Chapter 29

14 2 0
                                    

"Aku boleh minta tolong sama kamu ?" tanya Alex.
"Boleh, apapun," jawab Michael.
"Jangan tinggalin aku, aku masih belum siap untuk kehilangan orang yang aku sayang untuk yang kedua kalinya," kata Alex.

Percakapan terakhir itu masih terngiang di dalam pikiran Michael. Michael masih belum bisa menjanjikan akan kesetiaannya karena dia sendiri tidak yakin.

Tok tok!
Terdengar ketukan pintu dari arah pintu ruang rawat milik Michael yang berhasil menyadarkan Michael dari lamunannya.

"Oy," sapa Austen.
"Eh, Ten," balas Michael.

Austen masuk ke dalam ruang rawat dan menutup pintunya. Ia berjalan menuju bangku yang berada tepat di sebelah ranjang Michael.

"Alex udah balik ?" tanya Michael.
"Iya, dia ada shift di tempat kerjanya," jawab Austen.

Michael hanya mengangguk sebagai balasan dari jawaban Austen itu. Michael kembali melamun, memikirkan permintaan Alex tadi sebelum ia bergegas pergi. Austen menangkap kejanggalan yang kini sedang Michael alami.
"Kenapa lo ?" tanya Austen.

Michael mengusap wajahnya gusar, tanda ia bingung.
"Alex minta gue buat stay, sedangkan gue sendiri nggak tahu gue masih bisa hidup sampai kapan," jawab Michael.
"Hey, jangan gitu lah. Lo jangan putus harapan, kita semua di sini juga lagi berusaha nyariin lo pendonor yang tepat buat lo, biar lo juga bisa hidup normal lagi," balas Austen menguatkan.

Jujur, pikiran Michael tidak sampai ke arah sana. Kini di merasa bahwa dia egois, hanya memikirkan dirinya sendiri, tanpa sadar bahwa banyak orang yang peduli kepadanya, banyak orang yang masih ingin dia hidup, masih banyak orang yang sayang kepadanya.

------

Alex kembali ke rumah pukul 9 malam, dengan cepat iamerebahkan punggungnya di atas kasur, muka letih itu sangat tercipta dariwajahnya. Ia setelah dari Michael, dia tidak ingat bahwa hari ini dia punyajadwal shooting, maka dari itu dengan buru-buru dia pergi ke tempat kerjanyadan tanpa ada istirahat sejenak pun, dia terus bekerja, dan untung saja Alextipe orang yang tidak bisa kerja lambat, segalanya harus selesai dengan cepatnamun teliti, dan untungnya lagi, dia orang yang paling teliti dan palingteratur di tempat kerjanya itu. Maka, dari orang-orang baru sampai yang sudahlebih lama dari Alex dan bahkan atasannya sendiri mengatakan bahwa Alex adalahorang ter-tegas dan ter-cepat.

Alex meronggoh isi tas nya, mencari keberadaan hp nya yang tiba-tiba saja berbunyi, menyadarkan Alex dari lamunannya. Michael.

"Michael," sapa Alex manja.

"Hai," balas Michael.

"Capek banget aku nggak kuat," kata Alex.

"Udah tahu capek, bukannya istirahat malah angkat telepon dari aku,"

"Nggak apa-apa, penghilang penat,"

"Di mana-mana, mah, cowoknya yang nge-gombal, ini malah ceweknya yang nge-gombal,"

"Kali-kali anti-mainstream gitu kan,"

"Yah, kalau mainstream namanya bulan Alex,"

"Apa dong ?" Alex berpura-pura bingung sambil mengulum senyumnya diam-diam.

"Lexong." Tawa Alex pun lepas, Michael ikut tersenyum puas saat mendengar suara tawa milik Alex. Ia sengaja seperti itu, memang bertujuan untuk menghibur perempuan yang dia sayangi ini.

"Aneh banget jadi Lexong, random banget," Alex masih berusaha untuk meredakan tawanya namun kelihatannya tidak bisa.

Mereka terus berbincang melalui layar handphonenya masing-masing, memberi tawa kepada satu dengan yang lain, menceritakan kepenatannya hari ini, menghabiskan waktu bersama, menumbuhkan rasa nyaman itu diantara keduanya, tanpa tahu apa yang akan terjadi esok hari.

Tanpa mereka sadari, jam sudah menunjukkan pukul 11 malam lebih 20 menit. Michael membawa perbincangan itu pada ujungnya, dengan mengatakan bahwa Alex harus berisitirahat.

------

Michael sudah menjadi bagian dari rutinitas Alex, menemaninya di rumah sakit, bercanda bersama, berbincang tentang kejadian-kejadian di sekolah, menceritakan betapa bodoh nya Kaylee, betapa bucinnya Anna dengan Devina, menceritakan tentang Laura yang kini sudah bisa bermain gitar—berkat kerja keras Alex dan Austen yang bergantian mengajarkan Laura.

Dengan senang Michael mendengarkan semua ocehan Alex, suara Alex adalah sebagai penyemangat di kala hari-hari nya sedang melelahkan.

"Kamu lagi ngapain sih ?" tanya Michael sambil melihat kearah Alex yang sedang menundukkan kepalanya melihat ke buku yang berada di atas pangkuannya seperti sedang mengerjakan sesuatu.

"Gambar," jawab Alex singkat seraya mengangkat kepalanya menatap wajah Michael sekilas dan lalu kembali menatap buku itu.

"Gambar ? Gambar apa ?" tanya Michael semakin bingung.

"Kamu,"

"Buat ?"

"Hobby aja," jawab Alex sambil tersenyum ke arah Michael.

Menggambar adalah salah satu hobby Alex selain photography. Sudah banyak sketsa kasar di dalam laci meja belajarnya di rumah, bahkan di apartemen. Alex juga punya lukisan yang dia lukis di atas kanvas kecil. Dia memang tidak mahir dalam mencampurkan warna, namun bila tangan nya sudah memegang kuas, dan mau mengecat sebuah gambar sekecil apapun, hasilnya akan tetap bagus dan rapih. Seperti yang tadi sempat dikatakan, Alex adalah tipe orang yang teliti.

"Aku dukung kamu jadi pelukis, terus nanti kamu punya galeri sendiri, terus lukisan-lukisan kamu laku terjual dengan harga yang lumayan, kamu bahagia deh, dan aku pun ikut bahagia," kata Michael berkhayal.

"Sejak kapan Michael jadi ngomong panjang lebar kayak gini ?" tanya Alex sambil kembali menggambar seraya tersenyum simpul.

"Sejak aku sayang kamu," ia mengembalikan tatapannya ke arah TV yang berada tepat di sebrangnya.

Jawaban Michael itu pun berhasil membuat Alex menghentikan kegiatannya dan mengangkat kepalanya untuk menatap Michael yang kini berpura-pura fokus pada acara TV yang tidak jelas itu.

Degup kencang itu pun kembali terasa nyata, senyum itu kembali merekah di bibir mungil milik Alex, rasa bahagia itu kembali dirasakan oleh Alex. Sudah lama dia tidak mendengar Michael mengatakan kata-kata manis itu lagi. Kini rasa bahagia itu jauh lebih besar dari yang lalu yang pernah ia rasakan.

Alex memutuskan untuk kembali melanjutkan sketsa kasarnya itu sambil tersenyum. Dari dulu sampai sekarang, objek benda milik Alex sedari dulu selalu Michael.

Alex tersenyum melihat hasil gambarannya itu. Apapun yang bersangkut pautkan tentang Michael selalu berhasil membuat Alex senyum-senyum sendiri.

Alex menyimpan kembali buku sketsa nya ke dalam tasmiliknya. Ia mendorong punggungnya tepat di senderan kursi sambil menatapkearah Michael yang kini sedang tertawa, mungkin karena acara TV. Tawa Michaelselalu menjadi hal ter-favorit bagi Alex. Tawanya berhasil membuat Alex merasatenang, nyaman, aman. Tidak peduli apa yang akan datang nantinya, tidak peduliapa yang sedang direncanakan oleh takdir kepadanya, selama dia bersama Michael,segala hal terasa lebih ringan, waktu lebih cepat berlalu. 

Stupid Romance [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang