Through it All

84 12 0
                                    

Kesedihan yang kau fikir ia memelukmu erat, bagaimanapun akan terlepas saat keputusanmu, yang memilih mengenggam kebahagiaan dengan cara sederhana, untuk selalu berada di sampingmu mengiringi setiap langkah yang terasa menyulitkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kesedihan yang kau fikir ia memelukmu erat, bagaimanapun akan terlepas saat keputusanmu, yang memilih mengenggam kebahagiaan dengan cara sederhana, untuk selalu berada di sampingmu mengiringi setiap langkah yang terasa menyulitkan.

.
.
.

Pria tinggi dengan rambut berwarna coklat legam itu berjalan gontai, langkahnya sedikit gemetar, dengan dua ikat bunga di tangannya dan matanya yang sesekali melihat beberapa gundukan tanah yang mulai di penuhi rumput seolah mencari nama seseorang di sana.

Di detik berikutnya ia terhenti pada sebuah pohon besar yang meneduhkan dua gundukan di hadapannya. Hanya cahaya-cahaya kecil yang menelusuk di bagian daun yang sedikit terbuka.
Benar-benar sangat meneduhkan.

Kemudian pria itu menaruh kedua ikat bunganya pada masing-masing tempat peristirahatan terakhir itu-  "Ayah, Bunda. . ." lirihnya.
"Aku tau, kalian benci aku disini.."

Ia tersenyum miring, menundukkan kepalanya lebih dalam dan menghela nafas kasar. "Bahkan sampai detik ini, aku masih jadi pengecut yang berani datang saat kalian bahkan sudah tertidur lelap, akankah aku melakukan hal yang sama pada bocah itu??."
"Inikah hukuman untukku??"

"Bukankah ini keadilan bagimu???" ia menoleh ke arah sumber suara. Ia bukan satu-satunya yang berada di makam ini.

Matanya mengikuti langkah pria yang jauh lebih muda darinya, yang perlahan mulai mendekat dan berdiri tepat di sampingnya. Dilihatnya kemudian pria itu tersenyum pada gundukan tanah di sebelah mendiang Ayah juga Bundanya, ia juga menaruh seikat bunga di atasnya.

"setiap orang tua selalu menyayangi buah hatinya. Ayahku, dia hanya memilikiku, tapi kalianlah yang selalu menghabiskan banyak waktu bersamanya, bahkan sampai detik terakhirnya. Bukankah aku yang lebih terlihat menyedihkan??." pria itu bicara tanpa mengalihkan pandangannya, ia terus menatap makam sang ayah.

"Haruskah aku juga membencimu, Lee Jeno."

"Akulah yang harusnya benci pada kalian berdua. Jaemin dan kau, terlalu banyak waktu yang harusnya dia habiskan denganku tapi ia memilih untuk ada di setiap waktu kalian. Katakan padaku kak, apa kau merasakan kesakitan ini?? Sampai-sampai kau membenci saudaramu sendiri. Aku bahkan terlalu takut untuk melakukannya.."

"aku tidak melarangmu untuk membenciku, lakukan jika kau menginginkannya, lagipula itulah pekerjaan ayahmu.."

"Lantas?? Apa bedanya aku dengan dirimu??? Aku tidak  akan membuat Ayahku menyesal karena sudah mendoakan yang terbaik untukku. Mungkin kau tidak tau, doa orangtua kepada anaknya adalah hal terpenting dari segalanya. Sampai detik ini, doa itu selalu mengiringi langkahku. Kau pun, hidupmu saat ini adalah berkat doa dari kedua orang tuamu.."

"Kau terlalu banyak bicaraaa..."

"Kak Yutaa..." pangil Jeno saat pria itu mulai menjauh dari tempatnya semula, kemudian pria itu berhenti dan melihat Jeno dari balik pundaknya.

FIREFLIES - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang