18. Sedikit Goyah

81 11 0
                                    

Bagian 18
HAPPY READING!

Haruskah aku keluar zona untuk bahagia?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haruskah aku keluar zona untuk bahagia?

---

Maya mengetuk-ngetuk lantai dengan kaki. Menunggu Kamis yang tak kunjung keluar dari kelasnya. Jujur saja ja takut akan tatapan kakak kelas yang seliweran. Mereka keknya kurang kerjaan sampai-sampai ada yang memperhatikan Naya sedetail itu.

Mencoba berpikir positif, Maya hanya mengira bahwa itu karena Kamis termasuk cowok yang cukup berpengaruh. Ganteng sih iya, sifatnya itu yang membuat cewek itu ingin menghujatnya habis-habisan. Mengumpat di depan muka sok nya tak lupa sumpah serampah dengan nada tinggi melebihi volume suara orang normal.

Gabut jadi melanda. Kaki ia ayunkan kala duduk di depan kelas Kamis. Sesekali melihat ke sana ke mari menghilangkan jenuh. Bukannya mendapati sosok mening, mata malah menangkap seorang cewek di balik pilar. Netra sewarna arang itu dibaluti warna putih eh bukan warna putih, melainkan pink mungkin.

Maya menutup mulutnya sesekali. Bagaimana mungkin seorang manusia memiliki mata seperti itu. Ah, memang otaknya terlalu polos untuk hal ini.

"Ya kali kayak di Naruto, punya rasinggan yang merah-merah itu," kata Maya iseng. Terlihat jiwa wibunya mulai nampak.

"Jangan coba-coba ngurusin urusan orang." Kamis yang baru keluar kelas melihat Maya sekilas. "Ayo pulang," ajak cowok itu dingin.

Tak ada hujan, angin maupun tumbal eh salah, maksudnya panggilan atau kode alarm, Meri menepuk oundak Kamis. Jangan lupakan ekspresi khas cowok itu dengan raut cumil hingga yang melihat akan terpesona seketika. Ya kalau belum tau sifat aslinya.

"Gue tadi jemput kamu, May. Kata Bunda kamu udah bareng masa depan. Ya kali aku mau ganggu hubungan sejoli, nanti rusak dikira pelakor. Benerkan kata gue, jodoh udah ada yang ngatur." Meri menatap Kamis seraya menaikan alis tebal miliknya. "Iya, 'kan, Kam? Eh maksud gue Masa Depan."

Senyum cewek berbando pink merekah. Jujur saja kedua kaum adam di depannya gemas sendiri. Tanpa gengsi si salah satu dari mereka---Meri mencubit pipi Naya gemas. Sementara Kamis hanya melihat peristiwa itu dengan wajah datar. Mungkin ini rasa gengsi atau semacamnya. Positif thinking saja kalau Kamis masih punya rasa dengan orang yang membuat luka di dada.

"Gue pulang dulu." Tatapannya belarih ke cowok di smapingnya. "Tungguin Maya ekstra musik. Jangan lupa juga Selasa dia ekstra karate. Jangan buat dia kesepian. Jangan buat dia menunggu, karena menunggu itu sakit."

Meri kembali mengembangkan senyum ramahnya. "Bye, May," katanya seraya meninggalkan tempat.

Hanya memutar bola mata. Ya, itu yang Maya lihat dari laku Kamis kali ini. Aneh, absurd dan kata-kata yang menjuru pada keheranan di otak Maya rasanya ingin lepas dari lidah. Daripada menimbulkan cek cok antara dia dan sang Masa Depan, cewek itu memilih mengalihkan pandangan seraya mencari topik guna membuka suasana baru.

KamisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang