malam ini Bintang dan teman-temannya tengah berkumpul di rumah Given. Sudah menjadi hal biasa memang, menjadikan rumah Given sebagai markas kedua mereka setelah rooftop sekolah.
"geng, gue beli mie ayam dulu ya didepan?." Given masuk ke kamarnya. cowok itu hanya mengenakan kaus putih polos dan celana levis selutut, cocok dengan tubuhnya yang berotot.o
"lo belinya buat siapa ven? buat kita nggak? kalo iya, sana cepet beli. tapi kalo enggak, jangan harap kamar lo ini baik-baik aja." Ocul menunjuk Given dengan penuh ancaman. dia selalu tidak pernah sadar diri. udah numpang nongkrong di rumah orang, sekarang ngancem nggak jelas.
"sstt... Cul, inget ini rumah orang. bukan rumah lo! dan Given itu temen kita, bukan babu kita!." Nada bicara Nando jelas penuh penekanan. memang anak jaman sekarang, Sukanya menjadikan temannya sendiri sebagai babu mereka. heran.
"iya Cul. nggak sopan banget lo sama tuan rumah." Given ikut membela diri. Kelvin kali ini hanya diam, sama seperti Bintang. mereka sedari tadi memperhatikan ponsel yang sedang mereka mainkan.
waktunya ponsel miring.
"iya deh iya, maaf ven. tapi jawab dulu pertanyaan gue tadi!." Ocul menjawab ketus.
Given diam, ia ingin menjaili Ocul. tapi pasti kalua ia menjaili makhluk satu ini, bias-bias akang yang jual mie ayam keburu pergi. "iya buat kalian." Ocul berjingkrak layaknya anak TK yang di beri satu bogem mentah---eh salah.
kini setelah kepergian Given. kamar menjadi sepi, tidak ada suara layaknya sebuah pemakaman. tapi masih ada deru nafas untungnya.
"tang, gue mau nanya sama lo. lo beneran suka sama Bulan?." Kelvin tiba-tiba saja menanyakan hal tersebut.
Bintang menengadah, menghadap ke arah Kelvin, dengan mengangkat satu alisnya.
"lo beneran mau jadiin Bulan target lo?." Kelvin langsung terus terang.
"seperti yang gue bilang tadi. Iya." Bintang kembali kepada posisi semula.
"emang lo beneran yakin?." Kelvin terus bertanya soal itu kepada temannya ini.
"kalo gue yakin, lo mau apa?." Nada bicara Bintang begitu dingin. Baru kali ini Kelvin mendapat respon seperti ini dari Bintang.
Ocul yang sedari tadi hanya menjadi penonton. Kini duduk diantara Kelvin dan juga Bintang.
"udahlah, kaga usa berantem gegara cewek. Mending kita mabar aja. Setuju gak?." Ocul mengangkat ponselnya sambil memandangi mereka berdua bergantian.
"enggak." Jawab mereka serempak. Mereka berdua saling tatap, kemudian membuang muka. Ocul yang menyadari gerak-gerik tersebut tertawa sambil geleng-geleng kepala.
Tidak lama setelahnya Given datang dari arah jam 3. "nih makan mie ayam. Tapi entar kalo abis makan cuci piring sendiri-sendiri. Gue udah capek abis ngejar akangnya tadi."
Ocul berdiri dan mengambil sekantong penuh. "makasih ya babu tercintahhh, tambah zeyeng aja bos padamu."
Given memasang mimik wajah yang hendek mual saat mendengar perkataan Ocul.
"lo ngapai emang ngejar akangnya? Jangan-jangan lo suka ya sama akangnya, ven?." Nando yang sejak tadi berdiam diri sambil memainkan ponsel. Kini ikut menimbrung di antara mereka.
Suasana kini mulai hangat. Tapi mungkin tidak sependapat dengan Bintang dan juga Kelvin. Mereka tetap diam sambil memandang penuh ke layar ponsel mereka.
"tang, vin. Lo pada mau mie ayam apa kaga?." Given bertanya tanpa tahu bahwa diantara mereka berdua mulai muncul api kecil.
"lo semua kalo mau makan. Makan aja, gue udah kenyang." Kelvin menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᏚᎻᎪᎠᎾᏔ
Teen Fiction[ Romance ] -ini semua tentang penderitaan yang tak kunjung mendapat kecerahan dari sang pencipta alam semesta- Seorang gadis yang selalu di timpa penderitaan di setiap langkahnya. Akankah dia mengalah dengan keadaan atau sebaliknya? Baca cerita ini...