10. Teman Cerita 🐣

64 20 3
                                    

Hujan
Siapa dia
Kenapa dia datang
Kenapa ada dia

Hujan
Aku terluka
Setiap melihatnya
Aku kecewa padanya

*****

Suara ketokan pintu dari luar kamar mengganggu indra pendengaranku, dengan malas dan kntuk yang masih menempel pada diriku. Aku berdiri dari kasur dan membuka gagang pintu kamar Lena.

"Ya ampun Dea! Kamu belum mandi? " protes mami dengan geleng geleng kepala melihatku masih menggunakan piyama.

"Dea baru bangun mi" balasku mengangguk mantap

"Lena juga belum bangun? " Tatapnya.

"Belum" jawabku.

"Yaudah sekarang kamu siap siap berangkat, kamu udah ditungguin temen kamu dibawah"

"Siapa? Kok tahu kalo Dea disini? "

"Gak tahu. Yaudah sana, Lena bangunin"

"Iya mi"

Aku menutup pintu dan mengahampiri Lena yang duduk di atas kasur. Aku mencoba berpikir, siapa yang menjemputku.

Seingat ku, aku tidak memberi tahu siapa pun bahwa aku sementara tinggal di sini. Semua temanku bahkan tidak tahu jika aku dan Lena saudara sepupu. Lalu siapa yang datang?

"Udah bangun lo?" Aku duduk disamping Lena, menatap mata sipitnya.

"Udah, siapa yang jemput lo?" Sangganya.

"Mana gue tahu" aku mengedikan bahu.

"Oh" katanya singkat. "Oh ya, lo mandi kamar sini biar gue ke kamar bawah"

Setelah mengatakan itu Lena beranjak pergi dari kamar dan turun ke kamar bawah untuk mandi. Baik sekali Lena mengalah untuk tamu yang cantik dan baik seperti ku. Hehe

Aku langsung berdiri, berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri, dan tak butuh lama aku sudah keluar kamar. Karena ini memang sudah sangat siang.

Aku segera memakai seragam ku, untung saja aku memiliki cadangan seragam dirumah Lena. kakiku melangkah ke depan meja rias milik Lena. Lena termasuk anak jaman sekarang, dia punya semua alat make up untuk merias wajah cantiknya.

Aku mengambil bedak tabur, untuk aku sapukan dengan wajahku, aku juga mengambil lip balm untuk bibirku supaya tidak terlihat pucat. Dan yang terahir aku sengaja mengurai rambutku, agar terlihat lebih fres pagi ini.

Aku menatap diriku dipantulan cermin, aku tersenyum puas, aku cantik. Haha

"Dea ayo berangkat! " panggil Lena yang sudah siap di depan pintu kamar.

Aku segera berjalan mengahampirinya, dan turun dari tangga bersama Lena. Mataku tak lepas melihat seseorang dibawah sana yang tersenyum manis padaku. Dari mana dia tahu aku disini?

"Riki? " Aku menghampirnya "Ngapain disini? "

"Nungguin lo. Berangkat bareng yuk" ajaknya.

"Dea, gue berangkat dulu, gwod bay" Lena menyenggol bahuku sambari tersenyum mengejek dengan tengil. Dasar gila

"Yaudah berangkat Yuk! " tangan Riki menggenggam tanganku, aku rasa ada yang aneh dengan Riki.

"Lepasin Rik" aku mencoba melepaskannya, tapi genggaman Riki sangat kuat.

"Gue udah pamit sama Mami, tadi disuruh langsung berangkat aja" Sambung Riki.

Dengan terpaksa aku berjalan beriringan dengannya menuju mobil Riki. Aku sedikit menoleh menatap Riki dengan intens.

"Lo tahu dari mana gue di rumah Lena? "

"Nanti gue jelasin di mobil. Masuk dulu gih, udah siang. Nanti telat lagi" Riki membuka pintu mobil untukku, seperti Ratu cinderella akuuuu.

Dengan cepat Riki berlari mengutari mobil, dan dengan tiba tiba sudah ada di kursi mengemudi.

"Sekarang jawab! " perintahku.

"Yaudah sabar dong Dea" serunya dengan santai.

"Cepetan!! "

"Jadi gini, kemarin kan kita ketem-"

"Gak sengaja ketemu, oke" Potongku.

"Yaudah iya. Gak sengaja ketemu di taman kan? Waktu itu gue lihat lo dari pandangan gue itu lo kelihatan sedih. So gue ngikutin lo pulang deh. Masak gue biarin lo pulang sendiri "

"Jadi lo ngikutin gue? " Aku menatapnya dengan tajam.

"Ya iya. Sorry bukan maksud apa apa. Gue cuma takut lo kenapa kenapa, waktu itu kan lo lagi sedih banget "

"Tapi itu kurang ajar, gak sopan Rik"

"Oke, gue ngaku salah. Gue minta maaf"

"Serah"

"Berhenti gunain bahasa 'Terserah' saat sama gue De"

"Kenapa emangnya? Lo gak suka? Gue gak peduli! "

"Bisa gak sih De, gausah buat seolah olah diri lo paling bener diantara semua yang ada. Seolah olah lo paling tersakiti, seolah olah lo paling menderita,paling sedih? "

Hatiku kaget mendengar ucapan Riki. Salahku apa hingga dia berbicara seperti itu padaku? Dia tidak akan tahu bagaimana perasaanku, bagaimana rasanya menanggung semua pahitnya kehidupan, merasakan sakitnya dihianati.

"Maksud lo apa ngomong gitu? "

"Maksud gue adalah lo sadar De, bahwa lo itu bukan satu satunya orang yang tersakiti"

"Berhenti di sini aja" Nafasku melemah. Aku lelah, apa pagi pagi seperti mood ku harus down.

"Akui dulu bahwa lo itu bukan satu satunya orang yang tersakiti disini! "

"Lo tu gak tahu apa apa soal hidup gue Rik. Gausak sok ikut campur"

"Cuihhh...."

"Lo gak tahu rasanya gimana jadi anak yang selalu mendapat siksaan dari orang tuanya, sekalipun itu orang tua kandungnya. Dan gimana rasanya harus kehilangan sosok Ibu sewaktu kecil, harus ldr-an beda alam. Lo gak akan pernah tahu Rik" Aku mencoba menahan emosiku, aku tidak boleh terpancing.

Tanpa aku sadari, Riki menyenderkan kepalaku di bahhnya. Rasanya hangat dan nyaman, sampai sampai air mata ku lolos begitu saja.

"Sorry De, gue ngomong gitu biar gue bisa bantu ngurangin beban lo. Dengan cara lo cerita ke gue, itu udah ngurangin beban di pikiran lo. Apa sekarang lo lega De? "

Aku hanya mengangguk dengan kepala yang masih menyender pada bahu Riki.

"Yaudah turun yuk. Udah sampe"

¥¥¥¥¥¥¥¥¥

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang