The Biggest Love : Family

71 14 0
                                    

Binar matamu selalu menjadi sorot indah pandangku,
Lekuk senyum yang menjadi candu dan pahatan wajah yang selalu membuatku rindu
Dan dari ribuan suara yang tertangkap indera pendengaranku, hanya suaramu yang begitu jelas teringat, hei, kau apakan aku ini?
Mengapa semua ini hanya tentangmu, tentangmu yang menenangkan, tentangmu yang tidak ku kira kau disini, untuk mencintaiku..
.
.

"Lo bilang Paman Seo Joon ??"

Sepertinya Renjun tidak tahu atau, bisa ku bilang dia juga tidak percaya Papa adalah tersangka penabrakan dirinya. Entahlah, itu yang bisa ku tangkap dari nada bicaranya.

"Maafkan aku Renjun.." lirihku kemudian. Pria itu menengadahkan kepalanya, lelah. Itu kesekian kalinya aku meminta maaf di hadapannya.
"Jaemin, lo bisa kan bilang ke dia ucapin kata selain maaf,, kayaknya lo ngomong auto ngerti dia.." kesal Renjun, aku menoleh ke arah Jaemin yang duduk di sofa dengan Jeno yang entah sejak kapan dia tertidur pulas.

"Dia akan melakukan apa yang ingin dia lakukan, tolong jangan larang dia.." Renjun mengernyit, menatapku dan Jaemin bergantian. "Pantes yee, lo gak ada bedanya sama dia.." balas Renjun, menunjukku dengan dagunya.

Ccceekklleekk

"RENNNJJUUUNNN"

Aku menyingkir untuk memberi tempat kepada Bibi Victor dan Paman Tao. Sedetik itu juga Jeno terbangun dari tidurnya ia bergegas merapikan dirinya yang terlihat sedikit kacau sebelum akhirnya menunduk memberi hormat kepada Ayah dan Bunda Renjun.

"Bundaaa aku udah gak papa.." ujarnya ketika bibi Victor terus menciumi dan memeluk tubuh Renjun. "Iya, karena Ayah, kamu jadi baik-baik aja.." celetusnya memukul pelan lengan Renjun.

Jaemin menarikku untuk menyamainya, aku rasa Jaemin tau raut wajah bersalahku sangat jelas terlihat. Ia mengenggam tanganku, dan mengelusnya pelan, menatapku dengan khas senyumnya yang candu. Tentu saja, itu menenangkanku.

"Ayah cuma perantara, semua berkat doa dari orang-orang yang sayang sama kamu..."
"Jangan lupa berterimakasih pada semua teman-temanmu ini.." Paman Tao beralih menatap kita bertiga, ia tersenyum padaku dan menatap penuh tanya pada Jaemin juga Jeno.

"Mereka temen Renjun dari panti yah," balas Renjun kemudian. Seakan mengerti dengan tatapan Ayahnya. "Yang sedikit kacau itu,, Jeno.." kekeh Renjun. "Dan itu, kekasih Jee Yaa Ayah, namanya Jaemin.."

Paman Tao menoleh cepat ke arah Renjun, dia bahkan belum membalas senyuman Jaemin. Aku meliriknya sebentar, menggerakkan tangan Jaemin kemudian "senyummu hanya untukku.." bisikku. Dia tertawa simpul, menggelengkan kepalanya "Aku hanya teringat Ayah.." balasnya membuat hatiku haru saat itu.

"Dulu dia masih sekecil ini, waktu cepat sekali berlalu.." ujar paman Tao pada Jaemin dan menepuk pundakku pelan.

Wajah Jaemin jadi lebih sumringah, bahkan matanya lebih berbinar sejak melihat interaksi Renjun dan Paman Tao. Ternyata dia hanya rindu sosok Ayah.

"Na, aku cari Jisung dulu yaa.." bisikku, pria itu menggeleng. Dia ingin menemaniku dan mengatakan padaku untuk memberikan waktu pada keluarga Renjun.

Aku, Jaemin dan Jeno pun pamit. Entah di mana Jisung, sudah seharusnya juga aku kembali setelah meninggalkan Papa juga Mama.

"Kalian menginap saja, dirumahku." Sedikit canggung mengatakannya, ini sudah hampir larut. Tapi, yang sebenarnya aku hanya ingin lama bersama Jaemin.

FIREFLIES - [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang