21. Sekotak Bekal [Last Part]

1.5K 143 1
                                    

Tarqi menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tarqi menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut. Ia merasa bahwa hidupnya terasa baik-baik saja beberapa menit yang lalu. Belum ada tiga menit Tarqi masuk ke kamar setelah nonton liga Inggris di ruang keluarga bersama penghuni Bangtan lain, bagaimana mungkin kini Tarqi merasa dunia yang dipijaknya terbelah dan langit yang menaunginya runtuh hanya dengan tiga kata tersebut.

Tarqi menekan tombol pemanggil. Tarqi bahkan tidak bisa mengetikkan sepatah katapun di kolom balasan karena Tarqi terlalu bingung dengan apa yang terjadi. Tarqi hilang arah.

"Nomor telepon yang anda tuju sedang tidak aktif, silahkan melakukan panggilan sesaat lagi."

Dengan tangan sedikit bergetar dan jantung berdegup keras, Tarqi mengetikkan pesan. Bukan balasan untuk pesan tersebut karena Tarqi sendiri merasa surreal dengan pesan tersebut.

 Bukan balasan untuk pesan tersebut karena Tarqi sendiri merasa surreal dengan pesan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tarqi meletakkan ponselnya di atas nakas. Mencoba memberi sugesti pada diri sendiri kalau semua akan baik-baik saja. Mungkin Saras hanya salah kirim pesan atau ingin bercanda—meski kalau benar candaan itu sama sekali tidak lucu. Ya, Tarqi secara sadar sedang mencoba melakukan denial terhadap apa yang terjadi.

Kalau sekarang bukan jam dua pagi, mungkin kini Tarqi sudah dalam perjalanannya menuju kostan Saras.

Tarqi tidak bisa tidur sampai adzan subuh yang mulai berkumandang disusul ketukan di pintu kamarnya. Mas Ares muncul di ambang pintu, sudah siap dengan pakaiannya untuk shalat Subuh berjamaah di masjid.

"Qi, udah bangun?"

Tarqi mengangguk, tidak berkata jujur kalau dirinya bahkan belum tidur sama sekali sejak mereka selesai menonton pertandingan bola semalam.

"Mau ikut subuhan di masjid, nggak?" tanya Ares sambil membuka pintu kamar lebih lebar.

Tanpa berpikir panjang Tarqi mengangguk dan mengganti celana tidurnya dengan celana panjang lalu mengambil wudhu di kamar mandi.

Mas Ares sejak dulu selalu menjadi penghuni rumah bangtan yang tidak pernah absen shalat berjamaah di masjid. Hal itu membawa pengaruh yang tentunya sangat positif untuk semua penghuni. Tarqi sendiri masih sering bolong-bolong jamaah di masjidnya. Apalagi Subuh.

Rumah Abang Tampan [Completed√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang