertanduk keemasan jalanan. Tapi yang lebih menyebalkan adalah pasar malam yang tidak pernah sepi pengunjung. Hampir tiap sudut kota dipenuhi hingar-bingar.
Lebih banyak orang berjualan dengan menggelar alas-alas. Mereka menyediakan berbagai kebutuhan bertahan hidup dan alat penerangan yang berisi kunang-kunang biru atau anak-anak peri yang malang.
Itulah Manusia, menindas makhluk lain dan memanfaatkan dengan seenaknya. Selalu ada saat Katrisha menyesali kelahirannya sebagai Manusia.
Katrisha menggiring Kleine turun ke bagian kota yang lebih rendah lagi, sedikit lagi tiba di dermaga. Tapi ia rupanya tidak berniat pergi ke pelabuhan.
Ia membelok ke kompleks perumahan yang sedikit lebih senyap. Lentera jarang dipasang di tiang-tiang jalanan, membuat segalanya semakin menggelap. Beruntung, penglihatan Katrisha lebih baik di atas Manusia kebanyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katrisha Asther
FantasySekian ribu tahun lamanya perseteruan antara bangsa Manusia dan Ervei, tibalah masa-masa perdamaian. Takhta Merah, pemerintahan Manusia, membuka kesempatan bagi bangsa Ervei untuk membaur dan berbagi pandangan dengan penduduk. Semua itu dilandasi ha...