7. Ayah 🐣

66 21 11
                                    

-
-
-

Cie yang gak update 2 kali. Hehe
-
-

-


Tuhan
Sampaikan rinduku
Sampaikan anganku
Padanya diatas sana

Dia
Adalah orang pertama
Perempuan pertama
Yang mendapat cinta pertama
Dia Bundaku.

*****

Aku Keluar dari Rumah sakit dan duduk di kursi ruang tunggu rumah sakit Cendekia. Kepalaku menoleh kesana kemari mencari tukang ojek yang aku pesan tadi.

"Dengan mbak Dea?" Tanya seorang gojek.

"Iya pak"

Aku memakai helm dari tukang ojek dan langsung menaiki motornya.

*****

Sesampainya dirumah, kakiku turun dari motor kang ojek. Dan langkahku berjalan ke depan gerbang pintu depan rumahku.

Aku harus kuat jiwa sekarang, semua orang yang aku sayang benar benar pergi sekarang. Mereka sedang dalam fase ingin meninggalakan secara pelan pelan, namun rasa nya sangat menyakitkan

Kakiku berjalan dengan ringan, mulutku memaksakan senyum manis yang aku punya.

Badanku berhenti bergerak, mematung sesaat. Mataku melihat nanar ke mobil yang berada di depan pintu gerbang rumah. Dan dengan mudanya air mata ku turun bersamaan dengan senyumanku. Ini adalah tangis bahagia, mungkin aku hari ini akan mendapat kebahagiaan yang tiada tara.

Aku sudah tidak sabar menemui seorang yang memiliki mobil itu, kaki ku melangkah dengan cepat masuk rumah, aku ingin sekali bertemu.

Semoga hari ini aku bahagia tuhan

Aku membuka pintu dan bergegas menuju ruang keluarga, disana aku melihat pria muda yang mulai terlihat tua karena rambut putihnya.

"Ayahhhh" seruku.

Rangga Budi Utama, atau biasa dipanggil Rangga langsung berdiri memeluk putri pertamanya. Putri yang harus menanggung sakitnya kehidupan saat ini.

"Dea gimna kabarnya" Suaranya semakin serak, termakan umur.

Tapi aku tidak menjawab, aku memeluknya dengan erat, bahkan rasanya aku tidak ingin melepaskannnya. Aku terlalu rindu dengannya.

Aku sedang menangis dalam diam, menangisi suatu kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan yang tak kan pernah bisa dirasakan orang lain.

Terima kasih tuhan, sekali lagi Dea bilang makasih. Batin Dea

"Rosa mana yah? " balasku ahirnya. Tapi aku belum melapaskan pelukan kami.

"Ada, tadi baru ke toilet. Katanya si sakit perut habis ketemu ayah, ada ada aja adikmu" Ya dia adalah ayahku. Jari jarinya mengelus setiap helai rambutku. Rasanya aku benar benar ingin kembali menjadi anak kecilnya lagi.

"Mas duduk dong, masak mau pelukan sambil berdiri gitu? " Perintah Santi, mama tiriku. Iya dia mak lampir.

Dengan wajah malas aku ahirnya duduk di sofa bersama ayah, tanganku bahkan masih memegang erat punggungnya.

Aku menoleh melihat wajahnya, dan disana wajahnya semakin terlihat damai dan nyaman. Apa ayah ku bahagia dengan kehidupannya sekarang? Mungkin iya.

"Nanti malem ke pasar malam yuk yah"

"Iya boleh," balasnya.

"Dea jangan egois dong, kan Ayah baru pulang. Pasti ayah kamu capek, biarin istirahat dulu aja" Sambung mak lampir.

Aku tertawa sinis melihatnya, bisa bisanya dia bilang seperti itu, hatinya benar benar telah terisi dengan iblis.

"Mas gak papa. Nanti malam jadi pergi kok" jawab Ayah.

"Tapi kamu gak boleh capek capek" lirik mak lampir padaku.

Maksudnya apa dia melihatku, apa hak nya melarang seorang anak yang akan menghabiskan waktu bersama Ayahnya. Apakah itu salah? Oh mungkin hatinya panas jika melihat orang lain bahagia. Maklum kan dia anak setan.

"Ayah nanti perginya bertiga aja ya. Aku, rosa, sama ayah" tutur ku.

"Lho mama kamu? " Tanya Ayah.

"Mama? Dea cuma punya Bunda. Dan bunda Dea udah sama sang pencipta" Aku memaksakan senyum dengan melihat wajah ayah yang menjadi lesu.

"Sayang, kamu gak boleh ngomong gitu. Mama santi sekarang jadi mama kamu" seru Ayah.

Bola mata ku memutar malas, selalu saja membela titisan setan. Apa sih kehebatannya? Oh iya kehebatan setan adalah menghasut manusia untuk datang ke nerakanya. Luar biasa setan itu.

"Dea ke kamar"

Aku muak, aku malas berdebat dengan ayah. Untuk apa aku berdebat jika aku sudah tahu siapa yang akan dibela. Lebih baik aku pergi.

Putri tidak bersaing dengan iblis Dea. Sabar -Suara hati Dea.

Sebelum aku berjalan memasuki kamar, aku melihat Rosa sedang membuat minuman untuk ayah dan ratu iblis.

Aku tersenyum bahagia, di otakku sekarang terdapat lampu hidup terang menyala, haha. Aku berjalan mendekati Rosa. Saatnya Saraca Dea Asoca bertindak.

"Rosa, biar kakak aja yang kasih minuman itu ke ayah sama mama"

"Lah kakak aja belum ganti baju. Biar aku aja"

"Ih sekali kali" paksaku

Rosa menoleh melihatku, matanya mendelik. Seperti mendapati rampok saja.

"Hayo, kakak mau kasih apa ke minumannya? "

"Su'udzon aja kamu"

Ahirnya aku rampok minumannya, dengan senyum tengil aku memasukan bubuk ke dalam minuman mak lampir itu.

Setelah itu aku berjalan ke ruang keluarga, dan dengan senyum manis yang menghiasi wajah cantiku.

"Nih ada minuman buat Ayah sama kamu" tangnku menaroh minuman di meja, dan aku juga tidak salah memberi minuman yang aku racuni, hehe.

"Makasih Dea, kamu gak racuni mama kan? " tatap iblis depanku menghadap mataku.

"Su'udzon aja terus. Gimana mau jadi mama Dea, kalau sama anak tirinya aja gak percaya" balas ku dengan sombong.

"Mama bukannya gak percaya, cuma waspada "

"Bedanya apa ya? Menurut ahli pembicara, Saraca Dea Asoca. Waspada adalah ketik seseorang tidak mempercayai sesuatu yang dianggapnya berbahaya." Aku tersenyum lembut padanya.

"Beda dong Dea, kan mama percaya" Sautnya.

"Yaudah minum, biar percaya"

Mak lampir itu meminum minumannya, dan aku tersenyum kemenangan. Hatiku bergemuruh gembira, ahirnya putri Dea bisa menang.

¥¥¥¥¥¥¥¥¥¥

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang