Level 9

2.4K 325 31
                                    

.

.

.

Selaras dengan warna air danau, diamond yang dijanjikan pun betulan ada. Berwarna ungu velis berkilau.

Catat. Perempuan paling suka pada hadiah berbau manik-manik, permata, berlian, dan mutiara gemilau.

Nyatanya, Taehyung pun suka itu. Amat sangat suka. Sedikit memalukan toh wujud prianya tak berfungsi baik.

Masih tertutup bayang-bayang feminim, dan kebiasaan lalu sedari lahir sebagai perempuan sombong yang jadi pusat perhatian.

"Nih." Taehyung menjatuhkan beberapa bongkahan diamond pada lelaki capek yang duduk terengah di bawah pohon.

Jungkook.

Mengerenyit heran dan memincing tajam.

Di atasnya ada lelaki bodoh basah kuyup sambil menenteng banyak diamond ungu yang diselipkan dalam kantung celana.

Sialnya, jeplakan alat reproduksi Taehyung yang berkedut basah itu terjejal jelas depan wajah Jungkook.

Wajar, toh Taehyung kebasahan.

Tak ada reaksi mesum, apalagi horny dari ekspresi Jungkook.

Jika bisa dibilang, perasaan Jungkook entah dalam bentuk kasihan, rangsangan, malu, senang sekiranya sudah lama mati.

Dia hanya pria telat puber yang terjebak dalam lika-liku takdir, dan permainan mengerikan ini.

Setengah abad lamanya.

"Kau kira aku pengemis huh?"  Jungkook terpancing emosi.

"Eoh? Ga kok! Ga kepikiran malah."

"Dan katakan sekarang alasanmu melempariku dengan berlian ini."

Pipi Taehyung nyaris melorot sebatas bahu.

Apa otaknya memang selalu lemot dan loading dalam berpikir?

Gila, itikad baik begini pun masih salah ditafsirkan olehnya?

Berarti benar. Ada yang tak beres dengan lelaki ini. Fix, Jungkook mengalami masalah kejiwaan.

Hidupnya terlalu keras, kaku, dan monoton.

Taehyung mengangkat dua tangannya, menampilkan tato bulan yang paling dibencinya.

"Aku sedang membayar hutang.
Di saat begini bukankah kau seharusnya merasa senang dan beruntung menemui debitur sepertiku eoh?"

"Aahh begitu." Senyum lebar yang dipaksakan Jungkook, "Oh bagus rupanya kau sadar diri."

Taehyung mendecih sebal, menye-menye dan cemberut masam.

"Terakhir, berguru denganku tidak gratis. Biaya konsultasi tadi siang belum sempat kuhitung."

"Mwo?!" nganganya speechless, "Gayamu. Kau pikir kau seorang dokter pakai konsultasi segala? Kenapa kau makin kejam begini sih?"

Emosi Taehyung memuncak.

Omongan Jungkook itu diibaratkan lada hitam, jika tidak membuatnya bersin ya pasti tersedak.

"Kalau tidak suka ya itu urusanmu, kau bisa pergi kapan saja dan ingat aku tak membutuhkanmu." balas Jungkook menohok.

Kepala Taehyung makin pening berdenyut.

Mengeja jelas dengan nada jengkel yang ditahan, "Bagaimana bisa aku pergi sekarang? Aku belum bisa. Level 10. Setidaknya aku harus mencapai itu."

Breath in Poison | KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang