● 15. Perlahan

114 16 4
                                    

Bagian 15

HAPPY READING!

Lima belas menit setelah bel pulang sekolah berbunyi, selasar Kelas masih ramai akan lalu lalang siswa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lima belas menit setelah
bel pulang sekolah berbunyi, selasar Kelas masih ramai akan lalu lalang siswa. Ada yang menggandeng pasangan, anak olimpiade yang menggenggam erat buku-buku dan lain sebagainya. Di sisi lain Kamis hanya menatap lapangan. Ia rindu suasana voli. Lasa, Adit dan kawan-kawan yang suka bercanda ria dalam mendung menggelantung di atas langit. Semua itu sekarang hanya menjadi kenang dan akan selalu teringat dalam hidup cowok berjuluk bisu itu.

"Udah, jangan dipikirin lagi. Lebih baik lo berubah jadi Kamis yang dulu. Ceroboh, suka bercanda dan Dengerin apa kata Lexanya."

Tangan Kamis yang sedingin embun pagi kini digenggam kuat. Membuat Kamis refleks menoleh ke arah sang penggenggam. Ia rasa setruman kuat di dada tidak lagi terasa saat tau bahwa Alexa lah pelakunya. Dengan spontan tangan cewek itu ia hempas pelan.

Tak ada jawaban Alexa kembali berujar, "Kenapa sih lo ngejauh dari gue, Dar? Gue salah apa sama lo?"

"Banyak," jawab Kamis enteng.

"Coba sebutin kali aja gue bisa nebus--"

"Telat. Nasi udah jadi bubur, Xa. Gue kira lo itu---Ah lupain aja. Gue pulang dulu." Kamis mengambil tas hitamnya.

Alexa menatap Kamis dengan tatapn sulit diartikan. "Maksut lo? Lo mau ninggalin gue gitu? Ok, Gue bakal buktijn kalau lo enggak akan bisa jauh dari gue, Kam!"

Kamis melenggang pergi. Menanggalkan sejuta keheranan di otak kanan maupun kiri. Sejak kapan cowok itu mulai membangkang pada Alexa. Jujur saja Alexa belum pernah mendapatkan penolakan dari Kamis.

"Butuh kepekaan dalam setiap hubungan, Xa," sahut Meri.

"Apaan sih Kak, enggak jelas." Alexa menghentakkan kaki kesal lalu meninggalkan Meri.

Meri menggeleng pelan"Tipe cewek kurang peka."

---
I

ngat akan kejadian tadi masih mengiang. Sayatan di ulu hati Kamis masih menganga lebar. Begitu mudah Alexa menganggap kata sahabat kembali seperti dulu. Sampai sebuah amplop surat membuat Kamis tersenyum simpul.

Dalam suasana ranap kamar, Kamis masih setia menatap amplop yang tadi ia dapat dari Maya. Netra sewarna arang miliknya kian sayu. Senyum di bibir cowok itu merekah sempurna. Belum pernah ia merasakan kenyamanan bersama orang lain kecuali Alexa. Namun, sekarang ia tidak menutup kemungkinan kalau rasa nyaman pada Maya telah tumbuh perlahan. Laku gadis itu sungguh membuatnya ingin mengulum senyum selalu.

"Sayang gue enggak bisa sama lo," kata Kamis seraya mematikan ponsel.

Aktivitas hari ini adalah mengerjakan makalah. Jadi Kamis hanya duduk manis dengan jari-jari tangan yang menari di atas keyboard laptop. Di tengah suasana sepi sebuah notifikasi chat masuk. Ia kira hal penting, Kamis segera meraih lalu membuka dari siapa chat tersebut.

+62 831-2354-85**

eh kamu, kalau kamu mau minta maaf seperti yang kamu bilang harus ada syarat. Syarat maaf dari saya :

1. Jemput saya tiap hari
2. Anterin saya ke kantin tiap hari
3. Temenin saya ekstra
4. Chat saya duluan
5. Ajarin saya matematika
6. Nenangin saya saat nangis
7. Jadi teman karib saya
....
10. Kasih tau hobi kamu dong, kalau perlu semua tentang kamu
Itu aja kok enggak lebih

Nyaris saja tawa Kamis pecah. Sesegera mungkin ia menahan gelaknya. Jujur ini persyaratan atau niatin pdkt? Terlalu berharap kesannya

Di sisi lain sebuah chat yang Kamis arsipkan sejak lama ia buka. Nama prioritas pun ia edit sedemikian rupa menjadi Alexa saja. Kini kata prioritas untuk Alexa tak lagi menghias kontak whatapps Kamis lagi.

Alexa

Kenapa lo ngejauh dari gue, Kam?

Gue salah apa sama lo?

Jangan delive terus!

Setiap gue ke kantin lo menghindar. Salah gue apa? Biar bisa diperbaiki persahabatan kita Kam.

Kamis merotasi bola matanya malas. Mana ada sahabat yang berpacaran tanpa memberitahukannya terlebih dahulu. Posisi Kamis sekarang tak lagi dipandang oleh Alexa. Hanya dijadikan barang antik di lemari yang tak pernah dipakai.

"Andai lo bisa ngerti apa yang lo rasain." Kamis menghela napas dalam.

Di balik pintu kamar Kamis, Fadly melongo. Baru kali ini putranya yang terkenal dengan ekspresi datarnya tersenyum. Rasa bersalahnya jadi berkurang. Sesekali ini membayangkan masa-masa itu. Masa di mana janji pada sang pujaan hati yang akan selaku membuat buah hati tersenyum meski ia telah pergi.

---

Maya merengut kesal di pojok Kamar. Sementara Lola yang melihat hanya cekikikan tak jelas. Tawa semakin pecah kala centang biru pada lock chat Wa Maya.

"Kamu kok ngajak ribut, sih! Niat jual mahal malah enggak jadi. Terus ini gimana?"

Lola mengatur napas. "Udah biarin aja, lagian pesannya udah dibaca sama your masa depan, 'kan?" katanya seraya menaikan alis menggoda.

Otak masa bak mengepul-ngepul sekarang. Pemikirannya terotak-atik akan kata-kata yang Lola gagas tadi. Memang setelah dipikir-pikir menguntungkan, tapi ... itu terlalu jual murah pada Kamis.

"Udah, jalanin aja. Enggak ada salahnya minta syarat alay demi pendekatan sama Masa Depan," ujar Lola meyakinkan.

Saking polosnya, pemikiran Maya sekarang tak dapat berkerja. Anggukan tanda setuju pun ia tunjukan membuat Lola kegirangan setengah mati. Akhirnya tujuan Lola membuat Maya bahagia tercapai. Setidaknya harap itu hampir terwujud. Ingat! Hampir.

Maya hanya memasang senyum sulit diartikan. "Iya deh. Kalau dia enggak nurutin syarat kamu mau bayar saya berapa?"

Mata Lola sukses membelalak. "Eh! Enak aja. Pasti dia mau, lah. Dari cara dia mau minta maaf ke elo aja special gitu, masa lo enggak yakin sama teman sendiri sih? Harusnya gue yang tanya, lo mau bayar gue berapa sekarang!'

Cewek itu menggigit bibir bawahnya pelan, dilanjutkan raut melas pada Lola.

"Lola kamu kan sahabat terbaik dan tercantik saya. Masa kamu enggak mau iklasin ide kamu?" bujuk Maya masih dengan raut melas.

Lola merotasi bola mata malas. "Iya-iya gue iklas."

"Yang ikhlas dong. Biar disayang Tuhan." Maya menyiapkan mukena. "Ayo solat dulu, nanti biar kamu enggak masuk neraka. Dosa kamu banyak soalnya," ujar Maya seraya cekikikan tak jelas.

Kedua cewek itu langsung mengambil air wudhu di lanjutkan kewajiban terhadap Sang Pencipta.

---

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

TBC

KamisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang