"Apa kabar kamu, Bi?" sapa seorang pria paruh baya berpawakan tinggi kekar.
"Baik, Om. Maaf Biyan baru sempat berkunjung, padahal uda hampir dua tahun om pindah kesini," jawab Biyan.
"No problem, Bi. Om paham."
"Apa sudah ada perkembangan yang berarti dari penyelidikan yang om lakukan?" tanya Biyan serius.
"Belum ada, Bi. Sulit untuk menemukan pelakunya mengingat jalan dimana Keysha ditabrak sangat sepi dan tidak ada CCTV di sana," jawab pria di hadapan Biyan. "Kamu benar-benar belum menyerah dan melupakan semuanya?"
Biyan menggeleng pasrah. Saat menerima telepon dari pria yang ada di hadapannya Biyan sangat antusias. Ia menanti-nanti kabar baik dari pria itu. Tapi angan-angan memang tidak seindah fakta yang dibeberkan pria itu barusan.
Tiga tahun yang lalu merupakan tahun kesedihan Biyan. Keysha yang merupakan calon tunangannya mengalami peristiwa tabrak lari hingga nyawanya tak terselamatkan. Kejadian tersebut benar-benar mengubah hidup Biyan secara drastis.
Biyan sangat terpukul dan mengurung dirinya selama dua bulan di kamar. Kematian Keysha yang terlalu mendadak benar-benar sulit ia terima. Mengingat Keysha yang membantunya berjuang dari nol merintis usaha Bimbingan Belajar dan Sekolah Musik yang ia geluti.
Keysha merupakan orang terdekat yang begitu memahaminya bahkan ketika Biyan belum punya apa-apa. Biyan merasa telah berhutang budi banyak pada Keysha dan belum sempat membahagiakannya.
"Sudah saatnya kamu buka lembaran baru, Bi. Tiga tahun apa masih belum cukup?" tanya pria yang ada di hadapannya.
"Rasanya Biyan masih belum sanggup, om. Ada perasaan yang masih mengganjal dan bertemu pelakunya adalah cara terbaik untuk menghilangkan rasa yang mengganjal itu," jawab Biyan. Sesak di dadanya kembali muncul. Rasa sakit yang sesungguhnya adalah ketika benar-benar kehilangan orang yang sangat kita cintai.
"Tapi Biyan masih menyimpan barang bukti pelaku yang tertinggal di TKP, apakah itu cukup?" tanya Biyan.
"Sepertinya sulit, Bi. Seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Om akan selalu berdo'a dan berusaha untuk membantu kamu. Untuk sementara ini yang bisa om bantu. Ngomong-ngomong mau nggak om kenalin sama cewek?"
"Cewek? Nggak mau ah kalo temen om Hendry, yang ada Biyan jalan sama tante-tante dong?" Pria yang ada di hadapan Biyan adalah Bapak Hendry ketua Lapas Kelas I yang baru saja ditemui Reva.
"Ya nggaklah, Bi. Cewek yang mau om kenalin namanya Reva. Dia cantik, punya empati yang tinggi, cerdas, dan bisa menempatkan diri. Bagaimana?" ujar Bapak Hendry menawarkan.
Biyan berpikir sejenak. Jangan-jangan Reva yang dimaksud adalah Reva si tukang ngumpat yang tinggal di rumahnya dan baru saja berpapasan dengannya di area parkir.
"Nama panjangnya Revani Naureen bukan?" tanya Biyan menyelidik.
"Kok kamu tahu? Kamu kenal dia? Bagus kalau begitu. Coba kenali dia lebih dalam lagi om akan dukung kamu." Bapak Hendry tampak bersemangat menjodohkan Biyan dengan Reva.
Biyan tidak menjawab pertanyaan Bapak Hendry malah mengajukan pertanyaan balik. "Dari mana om tahu sebanyak itu tentang Reva?" tanya Biyan penasaran.
"Dia aktif melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan terutama untuk daerah pinggir dan orang-orang termarjinalkan, termasuk salah satunya napi-napi yang ada disini. Dan om kenal Reva sejak setahun lalu sewaktu dia menjadi koordinator acara," jelas Bapak Hendry.
Biyan mengangguk-anggukkan kepalanya. Rupanya ia salah mengira tentang Reva. Mungkin yang ditunjukkan Reva kepadanya selama ini adalah sisi lain dari Reva. Karena Biyan juga belum mengenalnya dekat.
"Setelah ini kamu ada acara?" tanya Bapak Hendry.
"Sepertinya iya, Om."
"Pasti ke rumah Reva kan?" ledek om Hendry sambil tertawa.
Biyan hanya menggeleng sambil tersenyum.
"Ngaku sama om. Nggak usah senyum-senyum gitu." Bapak Hendry semakin gencar menggoda Biyan.
"Semangat banget sih nyomblangin Biyan sama Reva? Jujur sih Biyan belum ada pikiran mau menjalin hubungan lagi."
"Bi, sedih itu boleh tapi kalau berlarut-larut sama aja hancurin diri kamu sendiri. Sudah berapa banyak waktu yang kamu buang? Bi, mungkin kamu bisa mandiri secara finansial tapi finansial yang kamu miliki nggak akan bisa membeli waktu yang sudah kamu sia-siakan." Bapak Hendry menasihati.
Biyan mencerna kata-kata yang disampaikan Bapak Hendry. Memang benar ia telah banyak membuang waktunya selama ini. Tapi ia juga tidak bisa mengendalikan diri dan perasaannya.
Kehilangan Keysha seperti kehilangan separuh semangatnya. Hidupnya yang dulu berwarna berubah menjadi sepi dan menyedihkan.
"Cuma kamu yang bisa mengendalikan dirimu sendiri, Bi. Om hanya bisa menasihati dan berdoa yang terbaik buat kamu," Lanjut Bapak Hendry.
"Terima kasih banyak, Om," ucap Biyan dengan tulus.
"Sama-sama. Kalau ada apa-apa kamu bisa datang kesini atau main ke rumah."
"Biyan pamit dulu om."
"Hati-hati. Cek WA kamu, om sudah kirim alamat rumah Reva. Kali aja beneran mau main ke sana," ujar Bapak Hendry sambil terkekeh.
Biyan hanya tersenyum sambil menatap layar ponselnya dan bergegas pergi menuju suatu tempat.
***
Part 7 completed 😎 gimana temen-temen? Ada yang bisa nebak tujuan Biyan selanjutnya kemana? Lanjut d kolom komentar yaa 😁 terimakasih sudah meluangkan waktu membaca cerita Dan. Ditunggu votenya 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Behind You
Literatura FemininaReva tidak pernah membayangkan bahwa dia akan tinggal terpisah dengan ibu dan adik perempuannya. Di kota tempat tinggalnya yang baru dia bertemu dengan sahabat ibunya dan disana pula dia mengenal Biyan. Cowok yang jarang sekali berbicara, dingin, te...