"Nggak ada yang ketinggalan kan, Va?" Tanya Melani seraya memakai helmnya.
"Sepertinya nggak ada. Tadi sewaktu berangkat ke rumah sakit Reva nggak bawa apa-apa."
"Ya siapa tahu walaupun kamu nggak bawa apa-apa tapi hati kamu masih ketinggalan di sana," ledek Melani.
"Nggak lucu ah!"
"Seribu persen aku bakal dukung kamu kalau kamu jadian sama Rivan!" ucap Melani semakin berapi-api.
"Nggak bakal mungkin Reva bisa jadian sama Kak Rivan."
"Why not?? Kamu normal kan??" teriak Melani mulai gemas sendiri.
"Emmmm...ada cowok lain yang Reva suka..," ucap Reva malu-malu.
"Siapa? Aku kenal nggak sama orangnya?" Melani mulai kepo.
"RAHASIA!" bisik Reva tepat di telinga kiri Melani.
"Nggak seru!!"
"Jadi antar Reva pulang nggak?"
Melani kemudian menyalakan motornya dan melaju menuju rumah tante Mita. Sepanjang perjalanan Reva menceritakan apa yang ia alami di rumah sakit dengan begitu semangatnya, hingga tidak terasa motor Melani sudah berhenti tepat di depan pintu pagar rumah tante Mita.
"Yaaah kenapa udah sampai sih? Padahal kan ceritanya seru!" cerocos Melani.
"Besok Reva lanjutin lagi ceritanya, makasih ya, Kak sudah antar Reva pulang."
"Sama-sama, awas sampai besok kamu nggak lanjutin ceritanya! Jangan lupa bawa dress putih selutut untuk acara sore hari."
"Siap boss!! Reva masuk dulu ya.."
🌸🌸🌸
Dua jam sudah Biyan mondar-mandir di teras rumahnya menunggu Reva pulang. Tidak biasanya Reva pulang selarut ini tanpa pamit. Ia sempat menelpon Reva tapi nomor Reva tidak aktif. Ia juga sudah datang untuk menjemput Reva di tempat kerja tapi menurut penuturan security Reva sudah pulang. Lantas kemana perginya gadis itu?
Siang tadi ia tak sengaja mampir ke rumah Reva sebentar karena kebetulan ada acara di Kota tempat Reva tinggal. Saat ia baru saja memarkir mobilnya, ia melihat Revi berlari tergopoh-gopoh. Rupanya Revi sedang menunggu taxi untuk mengantar bunda ke rumah sakit. Biyan menyuruh Revi untuk membatalkan taxi yang Revi pesan dan bergegas mengantar bunda dan Revi ke rumah sakit.
Puji syukur kondisi bunda Reva tidak begitu mengkhawatirkan. Bunda Reva mengalami dehidrasi dan untungnya masih tergolong ringan. Bunda diperbolehkan pulang setelah infusnya habis dan Biyan berpikir untuk menghubungi Reva. Tapi sampai sekarang pun ia belum mendapat kabar dari gadis itu. Perasaan lega sekaligus kesal menyelimuti ketika Biyan melihat Reva berjalan menuju teras.
"Dari mana aja kamu?" tanya Biyan mengintrogasi. Raut wajahnya dingin, rahangnya menegang seperti siap menerkam Reva.
"Dari kantor.." Reva hanya menjawab singkat. Terus terang saat ini ia sedang malas untuk berdebat. Ia hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya.
"Bohong!" sergah Biyan.
"Terus kenapa?" tantang Reva. Emosinya sudah mulai memuncak.
"Kasih kabar via chat atau telpon kalau pulang telat apa susahnya sih?"
"Harus ya? Reva bukan anak kecil yang kemanapun Reva pergi kamu harus tahu, see?" tajam Reva. Ia mulai kehilangan kesabarannya. Sejak kapan Biyan jadi kepo seperti ini?
Biyan menatap Reva tajam sambil berusaha menahan emosinya sekuat mungkin. "Oke, aku juga sama sekali nggak tertarik sama urusan pribadi kamu. Aku harap kamu baik-baik aja setelah baca pesan dari Revi," ucap Biyan sambil berlalu meninggalkan Reva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories Behind You
Chick-LitReva tidak pernah membayangkan bahwa dia akan tinggal terpisah dengan ibu dan adik perempuannya. Di kota tempat tinggalnya yang baru dia bertemu dengan sahabat ibunya dan disana pula dia mengenal Biyan. Cowok yang jarang sekali berbicara, dingin, te...