Dua - "Welcome to The Real World"

70 10 0
                                    

Udara sore hari itu sungguh cerah dan hangat. Tetapi tidak dengan hati Reva. Hatinya seperti tertusuk duri dan pikirannya masih berkecamuk mengingat kejadian saat Biyan menatapnya dengan tajam dan dingin.

Seumur hidupnya belum pernah ia di tatap seperti itu apalagi oleh seorang pria. Handphone miliknya tiba-tiba berdering dan membuyarkan pikirannya. Ia melihat sekilas nama yang ada di layar handphone miliknya dan segera memencet gambar telepon berwarna hijau.

"Vaaaaaa kenapa kamu ga bilaaaang-bilaaaang sih kalo mau pindah?" Teriak Windy sahabat dekat Reva.

"Pelan dikit napa? Kupingku berasa mau meledak!" Pekik Reva.

"Iyaa iyaa sorry, habisnya shock aku tuh waktu di kasih tau Revi tadi. Kamu tinggal di mana? Kata Revi di rumah sahabat bunda? Punya anak ga? Cowok atau cewek? Kalo cowok ganteng ga?" Boom..Windy langsung menyerangnya dengan banyak pertanyaan.

"Busyeeet dah aaah, pertanyaan apa kereta? Panjang amat? Aku harus jawab yang mana dulu?" Balas Reva dengan nada kesal.
Sahabatnya ini dari dulu memang tidak berubah. Selalu kepoin Reva sampai titik darah penghabisan!

"Kamu tinggal di mana? Dan anaknya sahabat bunda itu cowok apa cewek? Kalo cowok ganteng apa nggak?" Windy masih belum menyerah dengan pertanyaan-pertanyaannya.

"Iya aku tinggal di rumah sahabat bunda. Punya anak cowok tapi ngeselin, datar, dingin kayak es batu, puas?" Teriak Reva. Ia semakin kesal mengingat kejadian tadi ditambah dengan Windy yang keponya ngalahin mimin lambe turah.

"Kenalin dong, Va? Sapa tahu cocok ya kan? Hehehe" Ujar Windy tanpa rasa bersalah sudah menyerang Reva dengan banyak pertanyaan dan sekarang minta dikenalkan sama Biyan.

"Boro-boro mau ngenalin ke kamu, nyapa aku aja enggak! Kamu tau es batu kan? Dingin banget, tatapannya tajam setajam mata pisau, yang ada ngeri bukannya ganteng! Udah ah pusing jawab pertanyaan kamu mulu! Bye! " Reva mencak-mencak saking kesalnya dan terheran-heran kenapa bisa ia mempunyai sahabat macam Windy, awet pula mulai SD sampai kuliah.

Ia menekan simbol telepon berwarna merah tanda mengakhiri percakapannya dengan Windy. Tak lama berselang ia mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia berjalan dan membuka pintu kamarnya.

Ternyata Tante Mita sudah berdiri di depan pintu sambil membawa beberapa camilan dan perlengkapan kamar mandi untuk di taruh di kamar mandi di dalam kamar Reva. Reva kemudian mempersilahkan Tante Mita masuk ke kamarnya.

"Tante, kenapa repot-repot bawain ini semua ke sini? Kan bisa minta tolong Buk Nah kemari? " Reva merasa tidak enak. Diberi tempat tinggal saja sudah alhamdulillah apalagi sampai diperhatikan seperti ini.

"Nggak papa, Va sekalian Tante mau ngobrol sama kamu. Gimana suka sama kamarnya? " Tanya Tante Mita.

"Suka, Tante. Terima kasih banyak." Jawab Reva dengan tulus.

Sejujurnya ia sendiri tidak menyangka bahwa kamar yang sekarang ditempatinya terlalu mewah. Kamar tersebut di dominasi warna putih dan abu-abu dengan furniture dan karpet berwarna senada, ada televisi LED, kulkas kecil dan luas kamarnya tiga kali lipat lebih besar dari kamar yang ada di rumahnya.

"Tujuan Tante kesini cuma mau bilang kalau mulai besok dan seterusnya Biyan yang akan antar dan jemput kamu pulang kerja."

Glek! Reva menelan ludahnya. Cobaan apalagi ini? Ia masih berusaha mencerna kata-kata Tante Mita. Bagaimana mungkin Biyan yang akan mengantarnya sedangkan ada sopir di rumah itu?

"Va, kok malah bengong?" Tanya Tante Mita sekaligus membuyarkan pikiran Reva.

"Nggak usah repot-repot, Tante. Nggak apa-apa Reva berangkat sama pulang sendiri saja. " Tolak Reva.

Memories Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang