Diantara kebisingan dan keriuhan yang bersenandung memenuhi rungu, aku adalah satu-satunya pengunjung yang
menenggelamkan wajah di balik lipatan lengan diatas meja dengan mulut yang terkatup rapat membiarkan peribadi yang duduk didepanku turut terseret situasi yang kurang membahagiakan. Pria itu menyorotku seolah ingin mencabik-cabik, ini sudah 30 menit aku melakukan aksi ini didepannya dia pasti mulai jengah.Aku pusing.
Pengakuan Jimin waktu itu, tanpa sadar kian menjadi beban yang terpaksa ku pikirkan secara matang. Dan disinilah aku berakhir dihadapan Chan yang sedari tadi menanyaiku, apa yang terjadi.
"Jika kau tidak ingin berbicara, ya sudah aku pergi." Ucapan Chan berhasil membuatu mengangkat wajah lantas menyodorkan expresi memelas yang kelewatan seolah aku sedang dihadapkan dengan keputusan besar tentang perdamaian dunia.
"Jangan pergi dulu," rengekku.
Chan menghela napas kelewat panjang lantas menagih jawaban.Aku menegakkan badan siap berbagi kisah bersama Chan.
"Beberapa hari yang lalu, aku bertemu Jun." Mataku menemukan keterkejutan dibalik manik bergetar pria itu."Apa kalian membahas tentang memulai hubungan kembali?"
Aku mengangguk mengiyyakan.
"Astaga! Mina-yah kau sudah gila ya? Kau tidak bisa meminta orang lain menjadi kekasihmu. aku tahu suamimu berengsek tapi itu bukan tiket untuk kau memulai perselingkuhan."
Aku tidak terkejut lagi, bagaimana kalimat kelewat suci itu keluar dari mulut Chan karena dia sememangnya pemuda yang penuh rasa keadilan dalam setiap pertimbangan. Dia mungkin marah diwaktu itu karena aku yang memanas manasinya dengan mengatakan aku di siksa oleh Jimin, padahal aku dari dulu juga tau, pria bermarga Go itu tidak suka bersitegang urat, apa lagi sampai terlibat perkelahian.
Aku merotasi bola mata.
"Ya, aku memintanya dan dia menolakku.""Syukurlah," ucapnya sambil mengelus dadanya.
Sialan.
"Tapi, itu bukan alasan aku minta bertemu denganmu. Ada hal lain."
Aku lantas meraih gelas berisi jus semangka, lalu menyedot habis isinya menyisakan Chan yang melototiku di balik gelas dengan wajah herannya.
Bagaimana aku ingin memulainya? Aku bingung sendiri.
2 detik berlalu, Chan cuma bisa mengetuk-ngetuk meja sebagai pelampiasan rasa penasaran.
Seketika, mulutku terbuka.
"Jimin. D-dia mengatakan jika dia menyukaiku," aduku meminta simpati. Di sukai Jimin itu berakhir dengan aku yang seperti di teror setiap hari didalam rumah dengan kelakuan pria itu yang semakin berani.
Jimin tidak lagi ragu ketika dia ingin memelukku, bahkan kebiasaan pria itu akhir-akhir ini dia sering menciumku didahi sewaktu akan berangkat kekantor. Bagiku semua itu cukup mengganggu, tapi tidak bagi Jimin, dia sering tersenyum cerah saat aku bersedia mengabulkan keinginan kecilnya.Jika tidak, dia juga akan memaksa. Jadi aku bisa apa? Selain diam dan menerima.
"Itu malah lebih bagus, setidaknya kau harus tetap sadar kalau Jimin satu-satunya pria yang berhak mendapatkan perhatianmu. Bukan Jun," balas Chan enteng sembari tersenyum singkat.
Aku meletakkan tangan diatas meja. Menatap Chan intens.
"Kau tidak menyuruhku menjauhi Jimin?" Tanyaku penuh keheranan. Kenapa dan mengapa pria ini bisa semudah itu memberi restu pada Jimin, katanya berengsek.Chan mengangguk mantap.
"Awalnya aku memang merasa kalian tidak cocok tapi setelah ku pikir dengan matang, tidak masalah untuk kalian saling mendekat karena kalian bukan orang asing, tapi suami istri ikatan diantara kalian suci."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Trace (END)
Fanfiction(COMPLETED) Special for jimin birtday. Apa jadinya jika dua orang dengan sikap yang saling bertolak belakang di satukan? Haruskah itu di anggap keberuntungan? Atau malah sebuah kutukan? "Mau mencoba melakukan sesuatu?" Jimin berucap tenang seper...