Beijing, 10 April 2023.
"Jieqiong! Kau sudah siap? Ayo kita berangkat seka.."
Minghao baru saja membuka pintu kamarnya bermaksud mencari Jieqiong. Namun penampakan kamarnya yang kosong membuat lelaki itu kembali menutup pintunya dan setengah berlari ke bawah.
"Mama, apa kau melihat Jieqiong?" tanya Minghao saat ia melihat Ibunya lewat tepat di depan tangga.
"Tidak. Bukannya dia tadi bersamamu?" jawab sang Ibu.
Minghao berdecak sembari menyisir rambutnya dengan tangannya ke belakang.
"Kalian akan langsung berangkat pagi ini ya?"
"Ya. Aku sudah menyiapkan semuanya dan sudah kutaruh di mobil barusan."
Hari ini, dua minggu sejak pesta pernikahan Minghao dan Jieqiong, mereka akan pergi menghabiskan waktu berdua ke suatu tempat. Orang biasa menyebutnya honey moon atau bulan madu. Semuanya sudah siap. Kecuali satu, Jieqiong. Kemana pula ia menghilang? Begitu pikir Minghao.
"Coba cari di luar. Mungkin dia sedang menyapa tetangga atau semacamnya," Ibu Minghao pun akhirnya memberi solusi.
Tanpa berkata apa-apa lagi Minghao pun segera berlari keluar. Benar saja, Jieqiong sedang bercengkrama dengan tetangga. Lebih tepatnya ia sedang mengajak main seorang bayi yang masih dalam gendongan ibunya.
"Sayang. Di sini kau rupanya, hmm? Aku mencarimu dari tadi, ayo kita berangkat," kata Minghao yang langsung memeluk istrinya yang sedang main ciluk-baa dengan bayi itu dari belakang.
"Lihat, dia sangat menggemaskan. Boleh ya aku bermain dengannya sebentar lagi?" kata Jieqiong dengan nada sedikit memohon.
Minghao menatap bayi itu sebentar. Sejujurnya lelaki itu juga sangat menyukai anak kecil. Namun, mereka harus segera berangkat.
"Ayolah, kita harus berangkat sekarang atau kita bisa terjebak macet kalau sudah terlalu siang," tegas Minghao.
Jieqiong masih berdiam di tempatnya.
"Kau sangat menyukai anak-anak bukan? Kita bisa membuatnya satu, atau berapapun yang kau inginkan. Sekarang ayo, kita berangkat!" kata Minghao lagi tanpa melepas Jieqiong.
Mendengar ucapan Minghao, Ibu dari sang bayi berusaha menahan tawa meski akhirnya gagal. Sementara Jieqiong melepas pelukan Minghao dan memukul lengan suaminya itu.
"Kami permisi ya, Bibi Cao," pamit Minghao pada wanita yang sedang menggendong bayi itu.
Akhirnya, setelah beberapa keributan kecil, Minghao membawa Jieqiong masuk ke dalam mobilnya. Setelah berpamitan pada Ibu Minghao, mereka pun pergi. Bukan tempat liburan mewah di luar negeri atau semacamnya yang akan mereka kunjungi, meski sebenarnya mereka mampu. Mereka hanya akan pergi ke daerah pegunungan dan menginap di sebuah villa milik Minghao. Ya, sederhana sekali.
"Apakah di sana ada perkebunan stoberi atau teh barangkali?" tanya Jieqiong saat keduanya tengah menyusuri jalanan yang agak sepi di pinggiran hutan dan lereng.
"Tentu. Kau pasti menyukainya, percayalah."
Setelah itu mereka larut dalam obrolan hangat, kontras dengan angin dingin yang berembus masuk lewat jendela mobil yang setengah terbuka. Jieqiong yang cerewet terus saja berceloteh tentang apapun sementara Minghao mendengarkan sembari tetap fokus menyetir.
"Wuh! Anginnya dingin," kata Jieqiong sambil menggosok-gosokkan kedua tangannya.
Minghao yang tanggap langsung menutup jendela mobil rapat-rapat. Ia melirik Jieqiong sebentar lalu salah satu tangannya menarik tangan Jieqiong dan menggenggamnya lembut.
"Bagaimana? Sudah hangat?"
Jieqiong agak kaget saat tangannya tiba-tiba ditarik dan digenggam Minghao. Ia pun menatap lelakinya yang masih fokus menyetir itu agak lama. Sementara jantungnya berdebar kencang tak terkendali. Meski sudah bertahun-tahun lamanya Jieqiong mengenal Minghao, bahkan sekarang mereka sudah menikah, perlakuan lelaki itu padanya selalu sukses membuatnya berdebar-debar.
"Hei, jangan menatapku begitu. Jantungku tidak akan kuat menahan debarannya," kata Minghao memecah keheningan yang tiba-tiba saja terjadi.
Jieqiong menggembungkan pipinya kesal dan kembali menatap lurus ke depan. Sementara Minghao tertawa sambil mengeratkan genggeman tangannya yang hampir dilepas Jieqiong.
"Ayolah, aku hanya bercanda. Habis kau tiba-tiba diam, padahal sebelumnya banyak bercerita," kata Minghao di sela-sela tawanya.
"Kau pikir karena siapa?" Jieqiong ikut tertawa sembari menatap tangannya yang digenggam Minghao.
Keduanya kembali tertawa, bahagia. Tak lama mereka pun memasuki area pegunungan dimana jalanan mulai menanjak dan berkelok. Minghao melepas genggamannya dan menyetir dengan hati-hati menggunakan kedua tangannya. Suasana kembali hangat saat Jieqiong kembali berceloteh ria.
Hingga sebuah mobil yang agak jauh di hadapan mereka melaju cepat dengan arah berlawanan mengubah celotean Jieqiong menjadi sebuah jeritan panik.
"Minghao! Awas!"
Minghao membanting setir menghindari mobil itu yang tampak akan menabraknya. Namun, terlambat. Mobil itu menabrak mobil Minghao dari depan. Tidak cukup sampai di situ, tabrakan kedua mobil itu merusak pembatas jalan dan membuat keduanya terlempar ke jurang yang ada di pinggir jalan.
Minghao masih merasakan tubuhnya dalam kondisi sadar meski rasa sakit di kepalanya membuatnya tak bisa bergerak. Ia juga merasakan ada cairan yang membasahi dahinya. Namun ia hanya memperhatikan satu hal.
"Jie.. qiong.."
Lelaki itu akhirnya hanya bisa merintih, menyebutkan satu nama. Hingga pandangannya mengabur dan kesadarannya juga turut lenyap.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[REMAKE] Second Home [SVT The8 ✔]
Romance[Sebuah 'remake' dari cerita berjudul sama] . Apapun rela dilakukan demi sesuatu yang disebut 'cinta'. Cheng Xiao rela kebebasan hidupnya dibatasi dan keberadaannya disembunyikan dari semua orang demi cintanya pada Minghao. Minghao rela membuat sebu...