Katrisha menancapkan pedangnya ke tanah, lalu mengangkat tangan. "Kerja bagus! Aku kalah!"
Kleine juga menjatuhkan senjata. "Oh ya, maafkan aku."
"Tak apa. Mungkin ini semua karena aku belum makan. Hei, kita memang belum makan!"
Sambil tetap membaca, Aletheia berseru, "Jangan makan sebelum benar-benar lapar. Jangan habiskan uang dan bahan mentah lebih dini. Perjalanan kita masih satu bulan!"
"Iya, iya, Aletheia. Nanti kita akan berburu."
"Sebelum itu," ujar Aletheia, lalu mengambil pedang pendek—senjata yang penguasaanya tak sebaik tombak—dan menghampiri, "bolehkah aku bertanding denganmu, Kleine?"
Kleine seperti diserang kikuk. "Err ... tentu, silakan—maksudku, baiklah."
"Sampai kapan," protes Katrisha, "sampai kapan aku harus menunggu?"
"Kamu bisa membaca buku di sudut sana."
Katrisha memutar bola mata. "Sialan. Ya sudahlah, aku pergi—"
Aletheia dan Kleine telah mengambil posisi, dan mulai sama-sama berderap.
"—hei!"
Kleine lebih dulu menyerang, namun tenaganya terasa kurang daripada yang seharusnya. Maka Aletheia dengan mudah menghalaunya. Ia lalu membalas dengan menggerakkan lengannya cepat-cepat, melakukan tebasan melintang—
Tepat waktu bagi Kleine untuk menarik dirinya mundur, sebelum membalas dengan melibas secara membujur dari bawah ke atas. Pilihan yang kurang baik. Cenderung salah. Cenderung tanpa pertimbangan. Kembali, Aletheia berhasil menangkisnya.
"Aku merasa kamu sedang menahan diri," ujarnya. "Tak perlu ragu-ragu, Kleine. Ingatlah bahwa Svizari tak pernah ragu-ragu!"
"Sebenarnya ... aku takut melukaimu."
Aletheia tersenyum. "Seharusnya aku yang mengatakan itu."
Semburat merah memenuhi muka pucat Kleine.
"Apa aku baru saja mengatakan hal yang keliru?"
Kleine tak langsung menanggapi. "Ti-tidak. Tidak sama sekali."
Aletheia memasang kuda-kuda. "Kalau begitu, mulai lagi. Lakukan serangan terbaikmu."
Katrisha pura-pura terbatuk keras dari kejauhan. "Ingat makan! Ingat makan! Aletheia, jangan memaksakan orang terus-menerus!"
Kleine merendahkan suara. "Kau tahan dengan dia?"
Aletheia mengangkat kedua alisnya. "Ya, begitulah. Dia sudah seperti adikku sendiri, walau sering berselisih juga." Memancing paparan lengkap, ia berkata lagi, "Bagiku, dia anak yang penuh semangat. Memangnya apa yang salah?"
"Jangan," Kleine berbisik, lantas menggeleng lemah. Bibirnya berucap senyap, "Dia akan bisa mendengar kita."
Tiba-tiba Aletheia menghunuskan pedangnya ke satu sudut, dan menuju ke sana. Sebelum siapa pun sempat bertanya, ia menyatakan, "Aku yakin sejak tadi ada yang mengawasi kita."
Katrisha meletakkan dua ranting yang hendak digosok. "Yang benar?"
"Aku tidak merasakan apa-apa," sahut Kleine.
Aletheia menyarungkan senjatanya kembali. Sepertinya Kleine memang benar.
Delapan hari berlalu sejak keberangkatan anggota Vaskoveia dari Desmoa. Selama itulah, mereka belum menemukan lagi sebuah kota untuk singgah, melainkan hutan-hutan, perbukitan, atau rawa-rawa beku beraura jahat yang belum pernah Aletheia bayangkan sama sekali sebelumnya. Katrisha yang paling sering mengeluhkan keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katrisha Asther
FantastikSekian ribu tahun lamanya perseteruan antara bangsa Manusia dan Ervei, tibalah masa-masa perdamaian. Takhta Merah, pemerintahan Manusia, membuka kesempatan bagi bangsa Ervei untuk membaur dan berbagi pandangan dengan penduduk. Semua itu dilandasi ha...