8. Flash Back : Finally

78 4 0
                                    

Hongkong, 23 Agustus.

Jieqiong hanya bisa menatap miris pada Xiao yang terbaring lemas di tempat tidurnya. Sejak pagi Xiao mengeluh pusing, sakit perut, dan sudah beberapa kali muntah. Hingga siang harinya wanita itu pingsan dan belum sadarkan diri sampai sore harinya.

"Sedang apa kalian di sini?" tanya Minghao yang tiba-tiba kepalanya muncul di celah pintu kamar Xiao.

"Tadi siang dia pingsan dan aku masih menunggunya bangun," jawab Jieqiong.

"Menurutmu dia kenapa? Apa kau membuatnya kelelahan saat 'itu'?"

Minghao hanya menatap istrinya itu datar. Tak habis pikir dengan pertanyaan keduanya.

"Apa hubungannya? Itu kan sudah dua minggu yang lalu."

Tak lama Xiao perlahan mulai membuka matanya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum akhirnya tersadar penuh.

"Aku... dimana? Perasaan aku sedang di dapur tadi," kata Xiao.

"Di kamarmu. Kau tadi pingsan dan aku sendiri yang membawamu kemari karena Minghao sedang keluar," jawab Jieqiong.

"Ah, maaf Jieqiong, aku jadi merepotkanmu," kata Xiao lagi dengan nada penyesalan.

Jieqiong tersenyum dan mengacak rambut Xiao gemas.

"Tak usah dipikirkan. Ngomong-ngomong bagaimana perasaanmu? Apa masih pusing atau apa?" kata Jieqiong.

"Aku masih sedikit mual tapi sudah lebih baik dari sebe—

Belum selesai Xiao bicara, tiba-tiba saja wanita itu bangkit dari posisi tidurnya dan segera berlari keluar kamar. Jieqiong yang mulai terbiasa hanya memijit pelipisnya sementara Minghao yang tidak tahu apa-apa terperangah.

"Kenapa dia?" tanya Minghao.

"Mual dan mungkin akan muntah lagi. Ini sudah terjadi berulang kali sejak tadi pagi, Xiao terus saja memuntahkan makanannya."

Setelah berkata begitu Jieqiong beranjak dari tempatnya duduk hendak menyusul Xiao. Namun Minghao menahannya.

"Apa dia mengalami... morning sickness?" tanya Minghao yang entah kenapa disertai mata berbinar-binar.

"Maksudmu dia hamil?"

Minghao mengangguk. Jieqiong sendiri merasa bodoh karena tidak berpikir sampai kesitu. Akhirnya mereka berdua pun pergi menyusul Xiao yang seperti dugaan ia sedang ada di hadapan wastafel dekat kamar mandi.

Xiao sudah tidak muntah, tapi ia masih memegang pinggiran wastafel dengan erat. Wanita itu berbalik saat menyadari keberadaan Jieqiong dan Minghao. Saat itu wajah Xiao sangat pucat dan tangan serta kakinya terlihat gemetar. Jieqiong yang panik berinisiatif mengambilkan kursi lalu mendudukkan Xiao di sana. Setelah Xiao duduk giliran Minghao yang memeriksanya. Lelaki itu memegang kening Xiao sebentar dan menatap lekat wajahnya.

"Kau tidak demam tapi wajahmu pucat sekali. Apa yang rasakan saat ini?" tanya Minghao layaknya dokter yang memeriksa pasiennya, yaaa memang dia dokter kan?

"Aku merasa pusing dan mual. Perutku juga agak sakit," jawab Xiao.

Minghao mengangguk-angguk.

"Kau sudah makan?" tanyanya.

"Sudah, Jieqiong membuatkanku bubur tapi perutku seperti tidak mau menerimanya dan terus memuntahkannya."

Minghao kemudian mengalihkan pandangannya pada Jieqiong, tersenyum penuh arti. Jieqiong yang seperti mengerti pun mengangguk. Lalu Minghao mengeluarkan sesuatu dari dari sakunya dan memberikannya pada Xiao.

"Apa ini?" tanya Xiao sambil menatap benda yang diberikan Minghao, bentuknya seperti amplop agak transparan dengan sesuatu seperti stik es krim di dalamnya.

"Alat tes kehamilan. Cobalah."

"Hah?"

Minghao dan Jieqiong menunggu Xiao keluar dari kamar mandi dengan harap-harap cemas. Terutama Minghao, dia terus saja mondar-mandir dengan mulut komat-kamit.

"semoga positif," itulah salah satu gumaman Minghao yang rupanya cukup keras sampai Jieqiong mendengarnya.

"Kau ini, sangat ingin cepat-cepat punya anak ya?" tanya Jieqiong di sela-sela kepanikannya.

"Tentu saja! Kalau yang ini berhasil aku tidak perlu melakukan itu lagi sampai membuatmu menangis."

Ya, Minghao tahu saat Jieqiong menangis di malam pertamanya dengan Xiao. Sontak saja Jieqiong terkejut karena ia yakin saat itu tidak seorang pun mengetahuinya.

"Minghao.."

BRAAAK! Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka dan memunculkan sosok Xiao di balik pintu itu. Ekspresinya sangat kacau.

"Xiao! Kenapa? Terjadi sesuatu?" tanya Jieqiong panik.

"Apa benda ini sungguh akurat?" Xiao malah bertanya balik.

"Sembilan puluh delapan persen akurat. Cepat katakan, bagaimana hasilnya?" yang itu Minghao, dia terlihat sangat tidak sabaran.

Xiao menghela nafas panjang, sebelum akhirnya menunjukkan alat tes tersebut pada Minghao dan Jieqiong.

"Dua garis!"

Xiao mengatakan itu dengan yakin. Jieqiong menatapnya tak percaya. Sementara Minghao.. coba tebak? Ya, dia sepertinya menjadi orang paling bahagia diantara ketiganya.

"Yahuuu! Aku akan menjadi ayah hanya dengan satu kali percobaan!" begitu pekik Minghao sembari berlarian entah kemana, yang jelas masih di dalam apartemen.

"Suamimu... ada apa dengannya?" tanya Xiao sembari menatap Jieqiong.

"Jangan lupakan fakta kalau dia juga suamimu sekarang. Sudahlah, hiraukan saja," jawab Jieqiong.

Kemudian, dua wanita itu pun berpandangan dan tertawa. Entah apa yang sebenarnya mereka tertawakan. Apakah itu Minghao, atau suatu fakta kalau mereka menikahi satu lelaki aneh yang sama.

Sementara itu, Minghao yang sudah selesai dengan selebrasinya pun mengambil ponsel, bermaksud mengabari ibunya.

"Halo Mama!"

"Ya? Halo Minghao! Bagaimana liburan kalian? Menyenangkan?" tanya sang Ibu dari seberang sana.

"Tentu saja. Dan ya, aku punya kabar penting untuk mama," jawab Minghao.

"Apa? Hohoho, apa itu kabar bagus?" tanya sang Ibu.

Minghao merasa ragu sebelum menjawab. Lelaki itu menghela napas panjang dan menghembuskannya.

"Mama akan punya cucu!" tukas Minghao pada akhirnya.

"Sungguh? Jieqiong hamil?"

"Y-ya.." jawab Minghao.

"Syukurlah. Mama senang sekali. Oh iya, lalu kapan kalian kembali ke sini? Mama tidak sabar untuk melihat anak dan menantu kesayanganku yang kini tengah mengandung cucuku."

"Maafkan aku, tapi sepertinya hanya aku yang kembali."

"Eh? Kenapa?"

"Kandungan Jieqiong lemah, dan mama tahu kan terakhir aku membawa Jieqiong bepergian jauh dalam keadaan hamil dia keguguran? Aku tidak ingin itu terjadi lagi, jadi dia akan tetap di sini sampai anak kami lahir," alibi Minghao.

"Ah, begitu. Baiklah, tak masalah selama Jieqiong dan bayinya aman."

Setelah itu, sambungan telepon terputus. Tanpa Minghao sadari, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Maafkan aku, Mama. Maaf karena aku membohongimu."

***

[REMAKE] Second Home [SVT The8 ✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang