19. Kisah Sempurna

94 7 0
                                    

Bagian 19

HAPPY READING!

HAPPY READING!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

"Apa lo enggak suka gue jadi saudara lo?"

Meri diam seribu bahasa. Amarahnya yang terpendam rapi ingin ia melampiaskannya. Namun, cowok tau bahwa percuma melampiaskan sesuatu yang ujung-ujungnya membuat keretakan hubungan keluarga yang telah lama ia rasa sudah sempurna dan kini rusak seketika.

"Mau kemana lo?"

Alis tebal Meri terangkat. "Nggak."

Perlahan ia meninggalkan tempat dengan laku diamnya. Otak kian berpacu saja setiap detiknya merusak tatanan nyaman yang kokoh sejak ia masih berwujud malaikat kecil kesayangan ibunda. Dengan kaki yang tak beralas, Meri duduk di taman melihat beberapa bintang perias malam penuh suram. Ya, setidaknya cakrawala tak kesepian sepertinya.

"Cinta? Enggak mulus. Keluarga? Enggak lurus." Ia terkekeh kecil. "Apa seburuk rupa ini hidup gue? Lebay banget endingnya. Mungkin bahagia gue cuman pas sama dia, tapi dianya enggak peka," kata Meri seraya mengelus foto polaroid yang menampakkan foto cewek dengan tatanan rambut kekanak-kanakannya.

"Setidaknya gue harus dapetin lo. Harus dan gue enggak akan nyerah, May," ujarnya pelan. Sangat pelan. Sampai hanya hati dan pikiran yang berlawananlah yang mendengarnya.

---

Keduanya mematung. Sejak kemarin tak ada yang memulai percakapan meski sekilas ataupun sepatah kata. Salah satu dari mereka bahkan tidak ada yang mau mengalah untuk mencairkan suasana canggung yang menyelimuti hari setelah Maya melakukan hal yang membuat Kamis bisu di tempat. Tapi, 'kan, itu unsur ketidak sengajaan.

Memang, sih, ada. Tapi namanya juga Maya kalau dia suka mau bagaimana?

Akhirnya Kamis pun berucap duluan membuat cewek itu menghembuskan napas lega. "Lo dicariin Adit," ucapnya seraya menunjukan sebuah chat dari aplikasi whattapps miliknya.

Cewek itu mengerjap beberapa kali menelaah apa yang dimaksud Kamis. Adit? Oh cowok yang menjadi rekan penilaian ekstra musik.

"Emang kenapa kalau dia nyariin saya? Kamu cemburu," ujar Maya enteng juga dengan percaya dirinya.

Kamis tersenyum remeh lalu mendekat. "Sejak kapan gue cemburu dan peduli tentang lo."

Kalimat sederhana itu meluncur tanpa sengaja. Membuat cowok itu enggan berbicara setelahnya. Ciri khasnya dengan kata-kata pedas itu memang tak bisa hilang. Sungguh, sifat turunan orang tua memang tak bisa hilang. Ya, terkadang kau harus mensyukuri dan melestarikan apa yang kau dapatkan dari mereka. Asalkan itu baik bagi sekitarmu.

Maya dan Kamis senantiasa diam. Kamis rasa kaum hawa di depannya ini sedang dilanda kelu hati karena kalimat sederhana yang meluncur tanpa sengaja. Akan minta maaf pun hati kecil tak mengijinkan, takut berubah sebaliknya. Memakan asa kokoh cowok itu untuk tak kembali mencintai.

KamisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang