Tiga - Si Tembok Beton

51 11 0
                                    

Tepat pukul lima sore mobil Biyan sudah terparkir di depan pintu gerbang kantor Reva. Reva sempat takjub dengan karakter Biyan yang tepat waktu. Ia bergegas mengemasi barang-barangnya dan berpamitan pada teman-temannya. Begitu sampai di depan pintu gerbang  ia segera berlari dan menghampiri Biyan yang sedari tadi sudah menunggunya.

"Sore, Bi." Sapanya dengan ramah.

"Hm." Jawab Biyan singkat.

Reva speechles. Ia berusaha ramah karena menghargai Biyan yang mau meluangkan waktunya untuk mengantar dan menjemputnya. Tapi Biyan malah bersikap sebaliknya. Ia jadi bertanya tanya, sebenarnya bagaimana karakter Biyan yang sesungguhnya? Jika ada kesempatan ngobrol lama dengan Buk Nah ia akan gunakan sebaik-baiknya untuk mencari tahu.

Sepanjang perjalanan tak ada satu pun kata-kata yang keluar dari mulut Biyan. Membuat hati Reva sedikit kesal. Perjalanan dari kantor sampai rumah yang sebenarnya dekat terasa jauh sekali karena suasana yang dingin dan canggung. Ketika melihat mobil Biyan berhenti di depan rumah berpagar hitam Reva bernafas lega karena suasana yang canggung ini akan segera berakhir.

"Makasih Bi." Ucap Reva sebelum turun dari mobil.

Lagi-lagi Biyan hanya mengangguk singkat tanpa menoleh sedikitpun pada Reva. Hati Reva semakin merasa jengkel. Apa susahnya sih bilang "iya" atau "sama-sama"? Kenapa ia nggak nolak aja sewaktu Tante Mita menyuruhnya untuk mengantar dan menjemputnya? Dari pada terlihat terpaksa seperti ini.

'Dasar tembok beton!' Pekik Reva dalam hati.

Ia segera bergegas menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubuh dan juga pikirannya. Ia sudah membayangkan betapa nikmatnya bersantai di balkon kamarnya menikmati angin sore yang berhembus lembut. Begitu sampai di kamar, ia langsung mandi dan berganti pakaian kemudian membawa beberapa camilan ke balkon kamarnya.

Ketika baru saja Reva menghempaskan tubuhnya di kursi rotan yang ada di balkon, ia mendengar handphone-nya berbunyi. Lalu ia melihat sekilas nama yang tertera di layar handphone dan kemudian memencet simbol telepon berwarna hijau.

"Vaaa, gimana hari pertama kerja? Lancar? " Windy mengabsen.

"Alhamdulillah lancar. Tau ga? Masa di hari pertama sudah ada yang kelihatan toxic loh!" Cerita Reva.

"Masa sih? Pasti nyebelin ya? Dan pasti cewek. Ga mungkin kalo cowok." Windy menimpali.

"Kata siapa cowok ga mungkin nyebelin? Buktinya ada yang nyebelin, level dewa malah!" Reva jadi ingat perlakuan Biyan kepadanya barusan yang membuat hatinya jengkel.

"Siapa? Biyan lagi?" Tanya Windy penasaran.

"Iya! Mau siapa lagi coba? Masa aku uda bersikap ramah dan berterimakasih soalnya uda diantar jemput eh responnya ga lebih dari anggukan singkat dan kata yang keluar dari mulutnya cuman 'Hm' doang! Dasar tembok beton! Rasanya pengen aku jambak rambutnya dari belakang! Kalau terpaksa itu mending nolak halus!" Reva bercerita seperti orang kesetanan.

"Kasiannya cowok ganteng malah dipanggil 'Tembok Beton' hahahaha.." Windy tertawa terbahak-bahak mendengar julukan khusus yang diberikan Reva pada Biyan.

"Windy!!! Aku serius tauu!!" Reva berteriak saking jengkel nya.

"Emang aku bilang kamu ga serius? "

"Enggak juga sih hehe.."

"Kamu uda cari tahu Biyan itu orangnya seperti apa?" Tanya Windy lagi. Pemikirannya persis seperti apa yang dipikirkan Reva tadi.

"Belum sih, rencananya aku juga pengen cari tahu, tapi belum ada waktu yang pas buat ngobrol sama asisten rumah tangga Tante Mita."

"Aku punya ide bagus!" Windy menawarkan ide briliannya.

"Apa coba? "

"Besok kamu bangun lebih pagi terus coba kamu bantuin asisten rumah tangganya Tante Mita sambil tanya-tanya, gimana?" Windy menawarkan solusi yang cukup cerdas.

"Ide bagussss! Ga sia-sia punya temen kayak kamu! Udah yaa aku mau rebahan dulu, bye!" Reva menutup telepon sembari senyum-senyum sendiri.

                     ***

Biyan terlihat sibuk memberi makan iguananya di balkon kamarnya. Biyan memiliki hobby memelihara hewan reptil salah satunya iguana. Si Antonio ini merupakan reptil kesayangan Biyan sehingga ia menaruh kandang Antonio di  balkon kamarnya.

Aktivitas memberi makan Antonio ia hentikan ketika terdengar suara gadis yang kelihatannya marah-marah. Fokusnya memberi makan Antonio terpecah ketika gadis yang marah-marah itu menyebutkan namanya.

'Pasti itu Reva' gumamnya pelan.

Biyan kemudian menghentikan aktivitasnya dan mulai mendengarkan obrolan Reva. Ia begitu tercengang ketika Reva marah-marah dan memberinya julukan 'Tembok Beton'. Ia sempat ingin mendatangi Reva dan menjelaskan bahwa tidak ada keterpaksaan ketika ia mengantar atau menjemput Reva, tapi ia urungkan. Ia tahu bahwa sekarang Reva masih kesal padanya.

Ia jadi bertanya-tanya apakah sikapnya pada Reva keterlaluan? Karena selama ini tidak ada yang mempermasalahkan sikapnya yang demikian. Sesungguhnya bukan kemauannya juga untuk bersikap seperti itu. Selama tiga tahun ini ia masih belum bisa melupakan kejadian buruk yang menimpanya hingga ia menutup akses untuk dekat dengan siapapun termasuk bundanya sendiri.

'Antonio, haruskah aku mendatangi Reva dan mengatakan kalau aku tidak keberatan?' Ia bertanya pada Antonio seperti orang yang kehilangan arah. Karena ia memang tidak tahu apa yang harus ia lakukan pada Reva.

                      ***

Selesaaaaai part ketiganya 😁 hayo loh ngaku siapa yang sering ghibah terus diam-diam orang yang di ghibahin ga sengaja denger? Hehehe

Semoga suka sama ceritanya yaa.. 😁😁 Di tunggu komen dan votenya.

Memories Behind YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang