Sebelumnya: Kleine hendak disembuhkan oleh Menovia Aleksea, tetapi gagal dan perempuan itu berakhir membunuh dirinya sendiri.
—
Benturan keras dari lantai mengagetkan Kleine. Ia berjengit bangun, segera mendapati Fiode sedang telentang berantakan di lantai kayu. Pastilah ia yang barusan jatuh.
Kleine terduduk. Digerakkannya kedua tangan dan kaki. Kelihatannya rasa sakit yang menjalari tubuhnya telah kandas. Mungkin, waktu terlewat berhari-hari selagi ia tertidur.
Astaga! Seprai pun dicengkeramnya. Seharusnya, ia tak berada di sini. Tidak bersama kumpulan pemburu asing, yang sewatu-waktu dapat merencanakan untuk melenyapkannya juga.
Begitu mereka tahu siapa sebenarnya dirinya, nyawa yang jadi taruhan. Apalagi Kleine mengenal Fiode—si Panah Pembantai. Anggota kelompok pemburu yang lama tak tergantikan.
Fiode anak buah Klarena, musuh besar Ioga. Itu berarti, kelompok pemburu ini bisa mengubur Kleine hidup-hidup!
Pertama-tama, Kleine membuka kain yang membebat tangannya. Begitu yakin dengan efek obat yang para pemburu ini berikan, barulah ia berani membuka perban di kaki dan bagian tubuh yang lain, lalu paling akhir di kepala. Ia benar-benar telah sembuh, walau sedikit pening masih melanda.
Ini alkimia, pikir Kleine saat memperhatikan tumpukan perban bebercak kebiruan. Ia mengenal aroma serta komposisi dan kandungan sihir di dalam ramuan itu, bahkan barangkali masih mengingat bagaimana cara membuatnya.
Siapa pun yang meraciknya, pastilah bukan orang sembarangan. Pengetahuan sehebat itu hanya dapat diperoleh di satu tempat saja. Mungkinkah?
Namun Kleine tidak ingin memikirkan alkimia maupun jalan pembebasannya sekarang. Ini hanya kebetulan. Kecil kemungkinan para pemburu itu terkait dengan masalahnya. Satu-satunya tujuan Kleine sekarang hanyalah kabur dari sini.
Karena tidak ada jendela di dalam kamar, Kleine bermaksud melarikan diri lewat jalan lain. Nyaris tanpa suara, ia membuka pintu kamar dan menutupnya kembali.
Ia ingat ada satu jendela di penghujung koridor lantai ini, tetapi jendela itu terkunci. Kleine mengambil seutas kawat dari selipan sepatu untuk membobol gemboknya.
"Sedang apa kau?" Suara seorang gadis melintasi koridor.
Kleine bergidik. Saking terkejutnya, kawatnya jatuh seiring lututnya melemas. Bagaimana mungkin dia bisa mendengar langkahku? Aku juga tidak mendengar dia mendekat.
"Ka-Kastrisha ...."
"Kenapa kau coba-coba kabur?" tanya si gadis berambut pirang seraya menghampiri. "Apa ada yang salah?"
Tatapan mata hijaunya yang menyudutkan itu menyerupai seseorang. Kleine ingat beberapa sosok dalam lautan kenangannya, tetapi tak bisa memastikan yang mana. Namun segera, ia dapat menguasai diri.
"Aku tidak berhak ada di sini," katanya. Terang dan apa adanya.
"Apa masalahmu?" Katrisha duduk di samping Kleine. Ia tampak berpikir sebentar sebelum menyimpulkan, "Tidak usah heran begitu. Aku sudah tahu siapa kau sebenarnya hanya dengan melihat belati perak yang kaubawa. Itu barang curian, 'kan?"
Kleine terkesiap, dan semakin curiga. "Kalau begitu kenapa kalian berbuat sejauh ini? Apa kalian akan menebusku—menebusku pada Ioga?"
"Enak saja!" Katrisha melotot. "Jangan samakan kelompok kami dengan komplotanmu! Kami semua menghargai manusia lebih dari apa pun, dan tidak peduli meski kau mantan anak buah Ioga sekalipun!"
Ia melipat tangan di depan dada. "Sekarang, karena kami sudah merawatmu, kami hanya mengharapkan kerjasama darimu."
"Kerja ... sama?" Kleine mengerutkan dahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katrisha Asther
FantasySekian ribu tahun lamanya perseteruan antara bangsa Manusia dan Ervei, tibalah masa-masa perdamaian. Takhta Merah, pemerintahan Manusia, membuka kesempatan bagi bangsa Ervei untuk membaur dan berbagi pandangan dengan penduduk. Semua itu dilandasi ha...