Chapter 16

4K 330 6
                                    

La Tahla
( Jangan mengeluh)

"Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya"
(Quran Surah Al Baqarah 286)

Maira melemparkan pandangannya keluar jendela bis. Bis patas ber AC itu melaju dengan cepat. Beberapa penumpang ada yang mulai tertidur karena lelah, ada yang sibuk dengan ponselnya dan ada pula yang hanya memandang hiruk pikuk lalu lintas yang terlihat dari dalam bis. Surabaya-jogya dengan naik bus patas via tol sekarang tidaklah butuh waktu yang lama. Normal mungkin sekitar 3-4 jam sudah sampai.

Sesekali Maira mengusap matanya yang masih sembab. Bahkan mungkin mata nya kini agak bengkak karena terlalu banyak menangis. Pikirannya melayang kejadian kemarin ketika ia pulang ke Surabaya atas permintaan ibunya.

"Sabtu besok bisa pulang Ra? Ibu ada yang mau disampaikan"
Begitu pesan ibu yang masuk ke ponsel Maira.

Tak seperti biasanya ibu nya memerintahkan Maira pulang. Justru yang ada biasanya ibunya itu bilang kalau dia lelah atau banyak kegiatan perkuliahan tidak perlu pulang, karena ibu kasihan kalau Maira terlalu sering pulang akan merasa lelah dan menghabiskan banyak biaya untuk transportasi.

Maira segera menyanggupi permintaan ibunya itu karena takut kalau ibunya sakit atau ada sesuatu yang menyusahkan ibunya.

"Alhamdulillah ibu sehat wal Afiat Ra.. " begitu jawab ibu ketika Maira sudah sampai di rumah dan menanyakan apakah ibunya sakit sehingga meminta Maira untuk pulang.

Ibunya memang terlihat baik-baik saja. Bahkan terlihat lebih segar dan berisi. Alhamdulillah, usaha kue ibunya semakin lancar dan maju. Bahkan sekarang ibu sudah mempunyai asisten untuk membantu ibu membuat kue, karena ibu mulai kewalahan.

"Ibu memintamu pulang karena ibu ingin mengajak mu menemui seseorang" kata ibu melanjutkan.

"Siapa Bu.. " tanya Maira penasaran.

"Tapi sebelumnya ibu ingin bertanya padamu nak...jika ada orang lain yang memiliki kesalahan yang sangat besar padamu,apakah Maira mau memaafkan?"tanya ibunya.

"Emm... Maira bingung Bu, kalau kata pak ustadz di kajian ya seharusnya kita bisa memaafkan kesalahan orang lain jika memang orang itu minta maaf dan merasa bersalah" jawab Maira bimbang.

"Nah...semoga kita bisa mengamalkan seperti apa kata pak ustadz ya Ra" kata ibu membuat Maira semakin penasaran.

"Assalamualaikum..." Terdengar ketokan pintu di rumah Maira saat itu. Hari Sabtu menjelang dhuhur. Maira mendengar nya dari kamar dan mengira pasti itu yang sudah dibilang ibu seseorang yang akan datang menemui. Sejenak Maira mendengar suara ibu berbincang dengan seorang lelaki. Maira segera mengenakan pakaian panjang nya dan mengambil kerudung nya untuk segera menuntaskan ingin tahu nya siapa gerangan tamu lelaki yang sedang bertamu ke rumah mereka. Rasanya tidak mungkin ada seorang lelaki akan mengkhitbahnya kan??

Maira tertegun tak bergerak ketika matanya tertumbuk pada seorang lelaki paruh baya dengan wajahnya yang agak tirus dan jambang tipis yang tumbuh agak tak terawat serta sebagian besar rambut nya mulai memutih duduk di kursi kayu di ruang tamu rumah Maira yang sempit itu.

"Ayah..." Kerongkongan Maira seperti tercekat. Ya, meskipun wajah lelaki itu mulai berubah, Maira masih bisa mengenali nya sebagai ayahnya. Ketika ayahnya meninggalkan Maira dan ibunya, saat itu dirinya sudah berumur 10 tahun. Sudah bisa mengingat jelas apa-apa yang telah terjadi.
Sesaat Maira bersirobok pandang dengan ibunya. Kilatan kemarahan masih tampak jelas di mata Maira.

"Ra....duduklah sini" perintah ibu nya agar Maira duduk disebelah ibunya diseberang duduk ayahnya.

"Mau apa dia kemari Bu..." Kata Maira ketus tak mengindahkan perintah ibu nya untuk duduk.

When My Heart Choose Him...( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang