Chapter 31

11 2 0
                                    

Hari Minggu, pukul 8 pagi. Semua sedang menunggu, dengan degupan jantung penuh kecemasan dan penuh harapan, semuanya berkumpul menjadi satu. Terlihat sangat, Dira dan Ferdinand—ayah Michael—menunjukkan wajahnya penuh cemas.

Semua yang ada disana, meraskan perasan yang sama, deg-deg-an setengah mati, menunggu hasil dari perjuangannya selama ini.

Sejam berlalu, operasi itu pun belum juga ada tanda-tanda untuk selesai. Untuk sekadar menghilangkan rasa penat sejenak, Austen berdiri dari duduknya dan mendapatkan perhatian dari semua orang.
"Mau kemana ?" tanya Alex.

"Cari udara," jawabnya sambil berlalu.

Austen terlihat tenang saat itu, walau semua orang yang sedang berada di sana tahu, bahwa dalam hatinya, ia sedang kacau. Alex kembali menatap punggung kembarannya itu yang sudah mulai berjalan menjauh, keluar dari tempat tunggu.

Dengan cepat, Alex berlari dan berusaha menyeimbangi langkah Austen.
"Austen," panggilnya.

Dia yang merasa terpanggil pun menolekan kepalanya dan menghentikan langkahnya.
"Apa ?" tanyanya.

"Kenapa lo ?" tanya Alex.

"Mau cari udara segar, gua nggak tahan di dalam, bawaannya sesak, panik, cemas, bingung, jadi gue keluar buat cari udara," jawab Austen seraya menatap langit yang masih terlihat cerah ini.

Alex mengikuti apa yang dilakukan oleh Austen. Kedua insan yang dulu pernah dipisahkan karena sebuah alasan, kini kembali lagi menjadi satu, menjadi adik kakak sebagaimana seharusnya.

Senyuman Alex merekah, kembali mengingat semua kenangan-kenangan yang pernah mereka lalui, mengembalikkan dirinya pada hari-hari disaat mereka masih utuh. Dimana di sana masih terdapat Jeff yang ceria, Michael yang sehat bugar, bercanda penuh tawa bersama. Alex tertawa pelan saat mengingat hal-hal konyol yang mereka katakan pada saat itu.

"Jeff apa kabar ya sekarang ?" tanya Alex sambil menatap ke langit tersenyum.

"Udah bahagia bersama Sang Pencipta," jawab Austen ikut tersenyum.

Alex menghela napas pelan, senyumannya masih tercipta dari bibir tipisnya itu. Keduanya kini terdiam, sibuk dengan pikirannya masing-masing, masih memperhatikan langit yang kini semakin cerah, semakin menyinarkan bumi dengan terang.

Tiba-tiba, pundak mereka terasa berat, seakan-akan ada yang sedang merangkulnya.
"Hoy, jangan bengong, nanti kemasukkan,"

"Dev, apaasih ah, jangan ngomong yang nggak-nggak," kata Alex.

Devian pun terkekeh pelan mendengar balasan Alex tadi. Devian hanya ingin keduanya tidak terlalu sedih, Devian hanya ingin mencairkan suasana.

"Temenin gue beli cemilan yuk, pada nitip juga tuh yang di dalam, sekalian bantuin gue juga bawain barang-barangnya," pinta Devian seraya melepas rangkulannya.

"Lo yang bayar ?" tanya Austen.

"Iya dong, tadinya di tawarin sama Om Ferdinand, tapi gue nolak, kali ini gue yang traktir," jawab Devian.

"Tumben, biasanya lo selalu nolak," cibir Alex.

"Itung-itung beramal," kata Devian. "Udah ah, ayok, jangan bikin mereka nunggu lebih lama."

Mereka pun mulai berjalan beriringan menuju kantin rumah sakit, untuk membeli cemilan. Tampak sekali hari ini Devian terlihat lebih bahagia dari biasanya dan itu membuat Alex dan Austen takut. Tak biasanya Devian selalu tersenyum, biasanya dia hanya tersenyum pada perempuan-perempuan yang terlihat menarik baginya, tapi kali ini, siapapun orangnya, apapun jabatannya di rumah sakit ini, dia terus menyapanya dengan senyuman ramah.

Stupid Romance [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang