● 11. Sepucuk surat tercampa

104 20 16
                                    

Bagian 11

HAPPY READING!

HAPPY READING!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----

Tim didiskualifikasi dan ditinggal sang pujaan. Apalagi untuk besok? Rasa kecewa yang meluap disekujur tubuh Kamis membuat wajah dingin berasa garang. Sorot mata dingin kini berubah seperti cahaya lampu padam.

Secangkir teh panas ia seruput perlahan. Angin sepoi-sepoi balkon menambah suasana semakin mencekam. Layaknya vampir, Kamis seperti haus darah. Tanpa tiupan teh panas tersebut ludes terteguk di pencernaan. Bagaimana ia bisa menenangkan diri, kalau laku kasar yang ia beri pada cewek tadi belum mendapat maaf.

Tok ... tok ... tok ...

"Masuk aja."

Tau siapa yang ingin Masuk, Kamis langsung mengijinkan. Dibalik sana nampak Dhea dengan barang-barang pemberian sang kakak pada sebuah kardus. Heran akan maksud sang adik lakukan.

"Bang, Dhea mau kembaliin barang-barang ini," ucapnya lesu.

"Kenapa?"

Masih dengan muka lesu, Dhea kembali melontarkan kata. "Dhe kecewa sama abang yang udah buat Kak Maya nangis."

"Apadahal, Kak Maya selalu anterin Dhea pulang."

"Mungkin pencitraan." Kamis menjawab asal.

"Yaudah hari ini kita bukan band lagi." Dhea menghentakan kakinya seraya meninggalkan kotak yang ia bawa. "Yang ada jangan ditinggal, sebisa mungkin pertahankan. Kalau dia pergi menyesal kemudian."

Saat sang adik berlalu pergi, cowok itu hanya diam menatap sepucuk kertas. Ia sesegera mungkin menuliskan kata-kata yang sulit dipecahkan oleh siapa saja---dan hanya dia yang paham artinya.

"Sebelum abang minta maaf, enggak ada kata adik lagi di antara kita."

--

Sorot Mata Kamis berubah drastis. Kesayuan kini berubah akan buasan penyesalan. Fadly yang duduk di sampingnya terheran-heran. Sejak kapan Kamis belajar melamuan seperti ini?

"Kamu bertengkar sama Dhea? Atau ada masalah di sekolah? Cerita ke Ayah."

Kamis menatap sang Ayah sekilas. Senyum remehnya kini terbit. Bukannya menjawab pertanyaan tersebut, Kamis malah berlalu pergi. Tidak lupa, Biola yang tergeletak sempurna di lantai ia raih pun senar-senar yang terputus karena sosok yang tak mau mengenang masa lalu.

"Mega ... Saya bingung sama laku anak kamu. Tolong saya," gmam Fadly pada foto usang itu lagi.

---

Kamis berpikir keras. Saking kerasnya ia lupa waktu untuk duduk. Meri sebagai teman sebangkunya dibuat heran setengah mati. Tak biasanya sosok Kamis terlalu bergulat dalam pemikiran sampai mondar-mandir tak jelas.

KamisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang