4. Kisah Sang Budak Cinta

2.7K 328 5
                                    

Syauqi Rizki Soetanto atau yang kerap disapa Oki tahun ini resmi menjadi senior di kampus. Setahun menjadi mahasiswa baru dan junior, kini tiba juga saatnya ia dipanggil dengan embel-embel 'kak' oleh para maba.

Di semester tiga ini, Oki tidak bergabung dalam BEM dan hanya bergabung di UKM TVKampus. Di sana Oki seringnya bertugas sebagai videographer atau editor video.

Oki cukup terkenal di jurusannya, bahkan sampai ke fakultas karena berbagai bakat yang ia miliki. Selain hasil editing video dan pengambilan gambarnya yang berkualitas tinggi, Oki juga punya suara bagus dan bisa menari. Tidak sampai di situ, Oki juga menunjukkan kebolehannya dalam berolahraga di festival jurusan. Dan sempat tersiar kabar pula bahwa Oki jago menggambar. Ibarat di restoran fastfood, Oki ini paket super complete. Sudah mana ganteng, bakatpun segudang.

Tapi Oki juga punya kekurangan. Yaitu tidak bisa dimiliki. Terdengar berlebihan, sih, tapi kurang lebih memang seperti itu. Oki hampir tidak pernah dekat dengan perempuan manapun di kampus. Bahkan untuk sekedar pertemanan, Oki tidak pernah kelihatan memberi peluang untuk kaum hawa berada di ruang lingkupnya.

Oki jarang berinteraksi dengan anak-anak perempuan di kelas. Kalaupun iya, biasanya karena mendesak atau memang diperlukan. Sisanya, Oki memilih untuk tetap di dunianya yang jauh dari para kaum hawa. Bersama Yoga, Bara dan Jamal. Oleh karena itu, Oki jadi terlihat berkali lipat lebih menarik sekaligus susah digapai. Naksir Oki sama seperti menyukai Idol Korea yang terhalang layar laptop.

Sebenarnya, Oki tidak semengintimidasi itu di awal masa kuliahnya. Oki hanya sedikit pemalu saat masih menjadi maba dan tidak terlalu menjaga jarak dengan lawan jenis seperti akhir-akhir ini. Oki terkadang gugup kalau diajak berinteraksi dengan teman-temannya yang berbeda lawan jenis. Dan sikap kikuk malu-malunya itu membuat Oki jadi terlihat manis menggemaskan di mata para kaum hawa.

Tapi Oki yang sekarang berbeda. Lebih seperti Oki tidak peduli dengan mereka.  Seperti saat ini. Adelia teman sekelas Oki, entah sudah berapa kali menelfon lelaki itu yang sampai detik ini belum juga muncul. Padahal Adelia sudah sampai di tempat mereka janjian dua puluh menit yang lalu. Rumah Adelia jelas lebih jauh daripada rumah bangtan yang tidak jauh dari kampus.

Hari itu Adelia dan Oki janjian untuk mengerjakan tugas bersama di perpustakaan kampus. Kebetulan mereka berdua kebagian tugas mencari buku referensi untuk tugas mereka. Anggota kelompok mereka akan menyusul seusai makan siang dan mereka berdua harus sudah menemukan buku referensinya. Tapi setelah akhirnya tiga puluh menit lewat dari jam janjian, Oki masih belum juga muncul.

Berharap Oki menunggu? Itu sama saja seperti ingin menghitung butiran pasir di pantai. Tidak mungkin! Oki tidak akan pernah mau menunggu, terutama perempuan. Ribet, katanya.
Itu salah satu contoh dari sikap Oki yang mengundang para kaum hawa kecewa akhir-akhir ini. Banyak gadis yang dulunya menyukai Oki bertanya-tanya, apa yang terjadi sampai Oki si pemuda yang dulu malu-malu dan super kikuk dengan perempuan kini berubah jadi a completely jerk. Tetapi pertanyaan itu tidak pernah terjawab karena Oki tidak ingin siapapun mengetahuinya.

Oki bukannya tidak mau jatuh cinta atau memiliki hubungan romansa. Dia hanya tidak ingin menjadi budak cinta untuk kedua kalinya. Karena Oki pernah kehilangan identitas dirinya sendiri hanya karena mencintai satu perempuan, cinta pertama yang sekaligus menjadi patah hati pertamanya.

***

Saat itu Oki baru lulus SMA. Liburan panjang sebelum ia resmi menjadi mahasiswa. Oki pulang ke tanah kelahirannya, tempat Ibu, Ayah dan kakak laki-lakinya kini menetap. Padahal rencana awal Oki saat lulus sekolah adalah kembali tinggal di Surabaya bersama keluarganya. Tetapi Oki malah memasukkan nama kampus tempat abang-abangnya di bangtan kuliah saat pendaftaran. SNMPTN dan berhasil diterima. Jadilah Oki memperpanjang kontraknya di bangtan untuk sekitar 4 tahun ke depan lagi.

Masa depan memang tidak pernah ada yang tahu. Untuk itulah Oki memutuskan menghabiskan liburan panjangnya sebelum disibukkan oleh urusan pendaftaran kuliah dan ospek di rumah orang tuanya di Surabaya. Di sana Oki sambil membantu usaha Ibu dan Ayahnya yang punya bisnis percetakan. Alasan utama yang juga membuat orang tua Oki akhirnya kembali ke Surabaya setelah sebelumnya tinggal di Jakarta sejak menikah sampai Oki SMA.

Di Surabaya jugalah Oki bertemu dengan cinta pertamanya.

Saat itu Oki dipaksa Ibu menemaninya ke acara reuni SMA. Sebagai anak laki-laki remaja pada umumnya, Oki tentu saja malas ikut acara orang tua seperti itu. Selain karena di sana pasti hanya ada ibu-ibu dan bapak-bapak, Oki terlalu malas dandan rapi.

Tetapi siapa Oki bisa menolak ajakan Ibu. Oki terlalu sayang pada ibunya itu sampai akhirnya di sanalah Oki berada. Di salah satu kursi yang ada di ballroom hotel tempat reuni diadakan. Banyak korban seperti Oki memang, yaitu anak-anak yang dipaksa orang tuanya menemani ke acara tersebut, tetapi kebanyakan perempuan. Dan Oki tidak jago untuk bersosialisasi dengan lawan jenis. Dia terlalu pemalu untuk itu. Akhirnya Oki memutuskan untuk berjalan-jalan mencari udara segar.

Oki memutuskan pergi ke toilet yang berada di luar ballroom. Dari depan toilet suasana tampak sepi. Mungkin karena Oki memilih toilet yang agak jauh dari lobby utama dan pintu ballroom berada.

Di depan toilet ada sofa panjang yang kosong. Benar-benar tidak ada siapapun di sana, hanya sesekali pegawai hotel yang berlalu lalang dan selebihnya kosong. Oki pun memutuskan untuk duduk di sana saja, menunggu hingga acara selesai atau Ibu memanggilnya. Oki menyesal kenapa ia tidak nekat membawa pspnya kalau tau akan segaring ini menunggu Ibu. Akhirnya Oki memutuskan memainkan game di ponselnya.

Saking fokusnya bermain, Oki tidak sadar ada sepasang kaki tanpa alas berdiri di depannya. Sampai si pemilik kaki menyentuh ragu-ragu bahu Oki, lelaki itu baru sadar akan kehadirannya.

Tentu saja hal pertama yang Oki lakukan adalah terlonjak ke belakang begitu menyadari kehadiran sosok itu. Tenang saja, itu manusia. Manusia berkelamin wanita dengan paras ayu, khas gadis Jawa lengkap dengan busana daerah di tubuhnya. Oki berkedip menatap gadis itu.

"Eh, maaf dek." Gadis itu terlihat kikuk sekaligus tidak enak karena reaksi yang Oki tunjukkan.

Oki berkedip. Lalu ia menggeleng saat kesadarannya telah kembali. "Ada apa, mbak?" tanyanya dengan alis tertaut.

"Anu, bisa minta tolong cantelin sepatuku nggak? Aku pake kain jadi nggak bisa nunduk..." ucapnya sambil mengangkat sepasang sepatu di tangannya.

Oki baru sadar gadis itu bertelanjang kaki. Ia lalu melirik ke kiri kanan seolah mencari orang lain.

Melihat reaksi Oki, gadis itu buru-buru menjelaskan. "Ini, aku mau tampil nari di acara reuni SMA Ibuku. Nah aku telat karena habis dari kampus jadi aku dandan sendiri di sini karena temen-temen sanggarku udah selesai dandan semua. Nggak lucu kan kalau aku nyeker ke ballroom?"

Oki akhirnya mengerti akan situasinya. Akhirnya Oki pun mengulurkan tangan untuk meraih sepatu gadis itu. "Yaudah mbaknya duduk, biar aku pakein sepatunya," katanya sambil bangkit dari duduknya.

Gadis itu langsung merasa tidak enak sambil mengambil posisi duduk. "Eh, nggak usah dipakein. Aku aja yang masukin, adeknya cuma tolong cantelin aja iketannya hehe."

Oki menunduk. "Nggak apa-apa mbak, sekalian." Lalu Oki pun berjongkok di hadapan gadis itu. Sejujurnya, tangan Oki sudah keringat dingin dan jantungnya berdegup cepat. Bisa dibilang ini pertama kalinya Oki memakaikan seorang perempuan sepatu. Ya siapa juga yang bakal dia pakaikan sepatu? Pernah juga adik sepupunya yang masih balita.

Kaki putih nan mulus gadis itu membuat Oki tambah ketar-ketir. Namanya juga remaja yang kelebihan hormon. Padahal kaki yang terpampang itu hanya sampai pergelangan saja karena tertutup kain.

"Bisa?" tanya si gadis yang membuat Oki mempercepat gerakannya. Setelah yakin ia menyantel kaitan di sepatu itu dengan benar, Oki mendongakkan kepala untuk memberi tau si gadis bahwa ia telah selesai. Tetapi semua kata-kata itu seolah tertelan kembali ketika Oki bertatapan langsung dengan si gadis.

Seumur-umur Oki tidak pernah tahu ada gadis yang lebih cantik daripada penyanyi favoritnya asal negeri ginseng, IU. Kini Oki telah menemukannya. Dan gadis itu ada di depan mata, bukan di balik layar HP atau laptop seperti IU. Oki bergeming.

"Dek?"

Oki tersadar dari keterpanaannya dari gadis itu dan segera mendirikan tubuhnya yang semula berlutut. Oki malu karena ketahuan terang-terangan terpana akan gadis itu. Yaampun, pasti kupingnya sudah semerah kepiting rebus.

Rumah Abang Tampan [Completed√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang