Beijing, 11 Mei 2033
Tak dirasa, hari-hari berlalu sejak Xiao menjadi pengasuh Jiayu sementara papanya sibuk bekerja. Kini dua orang yang sebenarnya ibu dan anak kandung itu tengah berada di kamar sang anak, yang bersiap untuk tidur. Seperti biasa, anak kecil itu minta dibacakan cerita pengantar tidur.
Xiao tersenyum kecut sembari memandangi sebuah buku bergambar kelinci yang bertuliskan huruf yang hanya tampak seperti kotak-kotak di matanya.
"Tak adakah buku cerita lain yang bisa kubacakan? Lagipula buku apa ini? Aku tidak bisa membacanya," tanya Xiao setelah membolak-balikkan buku tersebut dan tidak menemukan huruf yang dikenalnya.
"Itu hadiah dari paman Kim, katanya Mama Jia bisa membacanya. Bibi Xiao tidak?" kata Jiayu polos.
Xiao menggeleng.
"Huh, buku-buku lain sudah habis dibaca," Jiayu sembari melipat tangan di depan dada.
"Jia tidak ingin mendengar cerita yang sudah pernah dibacakan," tambahnya.
Xiao tersenyum sembari memandangi setumpuk dus berisi buku-buku di sudut ruangan. Jiayu agak berbeda dengan anak-anak seusianya. Anak itu mampu mengingat dan memahami apapun yang dilihat dan didengarnya secara detail dalam satu kali lihat atau dengar. Ia jadi cenderung bosan kalau mendengar cerita yang sama berulang-ulang, jelas berbeda dengan kebanyakan anak. Minghao pernah mengeluh soal ini, katanya membelikan buku cerita pada Jiayu sama seperti membeli sumpit, hanya sekali pakai. Meski begitu lelaki itu tetap membelikan buku-buku cerita untuk Jiayu sampai terkumpul banyak sekali di sudut kamarnya.
Xiao kemudian mengelus kepala anak itu sembari menjawab, "bagaimana kalau bibi menceritakan kisah bidadari bersayap yang ingin turun ke bumi? Mungkin Jia belum pernah mendengarnya?"
"Bidadari yang turun ke bumi? Lalu tidak bisa pulang karena orang iseng yang mencuri selendangnya? Jia sudah tahu yang itu," jawab Jiayu masih dengan tampang cemberut.
Xiao tertawa.
"Bukan. Bidadari ini terbang dengan sayapnya, bukan selendang," katanya.
"Baiklah, Jia ingin mendengarnya," anak itu mulai tersenyum sembari menarik selimutnya dan membenarkan posisi tidurnya.
"Pada zaman dahulu kala..."
Sementara itu di tempat lain...
Minghao sedang mengemudikan mobilnya di tengah jalanan yang sepi. Wajah lelaki itu tampak lusuh dengan mata sayu dan rambut yang menutupi dahinya sampai alis. Meski begitu bibirnya tampak tersenyum sembari sesekali melirik dua kotak berukuran sedang di jok sampingnya.
"Xiao pasti suka," gumamnya sembari masih melajukan mobilnya.
Tak lama, Minghao pun sudah tiba di halaman rumahnya. Setelah memarkirkan mobil itu di bagasi Minghao pun bergegas keluar. Tak lupa dengan membawa tas kerjanya dan dua kotak itu.
KRIIIET. Minghao membuka pintu.
"Aku pulang!"
Sudah menjadi kebiasaan bagi Minghao setiap pulang ke rumah. Meski tak ada jawaban. Ah, mungkin Jia sudah tidur. Begitu pikirnya. Lelaki itu pun masuk ke dalam dan duduk di sofa ruang tamu.
Setelah agak lama, Minghao pun memutuskan untuk mengecek Jiayu di kamarnya di lantai dua. Setelah menepaki beberapa anak tangga, Minghao berjalan sebentar dan sampai di depan pintu kamar Jiayu. Namun lelaki itu tidak segera masuk.
"Bidadari itu pun akhirnya pulang, kembali pada keluarganya di negeri atas awan."
Terdengar suara Xiao dari dalam kamar Jiayu. Minghao tersenyum. Rupanya Xiao sedang menceritakan dongeng pada Jiayu. Begitu pikirnya. Lelaki itu pun meraih kenop pintu. Namun pintu itu sudah terbuka bahkan sebelum Minghao memutar kenopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[REMAKE] Second Home [SVT The8 ✔]
Romance[Sebuah 'remake' dari cerita berjudul sama] . Apapun rela dilakukan demi sesuatu yang disebut 'cinta'. Cheng Xiao rela kebebasan hidupnya dibatasi dan keberadaannya disembunyikan dari semua orang demi cintanya pada Minghao. Minghao rela membuat sebu...