Chapter 2

5.8K 387 4
                                    

"hai gaess....kita bakalan dapat guru sains baru..."terdengar seruan Hilda dari pintu kelas sambil berlari menuju tempat duduknya.
Tanpa dikomando Vena dan Levy serta beberapa murid perempuan lain mengerumuni Hilda.

"Kok tahu kamu Hil..."tanya Vena.

"Hilda gitu lho...apa sih yang gak tau" jawab Hilda sambil menyibak rambut nya.
"Percaya dweeh..." sahut teman-teman nya koor kompak .

Maira dan Nadia yang duduk di bangku paling depan pojok hanya mendengar kan celotehan teman-teman perempuan mereka.

"Cakep kan Hil..." Tanya Airin.
"Atletis ga Hil..." Kali ini Wulan menimpali

"Hmm...aku ga tau sih...tapi moga aja keren lah...biar kita ga gabut kalau pas pelajaran sains.. hahaha..."jawab Hilda sambil menampakkan deretan gigi nya yang putih itu.

Sirine bel sekolah berbunyi

Tuk... tuk...
Terdengar suara sepatu mendekati pintu kelas.

Pak Herdy, wakil kepala sekolah perlahan masuk ke dalam kelas. Dibelakang nya berjalan mengikuti nya seorang pria muda, berpakaian kemeja lengan panjang biru langit dengan paduan celana panjang hitam ikut masuk ke dalam kelas. Pria itu sangat rapi dan bersih. Tinggi nya sekitar 175cm, sangat atletis. Wajah nya tak kalah keren dan bersih seperti pakaiannya. Perpaduan antara Nicholas Saputra dan Verrel Bramastya (aih...😂)

Fahri, sang ketua kelas dengan sigap mengomando teman-teman nya.

"Berdiri, bersiap, beri salam"

"Selamat pagiiii paaakk..." Kompak para murid menjawab.

"Pagi anak-anak..." Jawab pak Herdy

Semua murid kembali duduk dengan rapi.

"Pagi ini bapak perkenalkan guru sains baru menggantikan pak Rustam yang sekarang sedang menderita stroke, di kesempatan ini bapak juga minta bantuan doa kalian semua untuk kesembuhan pak Rustam. Nah pak Hariz ini akan menggantikan kalian mengajar science... dikarenakan kalian sudah kelas XII sebentar lagi mengikuti UN maka jangan sampai ada jam kosong dikarenakan guru yang sakit. Jadi kami beri guru pengganti buat kalian" kata pak Herdy, sambil membalikkan badan dan menepuk bahu pria muda yang diperkenalkan sebagai guru pengganti itu.

"Baiklah pak Hariz, selamat bertugas, semoga semangat mengajar anak-anak ini"

Pak Herdy pun pergi meninggalkan kelas. Seketika kelas mulai agak gaduh, beberapa murid perempuan saling berbisik demi melihat guru baru mereka yang masih muda dan keren itu.

"Busyeet cakeep beneeerr..." Bisik Vena sambil menyikut lengan Hilda. Tapi yang disikut tak bergeming. Ternyata Hilda lagi melotot menatap guru baru yang bernama pak Hariz itu.
"Wooy... Hil..sadar woy" kata Vena sambil mengibaskan telapak tangannya di depan muka Hilda yang sedang melotot itu.

"Assalamualaikum... selamat pagi anak-anak... perkenalkan nama saya Hariz. Seperti yang sudah dijelaskan pak Herdy tadi saya akan menggantikan pak Rustam yang sedang sakit untuk mengajar sains..." Pak Hariz tampak berwibawa memperkenalkan dirinya.

"Pagi pak Hariz...." Seru semua murid tapi sepertinya lebih keras suara murid perempuan nya daripada murid laki-laki.

"Nama saya Levy pak...El...E...Ve... ye...pakai Ye pak bukan i yaa" dengan sok centil Levy berdiri memperkenalkan dirinya

"Huuuu...." Teriak teman-teman nya.

"Pak Hariz guru sains yaa..." Seru Vena

"Masih nanya aja loe....kan tadi sudah dijelasin" celetuk Fery, cowok yang terkenal cerewet kalau di luar kelas, tapi begitu masuk kelas langsung jadi pendiem karena ga ngerti apa yang dibahas di dalam kelas.

" Heh...gua mah nanya pak Hariz keleess bukan elo Fer" sungut Vena, lalu tersenyum centil ke pak Hariz.

"Iya saya ngajar sains" jawab pak Hariz tenang, cool banget.

" Kalau gitu bapak bisa ga jelasin proses terjadinya pelangi yang indah itu"

"Hahaha...emang kamu bisa jelasin Ven" Fery terbahak-bahak diiringi gelak tawa murid yang lain.

"Ih emang Lo Fer kagak tau apa-apa...gue memang ga bisa jelasin proses terjadinya pelangi yang indah itu...karena mahkluk yang indah seperti pelangi itu sudah berdiri di depanku"

"Huuuu...." Suasana kelas makin gaduh.

"Kalau gurunya kaya bapak saya rela seharian belajar science pak" seru Levy lagi

"Huuuu....." Kompak murid-muridnya berseru meledek Levy

"Sudah...sudah mohon tenang... sekarang begini saja coba kalian perkenalkan diri kalian satu persatu" Hariz mencoba menenangkan murid-murid nya.

Inilah kehidupan anak-anak remaja SMA, rata-rata mereka memiliki karakter yang susah untuk ditaklukkan, mudah terbawa emosi, gampang terpengaruh , masih labil. Bisa dimaklumi karena ini merupakan tahap mereka menuju dewasa.

Murid-murid terutama murid perempuan berebutan memperkenalkan diri.
Maira hanya tersenyum tipis melihat tingkah polah teman-teman nya demi melihat lelaki ganteng yang berdiri di depan kelas yang posisinya adalah sebagai guru mereka.

Maira pun perempuan normal, sama dengan anak-anak seumur nya, ikut terbawa euforia menyambut pak guru baru yang keren dan ganteng habis itu. Tapi Maira tahu batasan-batasan apa yang pantas untuk diperlihatkan ketika melihat lawan jenis yang bergelar ganteng itu. Ia harus tetap menahan pandangan, tidak berlebihan berkomentar atau sampai bertingkah centil.

🌸🌸🌸🌸🌸

Hufff....

Hariz menyandarkan punggungnya di kursi ruang guru. Dia mendapatkan jatah sebuah meja berukuran 2x2 meter sebagai tempat ia meletakkan buku dan segala kepentingan nya mengajar. Kebetulan ia mendapat kan jatah meja berada agak di pojok ruangan. Karena ia guru baru tentu saja ia tak bisa memilih, seadanya tempat yang masih kosong saja yang bisa ditempati.

Lega. Begitu rasanya, paling tidak hari pertama ia mengajar dilaluinya dengan lancar. Meski godaan, kalimat-kalimat nakal selalu terlontar dari murid-murid nya, tapi ia tidak menanggapi serius. Ia menganggap mereka masih remaja yang terus mencari jati diri.
Sebenarnya guru bukan pekerjaan yang sangat diinginkan nya. Sebagai lulusan teknik informatika di sebuah Institut teknologi negeri di kota Bandung dengan nilai memuaskan cukup banyak bidang pekerjaan yang bisa ia lakukan. Di usianya yang akan menginjak 25 tahun dia sudah lulus dengan hasil yang sangat baik. Tapi entahlah tawaran dari om Arya kepala sekolah tempat ia mengajar sekaligus sepupu dari ayahnya ini cukup menantang bagi dirinya. Selama ini ia belajar mengenai perangkat-perangkat jaringan, bersentuhan dengan benda mati. Ia ingin juga punya pengalaman berhadapan dengan benda hidup, seperti murid-murid yang ia hadapi di kelas. Seperti nya butuh kesabaran dan keuletan menghadapi mereka, itu merupakan tantangan tersendiri buat Hariz.

Sirine sekolah tanda jam istirahat pertama telah usai. Diliriknya jadwal mengajar selanjutnya yaitu di kelas XI.2.

"Mari pak..." Sapa guru-guru lain yang melewati Hariz.
"Silahkan pak...saya juga mau lanjut mengajar" kata Hariz sambil bangkit dari duduknya.

( Bersambung )

When My Heart Choose Him...( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang