Chapter 11

3.8K 304 3
                                    

Apa yang kita punya...
Ruh kita punya Allah
Jasad kita punya Allah
Akal kita dari Allah
Harta kita titipan Allah
Suami/isteri kita dari Allah
Anak-anak kita titipan Allah....

Ternyata... Kita tak punya apa-apa..
Jadi, mengapa masih sombong??

Sudah beberapa langkah Maira melintasi lapangan basket bersama Nadia, maksud hati mengambil jalan pintas untuk keluar lewat gerbang belakang setelah sholat dhuhur di musholla. Hari ini para siswa kelas XII tidak ada pelajaran, hanya datang, ngobrol dan mengurus beberapa urusan administrasi untuk syarat kelulusan.
Belum sampai ke tengah lapangan, di depan dari kejauhan tampak pak Hariz juga hendak melintas. Itu artinya mereka akan berpapasan.
Menyadari hal itu, Maira refleks menghentikan langkahnya.
"Nad...stop" kata Maira sambil menarik tangan Nadia dan mengajaknya berbalik arah kembali ke jalan semula.

"Aduh Ra...kenapa" seru Nadia agak meringis sakit karena tangannya ditarik oleh Maira.

"Sudah.. kita lewat depan saja ga jadi lewat sini" perintah Maira.

Belum tiga langkah Maira dan Nadia hendak kembali ke jalan semula, pak Hariz yang juga mengetahui Maira dan Nadia ada di depannya memanggil Maira.

"Maira ...tunggu" Seru Hariz sambil berjalan cepat mendekati Maira dan Nadia.

"Yaa... ke gep deh" sahut Nadia polos.

Maira menghentikan langkahnya, tapi tetap tidak membalikkan tubuhnya. Dia tetap membelakangi pak Hariz.

"Bapak ingin bicara Maira" kata Hariz sambil melihat ke sekeliling lapangan, Hariz memastikan tidak ada orang yang melihat mereka.

"Maira sudah baca surat bapak?" Tanya Hariz. Hatinya bergemuruh, penasaran apakah Maira sudah membaca nya dan membuat keputusan.

"Sudah pak" jawab Maira singkat.

"Lalu..."

"Saya belum bisa menjawabnya sekarang pak, saya akan memikirkan nya dulu"

"Bapak dengar Maira menerima tawaran untuk kuliah di Jogja... benarkah? Kalau benar, bapak tidak mau itu jadi penghalang. Bapak akan ijinkan Maira tetap kuliah, mencapai cita-cita Maira, bapak akan ikut Maira ke Jogja" jelas Hariz meyakinkan Maira.

"Haahh...ngapain pak Hariz ikut ke Jogja Ra.." bisik Nadia polos, karena Nadia tidak tahu sebenarnya apa yang sedang dibicarakan Maira dan pak Hariz.

"Maira tahu pak...tapi..." Perkataan Maira menggantung.

"Baiklah bapak akan menunggu jawaban Maira, memang hal seperti itu tidak bisa diputuskan mendadak. Sholat lah, minta jawaban pada Allah" kata Hariz

"Tapi ingatlah, jika Maira menerima khitbah bapak, bapak tidak akan menghalangi Maira untuk melanjutkan sekolah di manapun" sahut Hariz lagi.

"Haahh.. khitbah...apa Ra.." seru Nadia pelan sambil menarik lengan sahabatnya itu.

"Baik pak.." kata Maira sambil terus menarik tangan Nadia agar pergi meninggalkan pak Hariz.

"Ra... jelaskan...Ra..." Rengek Nadia penasaran.

Maira tak begitu memperhatikan Nadia, dalam pikiran nya bagaimana ia secepat mungkin berlalu dari hadapan pak Hariz. Debar tak menentu di dadanya terus menghentak membuat nya kikuk dan gugup. Perasaan yang selalu muncul jika ada pak Hariz ada di dekatnya.

Melihat dua murid nya berlalu dengan terburu-buru Hariz hanya tersenyum.
"Ya Rabb... semoga Maira mau menerima pinangan ku" gumam Hariz dalam hati. (Ngarep deh😂)

When My Heart Choose Him...( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang