2. Kecewa🐣

130 28 9
                                    

Untuk kamu
Yang aku jadikan pelabuhan hati
Kamu tidak perlu merasa bersalah
Karena tidak membalas perasaanku

Aku justru berterima kasih
Telah mengizinkanku
Menyimpan nama mu
Dilubuk hatiku

*****

Pagi yang indah. Hari ini aku bangun pagi, sengaja memang, karena aku ingin melihat mentari pagi yang menampakan wajahnya pada dunia. Dan aku menyukai itu, menikmati setiap detik yang ada.

Biasanya aku akan melihat mentari bersama Rosa, adikku. Saat aku melihat adikku tertidur tadi, aku merasa bersalah padanya. Dia tidur dengan pulas, jadi aku tidak tega membangunkannya.

Hening, hanya ada suara jangkrik yang menemaniku saat ini. Suasana yang mengingatkan aku pada Bunda.

"Bunda, makasih udah nemenin aku pagi ini. Aku yakin bunda ada bersama mentari pagi ini. Aku rindu bunda"

*****

Hari senin, hari yang aku suka. Aku menyukai senin seperti aku menyukainya. Aku sudah bersiap untuk pergi ke sekolah, hanya menunggu Rosa yang sedang siap siap di kamarnya.

"Heh Dea, kamu udah bersihin kamar mandi mama belum sih? Kok kotor banget" suara itu, Dea kenal pemiliknya, siapa lagi kalau bukan Mak lampir gila.

"Udah" kataku.

"Udah? Orang kotor gitu kok, jijik tau gak si mama liatnya" protesnya.

"Gak tahu"

"Kamu tuh ya De, kalau dijak orang ngomong itu dijawab yang bener. Ngehargain kek. Mama ini udah jadi mama kamu tahu! " Bentaknya pada ku.

"Apa? Gak salah denger Dea? Ngehargain sebagai mama? Emang Anda pernah menghargain Dea sebagai anak ayah, orang yang sudah menikahi Anda?" Aku tersenyum kecut.

"Kalau Anda pengen Dea hargain. Anda hargain Dea juga. Dea bukan pembantu di rumah ini yang bisa disuruh suruh" lanjutku

"Anda tahu kan Dea disini siapa? Oh atau Anda lupa? Baiklah dengarkan yah. Perkenalkan Dea adalah anak dari AYAH RANGGA BUDI UTAMA. PEMILIK HARTA DISINI" Aku sengaja mengucapakan dengan lantang, agar Mak lampir ini tahu diri.

"Kurang ajar kamu. Berani ya kamu De... " tangan Mak lampir itu ingin menamparku, aku dengan senang hati menerimanya.

Aku menutup mataku menunggu tamparan itu. Tapi kenapa tidak terasa panas di pipiku. Mataku membuka perlahan, dan aku menemukan Rosa menggenggam tangan mama tiriku. Aku kaget bukan main.

"Ros--" Tangan telunjuk Rosa langsung berada di depan mulutku, aku mengerti bahwa Rosa tak ingin aku memperpanjang masalah ini. Benar benar hati malaikat.

"Kak, udah ayok berangkat, nanti telat. Ma Rosa berangkat dulu" Rosa menyalami tangan itu. Tangan penuh virus meningitis, kalian tahu virus itu sangat berbahaya.

*****
Aku memasuki kelas dengan malas, energiku sudah habis untuk melawan Mak lampir tadi pagi.

Aku duduk dikursi paling belakang. Aku menyukai kursi ini. Sangat nyaman.

"Pagi De, kenapa lo? Suram amat muka lo kayak abis diperkosa aja." Yap sapaan pagi yang menjijikan.

"Sembarangan lo kalau ngomong," jawabku malas.

"De, gue mau cerita. Mau denger gak cerita gue," tanya nya padaku.

"Jangan sekarang ya Bas, gue lagi gak mood," balasku.

"Yahh, padahal ini penting tahu De. Demi masa depan gue"

"Halah paling juga masalah cewek"

"Itu lho tau"

"Lo bisa pergi bentar gak? Gue pengen sendiri Bas. Sorry, kali ini aja"pinta ku padanya.

"Oh, oke" Dia berdiri dari kursi sampingku. Jujur aku tadi tidak bisa menahan degupan jantungku yang ingin copot saat didekatnya.

*****
Saat istirahat pertama aku mengajak Karin dan Tiara untuk kekantin. Perutku sudah meminta jatah makanan setelah mendapat materi matematika.

Kita bertiga duduk di kursi pojok kanan kantin, karena hanya itu kursi yang tersisa.

"Pesen apa De? Kar? Biar gue yang pesenin" Tiara berdiri dari kursinya.

"Gue somay sama jus mangga aja" balasku sambil tersenyum manis padanya. "Makasih tiara"

"Gue samain aja kayak Dea" sahut Karina.

"Yaudah oke" Tiara berjalan menuju backstage makanan untuk memesan pesanan kami.

Aku melihat ke sekeliling kantin.Ramai, ya benar hari ini kantin sangat ramai. Saat aku memutar kepala ku ke arah pintu kantin, tiba tiba pasokan oksigen disekitarku habis. Aku tidak bisa bernafas, badanku mematung seketika. Aku hampir saja mengumpat, untung Karina langsung menyadarkanku.

"Oi De, lho kenapa sih?" tangannya memegang pundakku.

"Heh Heh Kar, itu bukannya Bastian ya? " tanyaku memastikan.

"Ohhh, iya itu si Abas"

"Kenapa bareng Tasya?"

"Lah emang kenapa? Kan mereka pacaran. Ya sah sah aja sih kalau bareng"

"APA? " jujur aku terkejut bukan main saat mendengar pernyataan itu dari karina. "Yang bener lo Kar? Kok Bastian gak cerita ke gue?" entahlah mendengar itu seperti ada gledek di siang hari.

"Gak tahu. Gue aja baru tahu tadi pagi"

Aku hanya mangut mangut mengerti, memaksakan senyum palsu di bibirku. Namun lama lama mataku mulai memanas. Sepertinya butiran itu akan keluar dari persembunyiannya. Aku harus segera keluar dari kantin, atau seluruh kantin akan mempermalukanku.

"Gue ke kelas dulu kar" aku mengangkat pantatku dari kursi.

"Eh De, makanan lho gimna? "

"Bungkus aja"

Aku berlari keluar kantin. Aku ingin menenangkan hati ku dulu, ada yang tidak beres denganku hari ini. Kakiku melangkah ke taman belakang sekolah.

Aku menundukan kepalaku sambil menekuk kakiku. Aku sudah tidak tahan lagi, air mataku lolos begitu saja dari mataku. Aku benci seperti ini, aku tidak ingin terlihat lemah seperti ini.

"hiks...hiks...Kenapa? Kenapa harus hari ini? aku sudah tak tahan lagi dengan sikap mama. Lalu apa harus Bastian juga? Menghancurkan hari ini?... Hiks... Hiks.. Aku menyerah sekarang. Aku benar benar kalah dipertempuran ini.... Hiks" Air mataku berhasil membasahi wajah ku, sekarang aku yakin penampilanku sudah sangat berantakan.

Setelah itu, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Dan Dea membiarkan orang itu berjalan di dekatnya.

"De... Kenapa lo gak ngomong kalau ada masalah sih? " suara yang Dea kenal. Karina ya itu karina.

"De sekarang liat gue" karina mengangkat dagu ku. Aku malu terlihat lemah didepan orang lain seperti ini.

"Kenapa gak pernah cerita sih De? Gue temenan sama lo gak cuma setahun dua tahun De. Tapi udah dari kecil, gue tahu sifat lo" Dia mengusap wajahku dengan lembut.

"Hiks...Kar gue gak tahan lagi kar. Gue lemah, gue kalah kar...hiks... Gue nyerah... Hiks... " aku memeluk Karina. Aku tidak ingin karina melihat air mataku yang turun semakin deras.

"Yuk kita ke kelas aja De, bentar lagi bel bunyi"

"Anter gue ke kamar mandi dulu Kar" aku berdiri dari posisi awalku. Benar kata karina bel masuk berbunyi setelah itu. Sangat nyaring ditelingaku.

"Iya, ayok" balasnya sambil tersenyum manis padaku "Nanti lo harus cerita ke gue De, pokoknya harus" Karina merangkul bahuku, seakan akan tidak ada masalah.

"Iya, thank ya Kar" aku membalas senyumnya.

¥¥¥¥¥¥¥¥¥¥

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang