Di ruangan dengan dinding bercat merah muda Reva merenung sambil menatap layar handphone miliknya. Ada perasaan bahagia sekaligus sedih yang ia rasakan ketika menerima pesan yang selama ini ia tunggu-tunggu. Beberapa bulan lalu ia sempat mengikuti serangkaian tes di sebuah perusahaan. Dan hari ini ia mendapat pesan bahwa ia diterima bekerja disana. Perasaan senang tentu ia rasakan. Tapi ada segumpal rasa sesak yang menggelayuti dadanya ketika harus menerima kenyataan bahwa ia harus berpisah dengan ibu dan adik perempuannya.
Reva tidak tahu apakah harus menerima tawaran itu atau mencari tempat lainnya. Kalau ia menerima tawaran tersebut artinya ia harus tinggal di kota lain, harus hidup mandiri, beradaptasi dengan lingkungan yang tak pernah ia kenal sebelumnya, dan masih banyak hal-hal lain yang membuatnya belum siap menghadapi keadaan semacam itu. Lamunannya buyar ketika ia mendengar ada yang mengetuk pintu kamarnya. Ia berjalan limbung menuju pintu kamar berwarna abu-abu terang dan ia tarik kenopnya sembarangan hingga pintu tersebut terbuka.
"Makan yuk, Va.. Sudah hampir jam 7 malam." Ujar seorang wanita yang sekarang berada tepat di depannya.
"Masih belum lapar, bunda.. Bunda makan dulu sama Revi aja." Ia berkata pelan sekali.
"Kamu kenapa? Ada masalah?"
Reva menggeleng. Tapi wanita berambut sebahu dengan hidung mancung dan mata sipit di depannya tidak serta merta percaya dengan ucapannya.
"Bunda boleh masuk?"
Ia mengangguk dan mempersilahkan bunda duduk di ranjangnya. Begitulah wanita itu ia sapa. Wanita kuat dan hebat menurut Reva. Bagaimana tidak, delapan tahun lamanya ia berjuang membesarkan kedua putrinya sendiri semenjak ayah Reva meninggal. Menjadi sosok ibu sekaligus sosok ayah yang mencari nafkah untuk anak-anaknya.
"Ceritalah. Bunda yakin pasti ada yang mau kamu ceritakan." Katanya sambil mengusap rambut Reva.
"Reva diterima kerja, Bunda.. Bukan di daerah sekitar sini, tapi di kota lain.'' Ia menunduk lesu.
"Kenapa kamu sedih? Va, kesempatan tidak akan datang dua kali. Kamu nggak usah terlalu khawatir sama bunda. Masih ada Revi yang bisa bantuin bunda." Bunda tersenyum sambil mengusap pipi Reva.
"Reva belum siap, Bunda. Belum siap dengan segala hal yang akan Reva hadapi disana."
"Va, ini saatnya kamu menentukan masa depan kamu. Tugas bunda sekarang ngasih semangat sama do'ain kamu. Insyaallah Allah permudah, Va."
Reva menatap bunda kemudian memeluknya erat. Bulir-bulir bening jatuh dari pelupuk matanya. Benar kata bunda ini adalah saatnya menentukan masa depan dan karier yang diimpikannya.
"Reva akan coba bunda. Bunda semangatin Reva terus yah biar Reva juga betah tinggal disana." Ujar Reva sambil mengencangkan pelukannya seakan ia tak ingin melepasnya.
"Pasti, sayang." sambil berusaha melepaskan pelukan Reva dan kemudian mencium kening Reva dengan lembut. "Mulai kapan kamu bisa bekerja disana?" Tanya bunda.
"Senin besok bunda."
Bunda menatap Reva tak percaya. Reva hanya punya waktu dua hari untuk berkemas sekaligus mencari kos-kosan tempat Reva tinggal disana.
"Kenapa mendadak sekali? Kamu hanya punya waktu dua hari untuk berkemas dan mencari kos-kosan disana." Bunda menghela nafas panjang sambil memijit keningnya.
"Itulah yang bikin Reva bingung." Reva menunduk lesu.
"Ya sudah sekarang persiapkan barang-barang yang mau kamu bawa, setelah ini bunda akan coba cari di internet besok kita berangkat kesana buat cari kos-kosan."
Reva hanya mengangguk. Tak lama setelah itu bunda pamit keluar dari kamar Reva. Ia duduk di meja belajarnya kemudian mengambil block notes dari rak bukunya dan membuat daftar barang-barang yang akan ia bawa. Setelah itu ia menyiapkan barang-barang yang ada di daftar yang ia buat. Ia merasa sangat lelah dan kemudian merebahkan dirinya di kasur. Berharap segala urusannya esok dipermudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Behind You
ChickLitReva tidak pernah membayangkan bahwa dia akan tinggal terpisah dengan ibu dan adik perempuannya. Di kota tempat tinggalnya yang baru dia bertemu dengan sahabat ibunya dan disana pula dia mengenal Biyan. Cowok yang jarang sekali berbicara, dingin, te...