11 - Neysa : Kehilangan Naff

36 9 10
                                    

Malam memeluk bulan, semakin larut semakin erat saja pelukannya. Seolah beradu indah dengan gugusan bintang yang membentang manis, menemani kecerian malam ini, dihalaman belakang rumah kakek.

Acara kejutan dari kakek dan keluarga besarku berlangsung begitu meriah. Andiva sempat meneleponku. Tapi suasananya begitu riuh gemuruh, aku sampai tidak bisa mendengar suara apapun, karena begitu ramai. Ada yang penting katanya. Jadi, aku putuskan untuk mengobrol serius dengannya besok saja, disekolah.

Acara itu selesai sekitar pukul sebelas malam. Seluruh kamar dirumah kakek penuh sekali. Diantara mereka ada adik kakek yang masih kepala lima, kakek adalah anak pertama, jarak kelahiran kakek dengan adiknya itu cukup jauh, sekitar lima belas tahun.

Ada juga beberapa bibiku, yaitu anak dari adik kakek, yang biasa dipanggil Oma Odyn. Kalau anak kakek hanya satu, yaitu almarhumah ibuku. Beda halnya dengan Oma Odyn ia menikah dengan seorang pengusaha, dan punya tujuh anak yang kesemuanya adalah perempuan, jadi ramai sekali kalau sudah kumpul, belum lagi cucu Oma Odyn yang sekarang sudah ada tiga. Oma Odyn dan anak-anaknya sering memanggilku dengan sebutan Zanny. Lebih modern dibanding nama Neysa, begitu kata mereka.

"Zanny, ini kado dari Oma Odyn, Opa Jack, dan kado-kado yang kecil itu dari tante-tante kamu!"
Sekedar informasi, Opa Jack adalah nama suami Oma Odyn yang wajahnya mirip Shah Rukh Khan.

Kotak besar dari Oma Odyn pindah tangan kepadaku. Dalam hati, aku cuma bisa berdoa, semoga kotak ini bukan seperti kotak tadi pagi. Aamiin.

Saat acara selesai, aku memilih rebahan di kamar tamu, karena kamarku dipakai oleh Oma Odyn dan Opa Jack untuk tidur. Katanya kamar tamu ini, terlalu sempit dan kumal.

Aku membuka satu persatu kado dan ditemani kakek. Kotak dari Oma Ody itu berisikan seperangkat pakaian dingin musim salju dan yang paling membuatku menjerit adalah paspor yang diselipkan diantara baju-baju itu, ada Note kecil bertuliskan,
"Selamat ulang tahun, Zanny-nya Oma tersayang, ini ada kado paspor untukmu. Biar kamu bisa keliling dunia, cantikku.
Happy Sweet Seventeen, sayang!"

Aku memandang Kakek dengan senyum, soalnya, waktu beberapa tahun lalu, aku pernah bilang ke Kakek kalau aku pernah bermimpi untuk keliling dunia, "Kakek, kerjasama dengan Oma Odyn, ya?"

"Iya, Oma Odyn pengen wujudkan mimpimu keliling dunia, katanya!"

"Makasih, ya, Kakek!"

"Iya sama-sama! Itu yang dari tante-tante mu dibuka juga!"

"Iya, kek!"

"Oh iya, ini satu kado untukmu yang tadi pagi, tertinggal diteras depan."

"Dibuang saja, Kek!"

"Kakek sudah lihat, isinya bukan yang macam-macam lagi!"

Aku menerima kardus kecil, paket yang tadi pagi sempat kulupakan.
"Dari siapa kakek?"

"Sepertinya kamu yang lebih tahu, kado, ini dari siapa, Ney! Yasudah kakek mau tidur dulu, ya! ngantuk!"

"Iya, kek... Terimakasih untuk kejutannya, ya, kek, love you!"

Kakek jarang menyahut kalau aku bilang I love you, ia lebih sering menanggapinya dengan sebuah anggukan kecil sembari tersenyum teduh, "Kamu cepat tidur, ya! Besok sekolah!"

"Iya, kek."

Setelah kakek benar-benar hilang dari pintu, aku dengan cepat membuka paket itu, dan isinya adalah satu pasang buku diary yang masih polos dan penanya. Tapi tidak ada note atau surat dari sang pengirim. Aku merebahkan tubuhku ditempat tidur, menerka-nerka siapa pengirim ini?

Seketika, terlintas saja dibenakku seseorang yang pernah mendengar kalimatku,h kalau aku ingin bisa menulis seperti dia. Seseorang yang tadi sore membawaku kesebuah menara terkeren yang pernah kulihat. Seseorang yang besok ingin kutemui untuk mengucap terimakasih sekali lagi.

UTUH (Denganmu, Ada Kalimat Yang Tak Kunjung Kuberi Titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang