"Ok, ayo kita menikah. Seperti kata lo waktu itu, let's roll the dice on, Gil."
Ada keterdiaman yang cukup lama setelah Nayara mengucapkan sebuah kalimat yang membawa keputusan berat itu. Gilbert – pria yang mengajak sahabatnya untuk menikah terlebih dahulu itu kini sedang diterpa campuran rasa terkejut dan senang yang tak mampu lagi ia tutupi.
"Lo...serius, Nay ?" Gilbert bertanya dengan ragu. Menjawab pertanyaan itu, Nayara menganggukkan kepalanya. "Gue nggak mungkin nyusul lo sampe ke sini kalo gue nggak serius, Gil."
"Kenapa ? Lo bahkan sudah menolak gue dua kali kemarin. Kenapa akhirnya lo mau ?" Gilbert masih belum benar-benar yakin dengan keputusan yang baru saja dilontarkan Nayara. Ia tidak ingin apa yang didengarnya barusan adalah ucapan semu yang tidak akan benar-benar terjadi.
Nayara membuang wajahnya ke samping. Wanita itu menatap jalanan beberapa saat dengan pandangan menerawang sebelum berkata, "Simple, gue sudah terbiasa ada lo di samping gue, Gil."
"Mendengar ucapan lo di bandara dan ketidak hadiran lo selama dua minggu ini, membuat gue merasakan sesuatu yang hilang. Lo mungkin bisa hidup tanpa gue, Gil. Tapi gue, sepertinya tidak akan bisa hidup tanpa lo." Nayara kemudian kembali menatap lurus mata sahabatnya. "Gue sudah terlalu nyaman dengan seorang Gilbert."
Luapan bahagia semakin menyesakkan dada Gilbert. Pria itu kini tidak bisa menahan senyum lebarnya yang sedari tadi sudah mendesak untuk ditampilkan. Ia lalu membungkuk dan menautkan kesepuluh jarinya di atas meja yang berada di depannya.
"Lo cinta sama gue ?"
Kedua mata Nayara membelalak saat mendengar pertanyaan Gilbert barusan. Dengan cepat ia langsung menggelengkan kepala dan melambaikan kedua tangannya. "No no. Gue belum sampe tahap itu, Gil."
Meskipun sudah bisa menebak jawaban itu, tetap saja masih ada sedikit rasa kecewa di hati Gilbert. Ia mengangguk perlahan lalu berkata, "Ok then. Shall we talk about our wedding now ?"
----------
"Gil, gue mau es krim." permintaan Nayara itu terucap saat mereka berdua tengah menelusuri kota pada ke esokan harinya. Gilbert langsung menoleh ke samping dengan tatapan tak percayanya. "Lo mau makan es krim di cuaca yang sedingin ini, Nay ?"
Dengan wajah polosnya Nayara mengangguk. Gilbert berdecak namun hal selanjutnya yang ia lakukan adalah mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari kedai es krim.
Gilbert kemudian menarik tangan Nayara dan membawa wanita itu kembali menelusuri jalanan. "Gil, itu ada kedai es krim!" teriak Nayara riang.
Tidak butuh waktu lama sampai Nayara mendapatkan es krim yang dia inginkan. Wanita itu kini duduk manis sambil memakan es krim rasa blueberrynya dengan riang. Pemandangan itu membuat Gilbert yang duduk di hadapan Nayara mendengus geli. "Lo persis kayak anak kecil, Nay."
"Ngegemesin maksudnya ?" sahut Nayara jahil. Lagi, Gilbert kembali mendengus. Ia pun kembali menutup mulutnya sambil memperhatikan sang sahabat. "Kalo lo sampe masuk angin, gue nggak bawa tolak angin."
"Gue bawa kok." sahut Nayara santai. Wanita yang sebentar lagi berusia 30 tahun itu selalu saja membawa obat herbal berkemasan kuning di dalam tasnya. "Lagian, gue nggak selemah itu. Masa cuma gara-gara makan es krim gue masuk angin."
"Masalahnya, lo makan es krim di cuaca yang sedingin ini, Nay."
"Ulu uluu, khawatir ya sama calon istri ?" Nayara mengedipkan sebelah matanya sebagai penutup. Membuat Gilbert menganga tidak percaya. Namun, sejurus kemudian, seringaian pria itu muncul. Gilbert berdiri dan berpindah posisi menduduki kursi yang berada di samping Nayara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roll the Dice On - END
RomanceGilbert dan Nayara, dua orang yang tak pernah bisa lepas satu sama lain. Dan status mereka adalah sepasang sahabat. Hubungan itu sudah terjalin sejak mereka kecil dan terus berlanjut sampai detik ini. Dua-duanya saling merasa nyaman dan terlalu meng...