Aku baru selesai menjemur cucian dihalaman belakang. Pinggangku terasa sakit karena mengangkat beberapa bakul sekaligus.
Hari ini, hari sabtu aku berencana membersihkan rumah juga mengganti semua sprai agar besok aku memiliki waktu luang. Aku ingin bersenang-senang juga mengambil beberapa perawatan kecantikan. Aku tidak selalu melakukan hal ini, hanya ketika aku merasa lelah. Dan waktunya sudah datang beberapa hari ini, aku sering merasa lelah.
Tepat pukul 11: 50 aku mendengar suara mesin mobil baru saja di matikan, menandakan sang majikan sudah pulang untuk mengambil jatah makan siang, beruntung semua sudah ku persiapkan dan aku tidak perlu menerima omelan Jimin.
Dengan buru-buru aku membuka pintu untuknya, mempersilahkan Jimin masuk. Untuk beberapa saat, aku terdiam mengamati langkah Jimin yang bergema di susuli bunyi sepatu hak, yang ku yakini milik seseorang. Seketika aku mengangkat wajah untuk mencari tahu sosok itu, dan mataku langsung di suguhkan dengan peribadi wanita berblouse putih di padankan rok hitam selutut yang menampilkan kaki jenjangnya. Aku jadi berpikir sejenak, mungkin dia teman Jimin, tapi dalam sekejap aku melunturkan asumsi ku lalu menggantikannya dengan keyakinan saat atensiku menangkap bahasa tubuh mereka.
Wanita itu, pasti salah satu koleksi Jimin melihat bagaimana cara Jimin merangkul mesra pinggang wanita tersebut, membuat aku sempat merotasi bola mata akibat jengah yang tiba-tiba singgah.
Beruntung aku memang terlahir cuek, juga tidak mudah terbawa perasaan. Jika yang mengalami situasi ini gadis lain ku yakin, kekasih Jimin pasti tinggal nama tepat saat kakinya menginjak halaman.
Aku menggulung rambut panjangku keatas, memperbaiki celemek pink yang setia melekat di tubuhku. Membandingkan penampilanku dengan wanita itu, aku merasa hanya sebatas remahan tepung---tidak ada apa-apanya.
Sesudah merapikan hidangan, aku mempersilahkan Jimin juga wanita itu untuk duduk dan menikmati makan siang mereka.
Tepat saat aku membalikkan tubuh untuk membiarkan mereka memiliki waktu berkualitas, suara Jimin malah menghentikanku dari melangkah maju.
"Tetaplah berdiri disitu, aku tidak bisa memanggilmu jika Seulbi--ku membutuhkan sesuatu," ucap Jimin sembari menatap wanitanya dengan binar bahagia.
Aku mengepal kedua tangan.
Apa ini nyata? Aku disuruh berdiri dan menonton pertunjukan romantis. Tapi aku tidak punya pilihan lain, dengan terpaksa, aku melakukan sesuai intruksi Jimin. Membekukan perasaan jengkel dan diam-diam menyumpah didalam hati."Jim, jangan berlebihan aku tidak serewel itu." Suara centil jelas mengambangi runguku.
Wanita bernama Seulbi itu menatapku, tersenyum meremehkan.
"Terima kasih atas makanannya Nyonya Park."Aku kaget. Tentu saja, bagaimana dia bisa tau jika aku istri Jimin? Seingatku kami berdua punya kesepakatan untuk tidak mengumbar status kami.
Astaga! Jimin benar-benar tidak bisa di percaya.
Dengan perasaan jengkel, aku berdiri seperti patung dengan manik yang di penuhi momen kelewat manis pasangan tersebut. Mereka membuat perutku penuh dan terasa ingin muntah.
Jika ada yang bertanya apa aku tidak cemburu melihat Jimin bersama kekasihnya bermesraan tepat dihadapanku yang notabenenya istri sah Jimin, aku akan menjawap iyya, aku cemburu karena Jimin masih bisa melakukan itu sesudah kami menikah, sedangkan aku yang sulit menemukan kenyamanan harus tetap diam dan merindukan sosok pria yang tidak ku tau pasti dimana keberadaanya.
Menyebalkan.
"Jim, apa setelah ini kita langsung kekantor?" Seulbi memotong dengan anggun steak daging yang tertata diatas piringnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Trace (END)
Fanfiction(COMPLETED) Special for jimin birtday. Apa jadinya jika dua orang dengan sikap yang saling bertolak belakang di satukan? Haruskah itu di anggap keberuntungan? Atau malah sebuah kutukan? "Mau mencoba melakukan sesuatu?" Jimin berucap tenang seper...